🔥Bocil dilarang mampir, dosa tanggung masing-masing 🔥
———
"Mendesah, Ruka!"
"El, lo gila! berhenti!!!" Ruka mendorong El yang menindihnya.
"lo istri gue, apa gue gak boleh pakek lo?"
"El.... kita gak sedekat ini, minggir!" Ruka mendorong tubuh El menjauh, namun kekuatan gadis itu tak bisa menandingi kekuatan El.
"MINGGIR ATAU GUE BUNUH LO!"
———
El Zio dan Haruka, dua manusia dengan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang terpaksa diikat dalam sebuah janji suci pernikahan.
Rumah tangga keduanya sangat jauh dari kata harmonis, bahkan Ruka tidak mau disentuh oleh suaminya yang merupakan Badboy dan ketua geng motor di sekolahnya. Sementara Ruka yang menjabat sebagai ketua Osis harus menjaga nama baiknya dan merahasiakan pernikahan yang lebih mirip dengan neraka itu.
Akankah pernikahan El dan Ruka baik-baik saja, atau malah berakhir di pengadilan agama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Enyah dari kamar gue!" Ruka berteriak kencang, wajahnya memerah karena marah dan malu saat melihat El dengan santai memasuki kamarnya tanpa izin.
El, dengan gaya khasnya, menyandarkan tubuhnya di pintu, matanya tajam menatap gadis yang kini menjadi istrinya. "Sekarang lo istri gue, Ruka. Bahkan, gue punya hak untuk..." ia menyeringai, "unboxing lo malam ini."
Wajah Ruka semakin merah, kali ini bercampur dengan ketakutan dan kemarahan yang mendidih. "Berani lo maju, gue..." kata-katanya tertahan, matanya liar mencari sesuatu—apa saja—untuk melindungi dirinya.
El melangkah maju, mendekati Ruka dengan tatapan yang sulit diartikan. "Gue apa? Teriak? Silahkan. Mau manggil nyokap bokap lo? Paling mereka ketawa sambil mikir kalau mantunya ini sangat perkasa, bikin lo teriak-teriak keenakan."
Glek!
Ruka menelan salivanya dengan gugup. Bayangan yang tidak ingin ia pikirkan tiba-tiba melintas di benaknya. Malam pertama. Sepasang suami istri. Adegan-adegan mesum yang hanya ia lihat di drama atau baca di novel dewasa.
El menangkap perubahan di wajah Ruka, dan itu membuatnya semakin percaya diri. "Kenapa lo?" tanyanya sambil berjalan semakin mendekat. "Nafsu sama gue, ya?"
Dengan santai, El menyelipkan jemarinya ke rambutnya, menyugar helai-helai hitam itu ke belakang. Wajahnya yang biasanya terlihat urakan kini tampak berbeda—rapi dan memancarkan pesona maskulin yang sulit diabaikan. Setelan semi-formal yang ia kenakan menonjolkan tubuh atletisnya, membuatnya terlihat seperti model dari majalah pria.
"Jangan mimpi!" Ruka berteriak, mencoba menutupi kegugupannya. Ia mundur selangkah demi selangkah, sampai punggungnya menabrak dinding kamar.
El tertawa kecil, "Tenang aja, gue gak bakal maksa lo... malam ini." Ia menekankan dua kata terakhir itu dengan nada menggoda, membuat Ruka semakin bingung apakah ia harus lega atau justru lebih waspada.
"Keluar! Lo gak punya hak masuk kamar gue tanpa izin!"
El mengangkat bahu, ekspresi santainya seperti tidak memedulikan protes itu. "Kamar lo? Kayaknya lo lupa, ini kamar kita sekarang, Nyonya El Zio." Ia menekankan nama baru itu dengan penuh ejekan, lalu berbalik menuju pintu. "Tapi santai aja, gue gak bakal ngelakuin apa-apa... belum sih, lebih tepatnya."
Sebelum melangkah keluar, El menolehkan kepala, matanya memandang Ruka dari atas ke bawah. "Tidur nyenyak, istri gue yang manis."
Pintu tertutup dengan bunyi klik yang tajam, meninggalkan Ruka berdiri kaku di tempatnya. Dadanya naik turun, mencoba mengatur napas yang tak karuan.
"Brengsek," gumamnya pelan, sembari meremas seprai di sampingnya. Ruka tahu, malam ini El mungkin telah pergi, tapi ancaman kehadirannya akan selalu membayangi. Ia harus memikirkan cara untuk menghadapi pria itu—pria yang sekarang, sialnya, adalah suaminya.
Belum sempat Ruka menemukan cara untuk menenangkan pikirannya, pintu kamar kembali terbuka. Sosok El muncul lagi dengan ekspresi santai, seolah ia pemilik penuh kamar itu.
"Gue lupa," katanya sembari memasuki ruangan tanpa meminta izin. "Bokap nyuruh gue buat gak ninggalin lo sendiri malam ini."
Ruka mendengus keras, matanya menyipit penuh kebencian. "Pergi aja! Gue malah bersyukur kalau lo enyah!"
El hanya tersenyum miring, senyum khas yang membuat darah Ruka mendidih. Dengan santai, ia melepas jas mahalnya, lalu menggantungnya di kursi terdekat. "Mana bisa. Malam ini, kan, malam pengantin kita."
"El, gak lucu ya!" protes Ruka, tubuhnya makin menegang ketika mendengar 'malam pengantin'.
El tidak menanggapi. Ia mulai membuka kancing kemejanya satu per satu, gerakannya lambat dan penuh percaya diri. "Mau gaya apa? Gue atau lo yang di atas?" godanya.
Wajah Ruka memerah. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, mencoba mempertahankan diri. "Lo mau apa? Kancingin lagi gak tuh baju?!"
"Enggak mau," katanya dengan santai, El tertawa kecil,langkahnya semakin mendekati Ruka. "Kayaknya malam ini gue pengen deh."
"El, lo gila!" pekik Ruka, panik. Ia merapat ke dinding, mencoba menciptakan jarak antara dirinya dan pria itu. Kebaya yang masih ia kenakan membuatnya merasa semakin rapuh, seolah situasinya bisa lepas kendali kapan saja.
El menghentikan langkahnya tepat di depan Ruka, wajahnya kini hanya beberapa inci dari wajah gadis itu. "Kenapa? Lo takut?" ejeknya. "Tenang aja, gak sakit kok. Gue pastiin lo bakalan ketagihan, gue jago goyang."
"Stop!" Ruka menutup telinga dengan kedua tangan. Telinga sucinya benar-benar tercemar oleh kalimat-kalimat seronok yang suaminya keluarkan.
El menyeringai, dia seperti mendapatkan mainan baru. Ruka begitu lucu, dan penuh ekspresif. "Ah, istri gue lucu banget. Belum juga mulai, udah panas aja." El menyambar remote AC dan menurunkan suhunya sampai 16 derajat. Lalu kembali menoleh kepada istrinya yang gemetar ketakutan.
"Berani lo kesini, gue teriak!"
Seolah tak peduli, pria itu melepas kemejanya dan membuang sembarangan dilantai, tonjolan otot-otot perut yang terbentuk sangat sexy terpampang nyata di depan mata Ruka.
"DASAR MESUM!!!" Ruka berteriak sambil menutup kedua matanya. "mata suci gue ternodai, ya Allah.. ah—"
Secepat kilat, El menahan tangan Ruka, "kenapa di tutup? Lo harus lihat dan rasakan, betapa sexy nya tubuh suami lo." seolah terhipnotis, El dengan mudah mengarahkan tangan istrinya untuk menyentuh otot perutnya.
Ruka terperanjat, tapi tak mampu menarik tangannya saat El menggenggamnya dengan erat. "Gila lo, El! Lepasin tangan gue!" teriaknya panik. Pipinya memanas, baik karena marah maupun malu.
Bukannya mendengarkan, El, justru menurunkan pandangannya pada tangan Ruka yang ia arahkan menyentuh perutnya. "Santai, Nyonya El Zio. Lo harus mulai terbiasa menikmati keindahan ini. Gue gak main-main soal ini, tahu?"
"Keindahan apanya? Dasar narsis!" balas Ruka sengit, berusaha menarik tangannya sekuat tenaga. Namun, genggaman El terlalu kuat, seolah pria itu sengaja membuatnya kesal.
El menyeringai, senyum jahat khasnya muncul lagi. "Mata lo tadi aja gak bisa lepas dari gue. Ngaku aja, lo terpesona, kan? Gue udah berbaik hati perbolehin lo pegang perut gue yang sixpack."
"Terpesona apanya?! Gue cuma shock! Beda tipis sama jijik, tahu gak?" Ruka melotot, wajahnya semakin merah. Ia merasa seperti seekor kucing yang dipojokkan oleh seekor harimau besar.
"Jijik?" El mengulang kata itu dengan nada tak percaya. Alisnya terangkat, menandakan rasa tersinggung yang tak ia sembunyikan. "Lo bilang lo jijik sama gue?"
"Iya, gue jijik! Kenapa? Gak biasa dengar orang ngomong jujur ke lo?" balasnya dengan suara lantang, meskipun tangannya sedikit gemetar.
El menatapnya dalam-dalam, matanya menyipit seolah mencoba membaca pikiran Ruka. "Menarik. Lo tahu gak, cewek-cewek biasanya ngantri buat bisa sedekat ini sama gue?"
Ruka mendengus, mencoba menunjukkan ketidaktertarikannya. "Bagus buat mereka. Mungkin lo harus balik ke salah satu dari mereka, dan berhenti ganggu hidup gue."
"Sayangnya, sekarang gue terikat sama lo, Nyonya El Zio. Dan itu berarti, lo harus terbiasa dengan kehadiran gue."
Ruka merapatkan kedua tangan di depan dadanya, seperti ingin membangun perisai dari kata-kata El yang terus menusuk. "Dengar ya, El. Gue gak peduli lo suami gue atau bukan. Gue gak akan pernah terbiasa sama lo, apalagi nerima lo."
El mendekat selangkah, senyum sinis kembali menghiasi wajahnya. "Lo pikir gue butuh diterima sama lo? Gue cuma mau satu hal, Ruka."
"Apa? Lo mau gue cabut dari sini?" Ruka mencoba menyela dengan nada sarkastis.
El menundukkan kepalanya sedikit, sehingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. "Gue cuma mau bibir lo." tanpa aba-aba dan peringatan, El menyambar bibir Ruka dengan kasar.
"Emmmppphhhh...." Ruka berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi genggaman El di tengkuknya terlalu kuat. Bibirnya merasakan gigitan kecil yang memaksa, sementara napasnya memburu dalam keterkejutan dan kemarahan.
El mendominasi, gerakannya kasar dan penuh tekanan, seperti ingin menegaskan siapa yang berkuasa. Namun, rasa puas yang biasanya ia rasakan justru terusik oleh ekspresi Ruka. Bukan ketakutan yang ia temui di sana, melainkan kemarahan yang berkobar.
"Lo gila, ya?! Gue bukan boneka lo!" Ruka berhasil mendorong El dengan kedua tangannya setelah berjuang mati-matian. Tubuh El mundur satu langkah, tapi senyumnya masih terukir.
"Gue gak bilang lo boneka. Tapi lo istri gue, dan gue punya hak, kan?" El menyeka bibirnya dengan punggung tangannya, lalu menatap Ruka dengan pandangan menantang. "bibir lo manis juga."
Ruka mengusap bibirnya yang terasa perih akibat gigitan El. Matanya berkilat marah, seperti api yang siap melahap apapun. "Hak? Hak apaan?! Lo pikir nikah itu cuma soal gituan?"
El memiringkan kepalanya sedikit, menatap Ruka seperti seseorang yang mencoba memahami teka-teki rumit. "Ya, emangnya apa lagi?"
Ruka merasa darahnya mendidih. Ia hanya bisa mengutuk takdirnya yang tidak adil ini. Sudah ia duga, menikah dengan El sama saja membeli tiket ekspres ke neraka.
Sial!
Bersambung...