Jessica Adams harus mengalami hukuman selama enam tahun lamanya di dalam penjara karena dianggap lalai dalam mengemudi mobil, hingga menyebabkan seorang model bernama Natasha Linzky meninggal dunia.
Kekasih Natasha, Axel Ray Smith, menaruh dendam luar biasa hingga memaksakan sebuah pernikahan dengannya yang saat itu dalam keadaan lumpuh. Siksaan tubuh dan jiwa menyebabkan Jessica akhirnya mengalami trauma dan depresi, bahkan Axel menceraikannya dan membuangnya begitu saja tanpa mempedulikannya.
Namun yang tidak diketahui oleh Axel adalah bahwa ia telah menitipkan benihnya pada seorang wanita yang ia anggap sebagai musuhnya. Apakah masih ada benang merah yang mengikat keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HARUS KEMBALI
Axel terdiam di balkon kamar hotelnya. Ia kembali mengingat kejadian tadi pagi, saat ia bertemu dengan gadis kecil menggemaskan bernama Vanilla.
“Mengapa matamu mengingatkanku padanya, pada rasa bersalahku yang tak kunjung hilang hingga saat ini,” gumam Axel bermonolog dengan dirinya sendiri sambil menatap pada suasana kota Queenstown.
Hingga akhirnya Axel masuk ke dalam kamar hotelnya karena angin dingin mulai menerpa wajahnya dan menusuk kulitnya. Ia menutup pintu balkon rapat-rapat dan menarik tirai hingga suasana di dalam kamar kini benar-benar gelap.
Axel tak menyalakan lampu sama sekali dan membiarkan dirinya dalam kegelapan. Ia merasa lebih tenang di dalam sana karena berharap tak ada yang melihat segala kesedihan dan kerapuhan di dalam dirinya.
Sementara itu, di tempat yang berbeda …
Jessica tampak termenung duduk di kursi teras belakang rumah yang saat ini ia tempati. Rumah yang ia tempati saat ini hanya memiliki satu lantai dengan halaman yang luas. Ada empat kamar tidur di sana, di mana ditempati oleh Jessica dan Vanilla, Verlin, dan Jimmy. Satu kamar tidur lagi biasa digunakan oleh Lexy dan Gia jika mengunjungi mereka.
Ax … mengapa Vanilla menyebut nama itu, membuatku kembali teringat padanya. Seseorang yang telah melukai hati dan membenciku dengan sangat, tanpa memberiku kesempatan untuk membela diri. Kuharap aku dan Vanilla sudah berada cukup jauh darimu, agar sampai kapan pun kita tak akan pernah bertemu. - batin Jessica.
Jessica duduk tenang sambil sesekali memeluk dirinya sendiri karena angin dingin yang menerpa kulitnya. Ia menghela nafasnya pelan tanpa adanya keinginan sedikit pun untuk bangkit dan masuk ke dalam rumah yang jauh lebih hangat, hingga Verlin datang menghampirinya.
“Kamu belum tidur, Jess?” tanya Verlin. Sama seperti Jimmy, Verlin juga diminta oleh Jessica untuk memanggil namanya saja. Ia ingin hubungan yang dekat dengan Verlin dan Jimmy, tanpa embel-embel atasan ataupun majikan, karena memang kenyataannya tidak seperti itu.
Jessica menoleh dan tersenyum ke arah Verlin, “Kamu sendiri belum tidur? Apa begitu rindu dengan Jimmy?”
Verlin tersenyum tipis, “hmm, aku merindukannya, padahal ia belum pergi terlalu lama.”
“Kalau begitu segeralah menikah dengannya. Kalian sudah begitu dekat, hanya tinggal meresmikan saja,” ujar Jessica.
“Jimmy mengatakan akan menemui kedua orang tuaku setelah ia menemui Tuan Lexy. Ia akan meminta izin dan restu dari kedua orang tuaku,” kata Verlin.
Jessica tersenyum kemudian memegang kedua tangan Verlin, “aku mengucapkan selamat untukmu. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu.”
“Terima kasih, Jess. Aku juga akan selalu mendoakan kebahagiaanmu,” kata Verlin dengan tersenyum.
Aku bahagia saat ini, Lin. Hidup tenang bersama putriku. - batin Jessica.
“Oya, aku ingin menceritakan kejadian tadi pagi, saat aku membawa Vanilla ke kota,” kata Verlin. Ia tak ingin menyembunyikan apapun dari Jessica, dan membuat Jessica justru tahu dari orang lain yang mungkin saja mengadu.
“Ada apa?” tanya Jessica.
“Aku hampir saja kehilangan Vanilla tadi. Ia berlari sendiri karena aku melarangnya membeli permen kapas,” jawab Verlin.
“Hmm … ia cerita padaku kalau ia bertemu dengan seorang pria, yang ia panggil Uncle,” kata Jessica.
“Iya benar! Pria itu secara tak sengaja ditabrak oleh Vanilla. Ia bahkan membelikan Vanilla permen kapas. Pria itu sungguh tampan, Jess. Bahkan Vanilla terus saja memeluknya, aku jadi tidak kebagian,” ujar Verlin.
“Kamu itu!” Jessica ingin tertawa mendengar penuturan Verlin, “Nanti aku bilang pada Jimmy kalau kamu ingin peluk-peluk pria lain.”
“Ehhh jangan … bisa gagal rencanaku menikah.”
Keduanya tertawa bersama bagaikan sahabat dekat. Jessica juga pernah merasakan seperti ini dulu bersama Natasha, tapi Natasha lebih dominan dan selalu memintanya mengerjakan ini dan itu.
“Tapi … wajah dan rambut pria itu mirip sekali dengan Vanilla, terutama dari hidung ke bawah, hanya bagian matanya mirip denganmu,” kata Verlin.
Degggg
Jantung Jessica tiba-tiba saja berdetak dengan kencang, apalagi ia kembali teringat saat Vanilla memanggilnya Uncle Ax.
“Aku kembali ke kamar dulu ya, Lin. Aku mulai sedikit mengantuk,” kata Jessica.
Hatinya mulai gelisah tak karuan. Ia jadi takut jika memang yang bertemu dengan Vanilla adalah Axel.
“Baiklah, aku juga ingin istirahat. Selamat tidur, Jess.”
“Selamat tidur, Lin.”
Jessica langsung kembali ke dalam kamar tidurnya. Ia melihat Vanilla yang sudah tertidur sejak tadi. Ia naik ke atas tempat tidur dan menatap Vanilla.
“Hei cantik Mommy … Apa benar yang kamu temui tadi adalah Daddymu? Mommy tak mau bertemu dengannya lagi dan Mommy juga tak akan membiarkannya mengambilmu dari Mommy,” gumam Jessica. Ia memeluk Vanilla dengan sebelah tangannya dan mulai memejamkan matanya.
**
Hari ini, Axel akan pergi meninjau lokasi proyek bersama dengan Tuan Park. Seperti biasa, Win yang akan mengemudikan mobil, sementara Axel duduk di sampingnya.
Tak seperti kemarin, wajah Axel hari ini telah kembali seperti semula. Win hanya bisa menghela nafasnya pelan dan terus menatap ke arah depan.
Saat melewati sebuah rumah, Axel menyipitkan matanya. Ia tersenyum saat melihat sosok gadis kecil yang kemarin ia temui sedang bermain bersama wanita yang juga ia temui kemarin.
Vanilla. - batin Axel.
Tatapannya tak lepas dari gadis kecil itu. Ingin sekai rasanya ia meminta Win untuk menghentikan mobil lalu turun dan bermain bersama gadis kecil itu.
Namun, ia tak mungkin melakukannya. Tuan Park, rekan bisnisnya, sudah menunggunya sejak sepuluh menit yang lalu. Axel terlambat karena tadi ia sempat bermasalah dengan pihak hotel di mana ia menginap.
Aku akan mampir lagi saat perjalanan pulang nanti. - batin Axel.
Axel dan Win pun langsung menuju ke lokasi proyek untuk menemui Tuan Park. Saat sampai di sana, Axel dan Tuan Park berjalan mengelilingi lokasi. Mood Axel seperti kembali senang setelah melihat Vanilla, meskipun hanya sekilas saja. Beberapa kali ia menganggukkan kepala, menyetujui pernyataan Tuan Park.
Win yang memperhatikan Axel, kembali melihat sebuah senyuman di wajah pria itu, yang menandakan bahwa mood-nya sedang dalam keadaan baik.
Ponsel Win berbunyi dan tampak nama Ansel di sama. Ia langsung menjawab panggilan tersebut dengan mengambil jarak dari Axel maupun Tuan Park.
“Benarkah? Baiklah, kami akan segera kembali,” tanya Win, yang sesaat kemudian memutus panggilan ponselnya.
Win mendekati Axel ketika terlihat tak ada pembicaraan lagi antara keduanya. Ia membisikkan sesuatu pada Axel.
“Kita harus kembali sekarang!” kata Axel.
Axel pun mendekati Tuan Park dan meminta izin untuk kembali ke London sementara waktu. Tuan Park pun mengijinkannya karena ia sendiri akan kembali ke Korea.
Di perjalanan kembali ke hotel,
“Bagaimana ini bisa terjadi, Win?” tanya Axel.
“Sepertinya ada yang sengaja memanas-manasi para pegawai dan mengatakan hal yang tidak benar,” jawab Win.
“Apa Daddy dan Mommy mengetahuinya?”
“Ya, Ansel mengatakan bahwa mereka juga langsung ke perusahaan untuk mengatasinya.”
🌹🌹🌹
terimakasih ya kak, 👍👍👍👍👍😍😍😍😍
kalo mau nggak enak. mending skip wae... terus ngorok atw ngrumpi...
kasian othor, nggak gampang lho🤭