Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan 3 Gadis Cilik
Pagi itu indah sekali di kaki gunung yang rindang dengan pepohonan tanpa salju itu.
Suasana tentram temaram diselingi kicau burung yang beraneka suara berpadu dengan tetesan embun yang hampir menguap di bakar sinar mentari yang baru saja terbit.
Beberapa orang terlihat berseliweran di daerah itu. Terlihat bahwa mereka sedang mempersiapkan bahan bahan untuk membuat beberapa buah rumah.
Tempat itu masih satu daerah dengan daerah dimana keluarga Rambala tinggal. Bahkan pagi itu terlihat pula Rambala bersama istri dan anaknya turut hadir di sana.
Setelah menginap 3 malam, Xiansu yang telah berunding dengan rombongannya akhirnya setuju untuk menerima saran Rambala.
Memang tempat itu sangat strategis untuk menjadi tempat tinggal. Bahkan bagi panglima Bu dan tentaranya yang hobby bercocok tanam, bisa bertani disana.
Mulailah mereka bekerja sama, walau tak sama kerja. Para pria melakukan pekerjaan yang membutuhkan tenaga besar. Sedangkan para wanita membantu hal hal yang mudah di lakukan.
Dan ada juga tiga orang bocah remaja yang membantu mengacaukan kerjaan orang lain.
Xiansu yang hanya duduk melihat bersama Rambala dan Durgha disana sambil mengobrol sesekali melemparkan pandangan nya kearah rumah Rambala yang berjarak lebih kurang lima ratus meter.
Kereta barang dan kuda kuda yang di tempatkan di rumah Rambala mulai meringkik.
Mendengar hal itu, seorang mantan tentara langsung ingin pulang mengurus kuda yang di tahan oleh Xiansu dengan perkataannya
"Kau di sini saja bantu Bu Thai. Biar aku saja yang mengurus kuda kuda itu".
Xiansu pun segera berjalan kearah rumah Rambala di temani oleh tuan rumah. Sedangkan Durgha tetap di situ turut duduk melihat sambil sesekali membantu para wanita apa yang bisa dilakukannya.
Begitulah hari itu mereka bahu membahu membangun tempat tinggal yang rencana akan di bangun banyak rumah disana sebagai tempat tinggal para prajurit, paman Bu dan Xiansu yang akan tinggal bersama Siaw Gin dan Siaw Kim.
Lagian, kalau untuk membeli barang perlengkapan seperti perabot, alat masak dan keperluan lainnya, mereka tak usah repot repot karna banyak barang berharga mereka yang dibawa menggunakan kereta.
Yang menjadi masalah hanyalah jarak yang di tempuh untuk membeli hal itu sangat jauh. Hingga menghabiskan waktu berjam jam bahkan seharian penuh menggunakan kereta kuda.
Kita tinggalkan dulu mereka yang sibuk mempersiapkan rumah atas bantuan Rambala dan Durgha yang sudah seperti keluarga sendiri bagi mereka.
###~***~###
"Apa kalian sudah siap?" Tanya Sie Han kepada istri dan anak anaknya.
"Sudah ayah, kami sudah siap. Ayo berangkat". Seru Sie Meilan yang segera menarik tangan ibunya yang baru saja selesai mengunci pintu.
Berangkatlah mereka berempat menggunakan kereta kuda yang di kendarai Acun, kusir yang bekerja pada mereka.
Di dalam kereta, keempatnya bercakap cakap dengan gembira. Yang paling deg degan antara mereka berempat adalah Sie Liong. Bagaimana tidak, hari ini dia akan berkunjung ke tempat teman ayahnya yang anak nya menjadi teman nya juga.
Trus kenapa deg degan? Karna selama ini Sie Liong yang memang tampan itu suka kepada temannya yang memang merupakan gadis cilik yang cantik dan manis sekali.
Setelah melewati jalan yang memakan waktu berjam jam, akhirnya saat tepat tengah hari mereka pun tiba di rumah sahabat dekat Sie Han.
"Wah ternyata sedang ramai sekali disini. Apakah kedatangan kami mengganggu?" Gurau Sie Han.
"Tidak, tidak sama sekali. Bahkan kedatangan kalian amat sangat menyenangkan kami". Jawab pria hitam manis yang tidak lain adalah Rambala.
Kebetulan saat itu, mereka semua sedang bersiap untuk makan siang bersama di rumah Rambala setelah setengah harian lelah bekerja membuat rumah baru mereka.
"Mari masuk dan makan bersama kami". Undang Durgha dan di isyarat pula oleh Rambala.
"Baiklah kalau kalian memaksa". Ucap Sie Han yang memang suka berkelakar.
Sambil makan, mereka semua bercakap cakap dan saling diperkenalkan oleh empunya rumah.
Saat Xiansu diperkenalkan oleh Rambala, Sie Han bangun menjura dengan sangat dalam.
"Apakah kau sudah mengenal paman Xiansu sebelumnya?" Tanya Rambala.
"Aku mengenal beliau meski beliau tak lagi mengenal ku". Jawab Sie Han.
"Maafkan aku yang sudah tua. Siapakah tuan?" Tanya Xiansu dengan wajah tenang.
"Aku adalah Sie Han. Bocah yang dulu ikut dengan Xiansu selama setahun karena bencana banjir bandang di desa Mei Xo".
"Ohh, ya ya ya, aku ingat sekarang. Ternyata kau sudah jadi saudagar sukses sekarang. Selamat, selamat". Sahut Xiansu sambil memberi hormat.
"Semua berkat Xiansu. Jika Xiansu tak menolongku waktu itu, mungkin saja aku tidak akan selamat dan berkat buku yang Xiansu berikan, aku bisa sampai seperti sekarang ini". Jawab Sie Han sambil membalas hormat Xiansu.
Sie Liong yang merasa sedikit tak enak hati melihat Raghnaya bermain bersama seorang remaja dan gadis. Mungkin dia cemburu kali ye.
Namun memang watak Sie Liong seperti ibunya, tidak mau menampakkan perasaan sebenarnya, ya jadi makan hati dehh.
Namun setelah anak anak remaja itu saling berbicara dan bergaul, ternyata Siaw Gin menjadi teman baik Sie Liong meski usia Sie Liong masih di bawah Siaw Gin.
Yang paling senang adalah Sie Meilan yang merasa memiliki banyak kakak dan banyak saudara.
Selesai makan siang bersama, paman Bu kembali mengajak bekas bawahannya untuk melanjutkan pekerjaan mereka membuat rumah setengah batu dari rumah Rambala.
Sedangkan Xiansu, Sie Han dan istrinya tetap bersama Rambala yang ditemani oleh istrinya juga. Sedangkan anak anak mereka bermain bersama Siaw Kim dan Siaw Gin di pelataran rumah.
Dari percakapan Xiansu bersama Sie Han dan Rambala, mereka sepakat menitipkan Sie Liong dan Sie Meilan kepada Rambala yang akan menjadi guru mereka dalam bidang ilmu kebatinan dan Xiansu menjadi guru silat mereka.
Kini, kelima anak itu akan dirawat oleh Durgha dan Bibi Mei di situ dengan perjanjian bahwa Can Bi Lan atau nyonya Sie akan mengunjungi mereka setiap bulan.
Sebenarnya jika Xiansu belum mengalami kehilangan Siaw Jin, maka akan sangat susah untuk nya mengangkat murid. Namun kejadian hilang nya Siaw Jin, memberi bekas dan penyesalan pada Xiansu yang sebelumnya telah berjanji mengajarkan ilmu ilmunya kepada Siaw Jin yang dikiranya telah tewas.
###~***~###
Berkat pelajaran membaca dan menulis yang pernah diajarkan oleh keluarga Lim yang menjadi ayah angkatnya, Siaw Jin yang otaknya terbilang jenius itu telah mempelajari pelajaran dasar untuk dapat menerima ilmu dari kitab dewa sakti yang kini dengan rajin selalu dibacanya.
Dibawah bimbingan beruang salju yang bertindak menjadi pendidik, Siaw Jin berlatih dengan sangat keras sambil tetap mengkonsumsi bola bulat yang setiap harinya di berikan kepadanya oleh si beruang.
Beruang yang kini dipanggil Shifu oleh Siaw Jin memang merupakan seekor beruang kutub yang dulu dibawa oleh mendiang Xian Cianpwe dalam perantauan nya bertapa ke tempat paling dingin di belahan dunia itu.
Dari kecil beruang es itu di didik oleh si manusia dewa hingga kini dia secerdas dan sepintar manusia. Hanya bedanya beruang itu tidak bisa berkata kata seperti manusia pada umumnya.
Siang itu Siaw Jin sedang melatih dirinya di depan pintu gua paling luar dimana suhu saat itu sangatlah dingin.
Siaw Jin di pendam oleh beruang yang kini kita sebut saja Shifu sebatas lehernya dengan bongkahan bongkahan salju yang sangat dingin.
Dapat dipastikan, jika manusia biasa yang dipendam seperti itu, lima menit saja pasti akan demam. Namun tubuh Siaw Jin setelah dia terkena racun hartawan Ki dan di beri ramuan oleh Xiansu, ditambah lagi bola khusus yang setiap harinya diberikan oleh Shifu kepadanya membuat tubuh Siaw Jin kini jauh lebih kuat daya tahannya dibandingkan tubuh orang dewasa ahli silat sekalipun.
Siaw Jin berusaha mengerahkan tenaga panas dari dalam tubuhnya untuk melawan rasa dingin yang sangat berat dirasakannya. Padahal baru dua jam dia berdiam di dalam timbunan es tersebut.
Masih ada tiga jam lagi sampai latihan nya seperti itu selesai. Meski hampir tak sanggup menahan, namun bukan Siaw Jin namanya jika dia menyerah terhadap tantangan apapun dalam hidupnya.
Meskipun harus mati, Siaw Jin tak akan mundur atas apapun yang telah diputuskannya. Saat itu, Shifu masuk ke dalam gua hampir sejam dia berada di dalam gua, baru lah beruang itu keluar lagi menjaga Siaw Jin.
Begitulah hari hari Siaw Jin kini dilaluinya dengan sangat berat dan susah.
Namun ketika malam hari, dengan bantuan penerangan yang dibuatnya di dalam gua itu, semangat Siaw Jin kembali mantab setelah dia membaca kitab Dewa Sakti.
Bukan hanya ilmu silat tinggi saja yang di ajarkan disitu. Namun banyak pula pelajaran hidup dan wejangan wejangan agar dapat menyatu dengan alam sebagaimana telah dirasakan oleh Si manusia dewa Xian Cianpwe.
Hingga Siaw Jin tertidur malam itu, dia masih memegang kitab dewa sakti ditangannya. Hanya Shifu sang beruang yang kini selalu memperhatikannya seperti orang tuanya sendiri.
BERSAMBUNG. . .