kisah cinta seorang gadis bar-bar yang dilamar seorang ustadz. Masa lalu yang perlahan terkuak dan mengoyak segalanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Adiba yang masih sibuk memilih Gamis untuk bundanya, terpaksa menoleh ke arah Yana yang sudah heboh. Yana masih tidak melepas pandangan dan tangannya menujuk ke arah sosok itu. Adiba pun ikut melihat ke arah yang sama. Mata Diba melebar sempurna, jantungnya berdegup kencang dan lututnya serassa mau lepas. Bulir bening mulai menggenangi pelupuk matanya.
Diujung sana tampak Arga yang sedang berjalan ke salah satu meja dan merangkul seorang wanita. Ia juga tampak menarik kursi untuk wanita itu. Keduanya bahkan terlihat saling melempar senyum. Arga duduk di hadapan si wanita, tangannya terulur menyingkirkan anak rambut ke belakang telinga wanita itu. Persis seperti saat Adiba dan Arga jika makan bersama. Tangan Adiba mengepal kuat, ia sudah dibohongim oleh Arga yang mengaku sedang berada di Malang. Dengan langkah cepat Adiba melangkah, mata Yana melebar melihat Adiba yang berjlan cepat ke arah Arga dan si wanita.
“Adiba!” panggil Yana dengan suara tertahan. Ia jadi berlari kecil menyusul Adiba.
“Diba! Tunggu!” panggil Yana lagi menarik tanggan Diba hingga Adiba terhenti.
“Apa, sih?” protes Diba menatap kesal pada sahabatnya itu.
“Kamu mau ngapain?”
Alih-alih menjawab, Adiba justru balik bertanya, “Menurutmu?”
“Kamu mau nglabrak mereka?!” Yana sudah ketar ketir. Ia hanya tak mau Adiba mempermalukan dirinya sendiri di depan umum. Apalagi setatus mereka masih pacaran. Lucunya, reaksi Adiba di luar dugaan, ia malah terkekeh-kekeh mendengar jawaban dari Yana.
“Kok malah ketawa sih?” Yana bingung.
“Aku nglabrak mereka? Ya enggaklah. Nggak level kali main labrak-labrakan,” sahut Adiba menyentak tangannya agar terlepas dari genggaman Yana.
“Terus kamu ngapain jalan cepat ke sana?” cecar Yana makin bingung. Tangannya berusaha menarik tangan Diba lagi, ia takut jika Diba sampai kalap dan membuat keributan. Namun, Diba lebih cepat menyembunyikan tangannya ke belakang.
“Udah lihat aja!” jawab Diba santai berjalan ke arah Arga duduk dan menikmati munumannya. Yana menyusul, “Ya Alloh, Diba, pliiss! Kamu jangan buat keributan,” gumam Yana lirih.
Diba semakin dekat, tatapan matanya terus melihat tajam pada Arga yang masih belum menyadari keberadaannya. Arga masih tersenyum dan berbincang dengan si wanita. Dari arahnya mendekat, Adiba tak bisa melihat wajah si wanita karena wanita itu duduk membelakangi Adiba.
Arga masih tersenyum dan tertawa dengan pembicaraan yang entah apa. Ia meminum jus jeruknya dan pandangan matanya seketika melihat Adiba yang mendekat dengan langkah santai. Mata Arga mendelik tak percaya, seolah ia adalah maling baru tertangkap basah. Adiba kini berdiri melipat tangannya di dada, di sisi si wanita duduk dan menatap Arga yang salah tingkah. Bahkan meletakkan gelas jusnya saja hampir tumpah.
“Kamu kenapa sih, Yang, kok mukanya kek gitu. Kek lihat hantu aja?” tanya si wanita mengulurkan tangannya hendak mengelap wajah Arga yang berkeringat. Arga segera menampiknya, membuat wajah si wanita heran. “Yang! Kamu kenapa sih?”
Arga langsung berdiri dengan gusar, “Diba, aku bisa jelasin ini.”
Melihat dan mendengar Arga yang tiba-tiba itu, si wanita menoleh dan melihat ke arah Diba berdiri. Ia mengernyit.
“Silahkan! Aku dengerin,” ucap Adiba dengan wajah terangkat.
Arga memucat, ia dalam posisi yang sulit untuk menjelaskan.
“Yang? Dia siapa?” si wanita berdiri memandang Arga dengan tatapan bingung dan menuntut.
“Siapa, YANG?” Adiba menekankan kata YANG. Tangannya masih bersidakep di dada dan wajahnya masih terangkat angkuh. Arga bungkam dan tampak mati kutu. Adiba tersenyum sinis, “Kamu nggak usah capek-capek jelasin, Ga. Aku nggak tega lihat wajah kamu yang kebingungan kek gini.”
“Diba…” Arga memasang wajah memelas.
“Arga, kita putus!”
Adiba berbalik dan tersenyum miris melangkahkan kakinya. Si wanita tampak sangat bingung dengan keadaan dan apa yang Adiba ucapkan. Ia melihat Arga dan berganti pada Adiba beberapa kali. Arga berubah pias dan lemas hingga kakinya mundur ke belakang untuk menopang.
“Yang?” si wanita cemas mendekat ke arah Arga. Tetapi, Arga menampik tangan si wanita. Ia begegas menyusul Adiba. Adiba adalah wanita yang ia cintai. Ia tak ingin kehilangan Adiba. Sedangkan si wanita yang bersamanya saat ini hanya untuk pelampiasan semata karena adiba tak pernah mau jika di ajak berhubungan badan.
“Yang! Kamu mau ke mana?” teriak si wanita menyusul.
Adiba melangkah cepat, walau hatinya hancur karena memergoki Arga sedang berduaan dengan wanita lain yang menyebutnya dengan sebutan Yang. Ditambah, Arga juga sudah menipunya jika sedang berada di Malang padahal ada di mal. Penghianatan, sekaligus penipuan. Hal yang tidak bisa Adiba tolerir sama sekali. Ia berjalan beriringan dengan Yana yang terus menatapnya.
“Apaan sih, kamu? Liat ke depan, ntar nubruk! Baru tau rasa kamu!” omel Adiba tetaop berjalan dengan pandangan lurus ke depan.
“Aku nggak mau nglewatin air matamu, Diba!” sahut Yana tanpa mengalihkan pandangannya. Adiba tertawa kesal dan mendorong pipi Yana ke samping agar berhenti menatap wajahnya.
“Diba!” panggil Arga dari belakang, Adiba tidak menghentikan langkah kakinya sama sekali. Ia tetap berjalan, dan Yana pun melakukan hal yang sama.
“Diba!"
“Diba! Plis, dengerin aku dulu!” pinta Arga menarik lengan Adiba hingga Adiba berbalik dan berhadapan. “Diba, aku bisa jelasin ini!” ucap Arga dngan tampang memelas. Adiba diam.
“Aku nggak cinta sama dia. Aku Cuma cinta dan sayang sama kamu, Diba.”
“Preeettt!” sela Yana mencemooh. Ia langsung mendapat tatapan tak suka dari Arga, tetapi, Yana tak perduli sama sekali.
Arga kembali menatap Adiba dengan penuh permohonan dan memelas. “Percaya sama aku. Aku Cuma cinta dan sayang sama kamu. Dan cewek itu…” Arga menunjuk ke arah belakang,”Aku sama dia Cuma… Cuma…”
Adiba menatap Arga tajam, “Cuma apa?” tuntut Adiba menarik tangannya agar terlepas. Tetapi, Arga masih kuat memegang lengan Adiba.
Arga bingung, ia mengusap kasar wajahnya. “Aku Cuma… Cuma jadikan dia pelampiasan.” Aku Arga tepat saat itu si wanita berhasil menyusul arga dan berdiri di belakangnya. “Aku Cuma jadikan dia pelampiasan karena kamu nggak pernah mau. Tapi, jauh di hati aku, cuma ada kamu, Diba. Nggak ada wanita lain.”
“Apa?”
Arga menoleh mendengar pekikan dari balik tubuhnya, ia berbalik dan mendapati si wanita yang tadi bersamanya itu terlihat sangat marah. “Jadi, kamu hanya jadikan aku pemuas nafsumu aja, Yang?”
Arga mengusap rambutnya ke belakang tampak pusing dan frustasi. “Iya,” jawabnya dengan suara tertahan dan berat.
PLAK!
Wajah Arga terhempas ke samping, wanita itu menampar wajah Arga dengan sangat keras.
“Brengsek, kamu, Ga!”
Arga mengusap pipinya yang terasa panas, menatap wanita yang sudah menamparnya. “Iya, aku memang brensek, Sa. Kita juga sudah berkomitmen sebelumnya. Kamu aja yang terlalu baper.”