Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh
"Kenapa kamu memandangku seperti itu? Jangan bilang kalau kau mencurigai'ku?" tanya Weny dengan penuh penekanan.
"Aku tak pernah mengatakan itu! Jangan memulai pertengkaran!" seru Alex.
Alex mengalihkan pandangannya yang semula pada wanita itu. Dia menyantap makan malam dengan malas. Dalam hatinya bimbang, apakah mungkin Weny yang telah mengambil semuanya, tapi dia tak pernah masuk ke kamar? Tanya pria itu dalam hatinya.
Namun, selain dirinya, hanya Weny yang tahu kode brankas itu. Alex sengaja memakai tahun kelahiran wanita itu agar sang istri tak bisa menebaknya. Ternyata wanita itu lebih pintar dari yang dia pikirkan.
"Bibirmu memang tak mengatakannya, tapi caramu menatapku, kau seolah mencurigai'ku!' seru Weny dengan penuh penekanan.
"Itu hanya perasaanmu!" jawab Alex tak kalah kerasnya.
"Sudah-sudah, sekarang kita sebaiknya mencari bersama. Jangan saling tuduh dulu. Ibu yakin ada suatu petunjuk dimana harta itu berada," ucap Ibu Rini mencoba menengahi.
Sebenarnya Ibu Rini juga mencurigai Weny, tapi dia tak ada bukti. Selama berada di rumah ini, tak pernah sekalipun dia melihat wanita itu masuk ke kamar anak menantunya itu. Sehingga tak ada alasan menuduhnya.
Weny yang merasa sakit hati atas sikap Alex lalu berdiri dan masuk ke kamar. Dia tak terima karena pria itu seolah menuduhnya.
Weny duduk di kursi malas di sudut ruang tamu. Hari ini terasa lebih panas dari biasanya, dan udara pun begitu pengap. Aroma kopi di dapur tercium menyengat, tapi Weny sama sekali tidak tertarik untuk menyentuhnya. Dia sedang asyik menyusun ulang pikiran yang berkeluh kesah dalam benaknya.
Semua ini karena Alex, sang kekasih yang kini mulai mencurigainya. Dan rasanya, kemarahan itu sudah meluap-luap. "Kalau dia terus seperti ini, bisa-bisa aku yang pergi dari hidupnya," gumamnya pelan.
"Ngomong sendiri lagi, Weny?" suara Ibu Rini, ibu Alex, tiba-tiba memecahkan kesunyian. Dia muncul dari dapur dengan wadah kopi di tangan.
Weny hanya mengangguk, meski hatinya berontak. "Ibu, ada apa? Kenapa Ibu ke sini?"
Ibu Rini mengalihkan pandangannya ke arah jendela. "Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Nggak mudah, kan, jadi pacar anakku?"
Weny menghembuskan napas panjang. "Iya, Bu. Tapi sekarang aku merasa seperti pelaku kejahatan. Kenapa semua orang menduga aku bisa mencuri barang-barang Naura? Aku tidak tahu apa-apa tentang itu!"
Ibu Rini menjawab dengan nada lembut, "Dia tak menuduh mu tapi mungkin sedikit meragukan karena hanya kamu yang tau kode nomor brankas itu selain dirinya. Seharusnya kamu bisa meyakinkan dirinya jika kamu tak bersalah."
"Itu sama saja dia menuduhku! Mendingan dia tanya aku langsung saja!” Weny tak bisa menahan diri lagi. “Aku memang datang ke rumah ini, tapi itu hanya untuk bertamu. Bukan untuk mencuri!”
Mendengar itu, Ibu Rini menggelengkan kepala. "Tapi, Weny, bukankah kamu juga ada di sini ketika semua barang itu hilang?”
Dan pertanyaan itu kembali membuat hati Weny berdesir marah. Dia tidak mau disamakan dengan pencuri. “Apakah Ibu percaya kepada tuduhan itu?!”
"Lebih baik kamu bicara saja dengan Alex. Dia yang paling tahu apa yang dia rasakan," jawab Ibu Rini yang tampak berusaha diplomatis.
Setelah itu Ibu pergi meninggalkan Weny, wanita itu pun beranjak dari ruang tamu. Dia masuk ke kamarnya.
Sampai sekarang, sudah hampir seminggu sejak hilangnya barang-barang Naura dari brankas, dan bayangan kecurigaan itu terus menganggu pikiran Weny. Barang-barang berharga itu seperti dokumen penting dan perhiasan yang hanya Naura yang dapat mencintainya. “Kenapa Alex seolah menuduh aku sebagai pencuri? Apa dia tak percaya denganku?"
Tiba-tiba pintu terbuka dan Alex masuk dengan wajah yang terlihat murung. Weny berusaha menahan perasaannya, berharap kali ini Alex bisa mendengarkan. “Kamu sudah berbicara dengan ibu?”
“Ya, dan aku rasa semua orang lebih memilih untuk menyalahkan aku,” Weny membalas tajam.
"Begini, Weny. Aku hanya ingin memastikan bahwa tidak ada yang salah di antara kita,” Alex mencoba menenangkan.
“Tapi kamu mencurigai aku! Dengan menuduhku itu sama saja kau telah mengatakan aku yang bersalah!” serunya sambil berdiri. “Aku tidak pernah mengambil barang-barang itu. Kenapa kamu tidak memeriksa CCTV untuk mendapatkan bukti?”
Alex terdiam, terkejut dengan ujaran Weny yang tiba-tiba itu. "CCTV sudah direkam setiap aktivitas di sekitar rumah. Kita bisa memeriksanya."
"Jadi, kenapa tidak kita lakukan sekarang?" tantang Weny, tatapan matanya seolah menembus jiwa Alex. "Aku juga ingin melihat siapa yang mengambil barang-barang Naura. Aku bersumpah tak melakukan itu!”
Alex tampak bingung, antara ingin mempertahankan dinding kepercayaannya pada Weny dan menyadari bahwa ada yang tidak beres. “Aku … aku akan melakukan itu.”
“Jangan hanya berkata-kata, Alex. Ayo kita cek bersama!” Weny bersikeras, dan perasaannya yang terbakar membuat dia tak sabar, ingin membuktikan jika dia bukan pencurinya.
Ibu Rini yang sedang berdiri di belakang mereka beranjak mendekat. “Baiklah, jika itu yang kamu mau, kita bisa cari tahu sendiri. Lagipula, ini juga untuk kepentingan kita semua. Biar tidak ada keraguan dan tak ada kecurigaan!"
Merekapun berjalan menuju ruang kontrol CCTV. Weny merasa jantungnya berdegup kencang, harap-harap cemas. “Aku tidak sabar melihat siapa yang melakukan ini.”
Alex menekan tombol-tombol di layar monitor. Dengan hati-hati, mereka mulai memutar rekaman. Weny dan Ibu Rini berdiri di sampingnya, sama-sama menantikan hasil rekaman itu.
“Ini rekaman dari satu minggu sebelum meninggalnya Naura …,” ucap Alex sembari memutar rekaman tersebut.
Weny memusatkan perhatian. Di layar, tampak gambar seseorang memasuki kamar. Dan hanya ada satu orang, yaitu Naura. Begitu seterusnya hingga hari dia meninggal.
"Kau bisa melihat sendiri'kan, jika aku tak pernah masuk ke kamar itu!" seru Weny dengan suara lantang.
"Kita baru melihat seminggu sebelum Naura meninggal," ucap Alex dengan suara lirih.
Mendengar ucapan Alex itu, Weny kembali emosi. Kata-kata pria itu menyiratkan jika Alex masih mencurigainya.
"Sebaiknya aku pergi. Jika kau masih tak percaya padaku, silakan kau cari bukti, jika memang aku yang mencuri semua itu, aku siap kau laporkan ke polisi!" ucap Weny dengan penuh emosi.
Setelah mengucapkan itu, dia lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
untuk weni rasain kmu bkalan di buang oleh kluarga alex.....kmu tk ubahnya sperti sampah tahu gak wen.....bau busuknya sngat mnyengat dan mnjijikan /Puke//Puke//Puke//Puke//Puke/
Lina jodoh sdh ada yng mengatur jd tetap lah 💪💪
lanjut thor 🙏
karna memang cinta tak harus memiliki
Alex selamat terkejut ya semoga jantung aman aman saja