Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua
"Dan kamu, Naura ... jaga ucapanmu! Jika kamu tak suka dengan kehadiran Weny, kamu bisa pergi atau mengurung diri di kamar. Jangan membuatku melakukan hal yang tak diinginkan!" seru Mas Alex dengan penuh penekanan.
Weny berjalan mendekati ibu mertua Naura. Keduanya tampak tersenyum puas mendengar Alex memarahi istrinya itu.
"Kenapa aku yang harus pergi? Ini rumahku! Jika pun ada yang harus pergi, itu bukan aku tapi dia ...!" seru Naura menunjuk ke arah Weny.
Melihat Naura menunjuk Weny, sepertinya ibu mertuanya tak terima. Dia lalu memprovokasi putranya agar semakin marah dengan istrinya itu.
"Sombong sekali kamu, Naura! Weny datang baik-baik, kenapa kamu begitu marah?" tanya Ibu Rini.
"Kamu jangan terlalu lunak dengan istrimu, Alex. Lihatlah, dia semakin kurang ajar. Tak ada sopannya dengan tamu. Buat malu saja, untung Weny wanita baik, sehingga tak merasa tersinggung," ucap Ibu Rini lagi.
Mendengar ucapan ibu mertuanya, membuat Naura tertawa. Ketiga orang itu menjadi heran.
"Baik hati atau tak tau malu?" tanya Naura sambil tersenyum.
"Ucapanmu makin kurang ajar!" seru Alex.
Tanpa di duga pria itu mengangkat tangannya dan melayangkan tamparan ke wajah sang istri. Naura yang tak siap dengan tindakan suaminya menjadi terkejut dan dia jadi terhuyung ke belakang, karena tamparan yang begitu kerasnya. Pipinya memerah dan terasa panas. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Naura mencoba berdiri tegak kembali. Matanya memandangi wajah suaminya dengan tatapan tajam. Tak ada rasa takut terlihat dari raut muka sang istri.
"Kau menamparku, Mas? Apa kau lupa jika rumah ini milikku, jadi aku berhak menentukan siapa saja yang boleh masuk ke sini!" seru Naura.
"Rumah ini sudah menjadi milikku, apa kamu lupa? Nanti aku perlihatkan surat kuasa yang telah kau tanda tangani, di sana jelas tertulis jika kau telah memberikan rumah ini untukku!" balas Alex. Dia tersenyum licik.
Naura terkejut mendengar ucapan suaminya. Dia merasa tak pernah menandatangani surat kuasa tersebut. Pasti ada kesalahan atau suaminya memalsukan tanda tangannya. Dia berpikir kapan dan di mana dia pernah memberikan tanda tangannya.
Saat Naura terdiam dan merenung, suaminya mengajak Weny dan ibunya untuk makan malam di luar saja. Mereka bertiga pergi meninggalkan rumah dengan perasaan bahagia, berbeda dengan sang istri yang masih terus berpikir, kapan dia menyerahkan rumah ini untuk Alex.
Lama berpikir membuat kepala Naura menjadi sangat pusing. Dia lalu masuk ke kamar dan membaringkan tubuhnya kembali, tanpa peduli kemana perginya sang suami.
**
Semakin larut, Naura merasakan kepalanya makin pusing. Suaminya belum juga kembali. Begitu juga sang mertua. Akhirnya dia memutuskan mencoba tidur dan ke rumah sakit besok saja.
Naura memejamkan matanya walau terasa berat. Sekian lama akhirnya dia tertidur setelah memijat sendiri kepalanya. Hingga pagi menjelang.
Naura bangun ketika jam menunjukan pukul enam pagi. Dia melihat ke samping, tak ada suaminya. Dalam hatinya bertanya-tanya, kemana perginya Alex sehingga tak pulang.
Dengan kepala yang masih terasa pusing dan perut yang kram, Naura melangkah menuju kamar mandi. Dia ingin membersihkan tubuhnya.
Setengah jam kemudian Naura telah siap dan berjalan keluar kamar. Di dapur dia hanya melihat mertuanya sedang sarapan.
"Selamat Pagi, Bu. Mana Mas Alex, kenapa tak ada di kamar?" tanya Naura.
"Mana betah anakku dengan istri seperti kamu. Lebih baik cari pengganti. Sudah tak bisa urus badan, mulutnya kayak comberan lagi. Ngomong tak ada sopan santun!" ucap Ibu Rini.
Naura menarik napas. Dia mencoba menahan diri untuk tidak melawan ucapan mertuanya. Saat ini kepalanya terasa sangat pusing dan perutnya juga kram. Dia tak memiliki energi untuk membantah.
Ditariknya kursi dan mencoba untuk sarapan, tapi selera tak ada. Sehingga Naura memutuskan untuk pergi ke dokter saja. Dia ingin memeriksakan kandungannya yang telah menginjak usia tujuh bulan.
Saat akan pergi, ibu mertuanya melihat dengan tatapan tak suka. Dia langsung bertanya pada Naura.
"Mau kemana kau?" tanya Ibu Rini dengan ucapan kasar.
"Dari kemarin kepalaku terasa pusing. Aku mau periksa kandungan," jawab Naura.
"Periksa kandungan atau mau keluar buat foya-foya?" Kembali ibu mertuanya bertanya.
"Bu, aku benar-benar sakit kepala. Jika pun aku mau berfoya-foya Ibu mau apa? Apa Ibu lupa jika semua yang Ibu dan Mas Alex pakai dan gunakan adalah milikku. Kalian hanya numpang hidup!" seru Naura.
Naura sudah mencoba menahan emosi dan amarahnya, tapi ibu mertua selalu saja memancing. Sepertinya memang harus diingatkan lagi, bagaimana posisinya di rumah ini.
Wajah Ibu Rini tampak memerah menahan malu dan amarah. Dia langsung membentak.
"Apa kau lupa dengan apa yang anakku katakan! Jika rumah dan semua hartamu telah kau berikan pada Alex, jadi kau jangan sok dan belagu. Bisa saja nanti Alex mengusir mu!" teriak Ibu Rini.
Dada Naura terasa makin sesak mendengar ucapan Ibu mertuanya. Entah sejak kapan dia menyerahkan semua hartanya untuk sang suami. Dia bukanlah wanita bodoh. Jika pun benar, pasti Alex yang telah memalsukan semua. Dia harus menyelidiki semua ini, tapi terlebih dahulu dia ingin ke rumah sakit.
Tanpa pedulikan Ibu Rini, Naura terus berjalan menuju mobilnya. Tak peduli ibu mertua yang mengomel melihat kepergiannya.
Sampai di rumah sakit, Naura langsung menuju ruang dokter kandungan. Beruntung dia mengenal dokter itu. Dia merupakan sahabat ibunya dulu. Sehingga ada kemudahan baginya dalam periksa kandungan.
Naura di minta langsung masuk ke ruang kerja. Melihat kehadiran wanita itu, sang dokter langsung tersenyum.
"Selamat Pagi, Naura!" sapa Dokter Cindy.
"Selamat Pagi, Dokter," jawab Naura.
"Apa ada yang bisa Tante bantu?" tanya Dokter Cindy.
"Dua hari ini kepalaku terasa sangat pusing, Dokter. Aku takut ada masalah dengan kandungan ini," jawab Naura selanjutnya.
"Jangan panggil dokter. Seperti biasa saja, panggil tante. Kamu berbaringlah, biar Tante periksa."
Dokter Cindy lalu meminta Naura berbaring. Di bantu seorang perawat, dia menaiki ranjang. Setelah itu dokter mulai memeriksa. Dari tensi hingga detak jantung bayi. Setelah merasa cukup, dokter memintanya kembali duduk.
"Bagiamana Tante? Apa ada masalah dengan kandunganku?" tanya Naura tak sabar menunggu penjelasan dari dokter itu.
"Setelah melakukan pemeriksaan, ternyata tensi darahmu tetap tinggi. Sepertinya kamu mengalami pre-eklamsia."
"Apa itu pre-eklampsia, Tante?" tanya Naura dengan perasaan cemas.
"Pre-eklampsia adalah kondisi akibat dari tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol pada ibu hamil," jawab Dokter Cindy.
"Apakah itu berbahaya, Tante?" Kembali Naura bertanya dengan cemas.
"Bisa sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Dan yang pasti kamu harus melahirkan secara sesar, tidak dianjurkan normal," jawab Dokter Cindy dengan suara hati-hati, mungkin tak ingin membuat Naura semakin cemas.
Dasar buaya buntung...
Kok malah manggil Naura bukan dirinya.. 😅😅😅😅