Simon adalah remaja berusia 16 tahun yang mempunyai pacar bernama Maria.
mereka sudah pacaran selama 3 tahun. ya, sejak SMP sampai saat ini. seluruh murid sekolah Bina Bangsa sudah tidak asing lagi dengan pasangan ini. bukan pasangan yang romantis sebenarnya namun mereka berdua sama sama berprestasi.
Simon yang pandai dalam berorganisasi dan calon ketua osis, sedangkan Maria yang berprestasi di bidang olimpiade sains.
Mari kita ikuti kisah cinta mereka disini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 123123tesmenulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Real LDR
Setelah mengatakan semuanya pada Simon, Maria terdiam.
Sedangkan Simon yang sebenarnya sudah mengetahui Maria mengikuti seleksi itu ikut bangga marena pacarnya bisa mengikuti kejuaraan internasional, walaupun itu artinya dia harus berpisah selama beberapa waktu.
"aku ga tau harus seneng atau sedih, tapi yang aku mau bilang adalah aku selalu dukung mau dalam hal apapun. Aku bangga karena kamu bisa lolos seleksinya. Tapi sebulan tanpa harus bertemu dengan kamu.. Rasanya berat juga. hmm.. "
"Makasi ka, kamu selalu dukung aku. Kamu juga selalu nyempetin waktu kamu buat aku. Padahal aku tau, jadwal kamu padat sekali. ini impian mama papa aku. Walaupun kamu tau sendiri aku lebih suka desain grafis dari pada math, jadi aku ga bis amundur dan aku harus memberikan yang terbaik."
"oiya aku ada sesuatu lagi, sebentar" tambah Maria seraya masuk kedalam rumah nya.
Simon hanya menatap Maria yang masuk kedalam Rumahnya,
"nih, aku udah beres desain jaket kelas yang kamu minta. Sesuai dengan karakter kelas yang udh kamu ceritain waktu itu" Maria menyerahkan ipad nya, didalam layar itu terlihat desain jaket kelas X-1 Unggulan yang Simon minta.
Tak lupa Maria juga menuliskan detail bahan yang harus digunakan untuk membuat jaket tersebut.
" Thanks, aku akan tunjukkan ini ke tim aku. Setelah itu, aku akan ajak kelas lain untuk membuat jaket juga dengan vendor yang sama. Da dari project ini aku harap ada keuntungan untuk operasional kelas kami. Jadi kami tidak peru lagi membayar iuran untuk uang kas"
Jelas Simon panjang. Ia memang menarik banyak sekali iuan kelas kepada teman temannya. Namun dia juga berjanji bahwa sebagian iuran kelas mereka akan dibagikan lagi di akhir semester. Salah satu peruntukan nya adalah membuat jaket kelas ini.
"Jadi kamu menjalankan apa yang Om usulkan?"
Tiba tiba Brian datang dan menepuk bahu Simon. Sebenarnya dari tadi dia ada tidak jauh dari mereka. Jika Maria dan Simon ada di ruang tengah, maka ia ada di ruang keluarga sambil terus memperhatikan interaksi mereka. Ia tidak mau jika Simon sampai melakukan hal yang tidak ia inginkan. singkatnya, setiap mereka ngapel, pasti selalu ada orang tua yang mengawasi.
Apakah Simon risih? Tentu tidak. Ia sudah berkomitmen dari awal. dan ia tidka mau melanggar komitmen itu. Lagipula, dibandingkan dengan ayahnya, Brian lebih perhatian kepadanya. Salah satunya tentang jaket kelas ini.
Awalnya Simon hanya bercerita bahwa ia sedang merancang 'uang kas freedom' bagi kelasnya. Lalu, Brian memberikan ide yang cukup brilian. Yakni membuat beberapa merchandise kelas, menjadi trensetter di sekolah. Mengambil beberpaa project kedepannya untuk mendapatkan keuntungan. Walaupun awalnya Simon bingung dari mana modalnya, dan lagi lagi ayahnya Maria memberikan ide agar Simon meminta semua teman sekelasnya untuk 'berinvestasi'.
"tapi kamu harus jaga kepercayaan mereka, jangan sampai uag itu tidak kembali pada mereka. Om percaya kamu bisa"
Begitu pesannya dulu. Dan Simon setuju lau mengusulkan nya kepada teman sekelasnya.
Mereka juga setuju dan mulai merancang semuanya.
"iya om, aku minta bantuan Maria buat desain. Karena anak anak ga ada yg jago desain. om tenang aja, aku bayar jasa Maria kok."
Brian tertawa.
"haha ya tentu, Maria sibuk dengan latihan olimpiade bela belain bergadang buat bikin desain mas aiya ga dibayar?"
"ih papa.."
Simon mengernyit, "kamu bergadang demi desain ini?"
"e.. ngga ko ka, cuma kemarin sempet insomnia aja gara gara nunggu pengumuman IMO jadi beresin desain deh . Abis semenjak SMA kamu susah nelpon aku sii.."
Wajah Maria memerah. Ia malu, kenapa papa nya ember banget sih!
"sudah nemu vendor buat bikin jaketnya?" tanya Brian lagi
"belum om, rencananya aku mau bawa desan ini dulu. Setelah anak anak setuju baru aku cari vendor."
"oh iya kapan Maria berangkat karantina?"
"Minggu depan, kamu bisa antar kan? Nanti as karantina Maria hanya diberi waktu sebentar untuk buka HP. Karena. Mereka harus fokus team building dan latihan untuk IMO" Brian yang menjawab. setelah mereka mengobrol memang mereka akan asyik berdua sedangkan Maria di cuekin, dia sudah biasa sebenarnya tapi untuk malam ini rasanya kesal sekali. Ia rindu Simon, belakangan mereka jarang bertemu dan berkomunikasi, tapi ketika Simon me rumahnya dia malah asyik mengobrol dengan Ayahnya seperti biasa.
"Ka Mon, aku ngantuk aku tidur dulu ya.. Papa aku tidur dulu ngantuk. Bye"
Dengan menghentakkan kakinya, Maria pergi dari ruang tengah menuju kamarnya di lantai atas.
Brian menghela nafas,
"masih suka sama anak om yang suka ngambek gitu?"
Simon tertawa kecil.
"selalu om, saya selalu suka anak om. Dia cantik pintar dan menggemaskan "
"ya saya tau, saya sangat menjaga dia Simon. Sedikit saja dia berbuat dosa, maka dosanya akan menjadi dosa saya. Tanggung jawab seorang ayah itu sangat berat. Bukan hanya di dunia, namun juga akhirat. Simon, apakah kamu mau membantu meringankan tanggung jawab saya diakhirat dengan tidak menyentuh Maria sebelum waktunya?"
"Kenapa tiba tiba om berkata seperti itu? Apakah selama ini saya pernah mengecewakan om?"
Brian menggelengkan kepalanya pelan.
"karena sekarang kamu beranjak dewasa. Walaupun kamu sudah berjanji dan berkomitmen, tapi itu dulu sebelum kamu masuk SMA. Simon, hormon pubertas itu sangat menggebu-gebu. dan sebagai lelaki, tentu saja saya juga merasakan nya. bahwa jika melihat sedikit saja hal yang menggairahkan, maka dibawah sana akan ada yang berdenyut. Bukankah begitu?"
Simon merenung sejenak. Apa yang dikatakan Brian memang benar. Kini setiap melihat Maria oa selau merasa gadis itu sangat cantik dan menggemaskan, ia ingin menyentuh, memeluk bahkan mencium pipinya. Ia juga tidak tau sejak kapan ia jadi memiliki hasrat lebih kepada kekasihnya. Tapi bukankah itu normal?
Ya tentu saja normal, namun apakah sesuai dengan syariat agama yang dia anut? Tentu tidak. Sebagaimana ustadz yang selalu mengajari nya mengaji.
"i..iya Om, saya mengerti. saya akan menjalankan perintah Rasulullah dalam hal ini yakni menjaga pandangan dengan senantiasa menundukkan kepala kepada lawan jenis. dan akan menjaga jarak dengan Maria".
...****************...
"semangat ya Mar, kamu pasti bisa, jangan lupa telpon aku" Simon tersenyum seraya memberikan sebuah boneka kepada Maria.
Maria menerima bineka iti dan mengernyit. 'Biasanya dia usap kepala aku. Kok sekarang engga ya?'
"kenapa hm?" Simon bertanya heran
"Papa yang larang Simon usap kepala kamu mulai sekarang." tiba tiba Brian berkata marena tau apa yang dipikirkan anak perempuan nya.
Maria merengut,
"Papa kok gitu sih!"
"Apa mau papa suruh Simon putusin kamu aja?" Brian berkata serius.
Brian memang selalu menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap hubunhan Maria dan Simon dihadapan anaknya itu.
"bukannya papa janji akan merestui kami kalo aku juara olimpiade? Kok sekarang papa gini sih?! Aku kan juga Pengen pacaran kaya orang orang, selama ini papa selalu membatasi kami. kemana mana dianterin, hape juga di sadap. Teruss...." omongan Maria terpotong oleh Simon
"udah udah tuh udh datang bis nya, kamu tenang aja aku yang akan berjuang buat restu orang tua kamu. Jadi kamu lakukan yang terbaik untuk lomba ini. kalo kangen aku peluk boneka ini. Oke.. "
"Ka Mon ga aka putusin aku kan?" mata Maria berkaca-kaca.
Simon melirik Brian. Ia sangat mengerti mengapa Brian seperti ini setelah obrolan terakhir mereka. Jadi ia hanya berusaha menenangkan Maria yang yahh namanya juga bocah pubertas.
Dan perjalanan LDR mereka benar benar terjadi sekarang.
...****************...