Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk Isekai Menjadi Raja Iblis.
Suara hujan deras di luar jendela apartemen menyelimuti malam itu. Tirta, seorang pemuda berusia dua puluh empat tahun, duduk di depan layar komputer dengan ekspresi lelah. Hidupnya datar, monoton, dan kosong. Tiap hari ia bekerja sebagai pegawai di perusahaan yang menuntut banyak tapi memberi sedikit penghargaan. Di sela-sela waktu, ia melarikan diri ke dunia video game, novel, dan anime isekai, berharap ada sesuatu yang bisa membebaskannya dari kehidupan yang membosankan ini.
Namun, malam itu berbeda. Sebuah game isekai baru yang dirilis beberapa hari lalu memikat perhatiannya. Game itu berjudul "Dark Sovereign: Rise of the Demon Lord". Konsepnya menarik; pemain akan diangkat menjadi Raja Iblis dan harus menaklukkan dunia manusia. Tirta tertarik. Ia ingin mencoba peran yang lebih kuat, bukan lagi menjadi pahlawan klise yang menyelamatkan dunia, melainkan seorang penguasa kegelapan.
Ia memutuskan untuk memulai permainan. "Ya, paling tidak di dunia virtual, aku bisa menjadi seseorang yang penting," gumamnya.
Tapi sesuatu yang tak terduga terjadi. Saat Tirta memilih karakternya dan memasuki tahap awal permainan, layar komputernya tiba-tiba bergetar hebat. Lampu-lampu di apartemennya mati. Sebelum sempat bereaksi, ia merasa tubuhnya ditarik oleh kekuatan yang luar biasa kuat—bukan hanya mental, tapi fisik. Tubuhnya tersedot ke dalam layar komputer, dan sebelum semuanya gelap, ia mendengar suara yang berbisik di telinganya:
"Kau telah terpilih, Raja Iblis baru."
Tirta terbangun di tengah dataran luas yang asing. Langitnya berwarna keunguan, dengan kilatan petir yang aneh melintasi cakrawala. Pepohonan kering menjulang tinggi di sekelilingnya, seperti tangan-tangan raksasa yang berusaha meraih langit.
“Apa ini?” Tirta berdiri sambil menepuk-nepuk pakaian hitam yang entah dari mana muncul di tubuhnya. Ia terkejut melihat lengannya, yang kini berotot dan besar, jauh berbeda dari fisiknya di dunia nyata yang kurus dan lemah.
“Ini… bukan mimpi?” gumamnya.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki berat mendekat. Dari balik pepohonan, muncul sosok humanoid tinggi dengan tanduk di kepalanya. Matanya bersinar merah terang, dan tubuhnya ditutupi oleh baju zirah hitam yang tampak berat.
“Tuanku, kau telah bangkit,” ujar makhluk itu dengan suaranya yang dalam dan menggelegar. Ia berlutut di hadapan Tirta.
Tirta mundur beberapa langkah, kebingungan.
“Apa? Siapa kau?”
“Aku adalah Kalgor, komandan pasukan kegelapan. Kau adalah Raja Iblis yang baru, penguasa yang ditakdirkan untuk membawa kegelapan dan kehancuran bagi umat manusia,” kata Kalgor sambil membungkuk lebih rendah.
Tirta tercengang. Ia melihat sekeliling, mencoba mencerna situasinya. Semua yang ada di sini tampak nyata—dari angin dingin yang menusuk kulitnya hingga tanah kasar di bawah kakinya. Apakah ini benar-benar isekai? Apakah dia benar-benar telah dipanggil ke dunia lain?
Namun sebelum Tirta sempat berpikir lebih jauh, tanah di hadapannya bergetar. Dari celah di bumi, muncul makhluk-makhluk menyeramkan lainnya—iblis-iblis bersayap, serigala hitam besar, dan banyak lagi yang mengerikan. Semua berlutut di hadapannya, menyebutnya "Tuan."
“Ini... terlalu nyata,” Tirta bergumam. “Apa aku benar-benar Raja Iblis?”
Kalgor mengangguk, dan dengan gerakan tangannya, sebuah cermin muncul di hadapan Tirta. Di dalamnya, ia melihat bayangan dirinya yang telah berubah total—rambutnya hitam legam dengan cahaya ungu yang misterius, matanya bersinar merah menyala, dan tubuhnya tinggi serta kuat. Sebuah mahkota hitam menghiasi kepalanya.
“Jadi ini aku sekarang,” Tirta berbisik. Ada perasaan campur aduk di dalam dirinya—antara ketakutan dan kegembiraan yang mendebarkan. Di dunia nyata, ia bukan siapa-siapa. Di sini, ia adalah penguasa. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Kalgor menjawab tanpa ragu. “Kita mulai dari kerajaan manusia terdekat. Mereka harus tahu bahwa Raja Iblis telah kembali.”
Hari-hari berikutnya berjalan cepat bagi Tirta. Kalgor dan para pengikut iblis lainnya setia mematuhi setiap perintahnya, namun Tirta tidak sepenuhnya yakin apa yang ia lakukan. Ia tahu, di dalam kisah-kisah isekai, Raja Iblis selalu menjadi musuh, tapi di sini, dia tidak merasa jahat. Seiring waktu, ia mulai memahami kekuatannya—ia bisa mengendalikan kegelapan, menciptakan monster, bahkan menaklukkan pikiran manusia.
Namun, Tirta juga mulai merasakan sesuatu yang aneh. Semakin ia menggunakan kekuatannya, semakin kuat dorongan jahat dalam dirinya. Kegelapan seolah berbisik di telinganya, memintanya untuk menaklukkan lebih banyak, menghancurkan lebih banyak.
Suatu malam, setelah menaklukkan sebuah desa kecil manusia tanpa perlawanan berarti, Tirta duduk di atas singgasananya, memikirkan apa yang telah ia lakukan. Hatinya bercampur aduk.
"Apakah aku benar-benar harus melakukan ini?" tanyanya kepada Kalgor yang setia berdiri di sisinya.
“Tuanku, kehancuran umat manusia adalah takdir kita,” jawab Kalgor tegas. “Tanpa kekuatan kegelapan, dunia akan jatuh dalam kehampaan. Kau adalah penguasa yang ditakdirkan untuk mengendalikan segalanya.”
Tirta terdiam. Pikiran untuk menghancurkan umat manusia tidak sepenuhnya menarik baginya, tapi entah kenapa, kekuatan dalam dirinya terus memaksa. Setiap kali ia mencoba menahan diri, kepalanya berdenyut, seolah-olah ada sesuatu yang ingin keluar, sesuatu yang ingin dilepaskan.
“Lalu, apa tujuan akhir kita?” Tirta bertanya lagi.
“Kita akan menaklukkan kerajaan manusia terbesar. Setelah itu, kau akan menguasai dunia ini sepenuhnya.”
***
Ketika malam semakin larut, Tirta duduk di ruang tahtanya, memandang peta dunia yang terhampar di depannya. Seluruh penjuru kerajaan iblis tunduk padanya, dan pasukan kegelapan siap menyerbu kerajaan manusia yang paling besar dan kuat, Kerajaan Valia.
Namun, hatinya belum sepenuhnya puas. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini jalan yang benar? Apakah ini benar-benar yang diinginkannya?
Dalam keheningan itu, terdengar langkah kaki lembut memasuki ruangan. Seorang wanita berwajah cantik dengan rambut perak panjang masuk. Dia adalah Lira, penasihat sihir di kerajaan iblis, namun berbeda dengan yang lain, pandangannya lembut dan tenang.
“Tuanku,” katanya pelan, “ada sesuatu yang ingin kubicarakan.”
“Apa itu, Lira?” tanya Tirta.
Lira mendekat dan menatapnya langsung. “Kau merasa ragu, bukan?”
Tirta terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Aku tidak yakin apakah semua ini benar. Aku tidak pernah membayangkan diriku sebagai Raja Iblis, tapi sekarang aku di sini, dan... rasanya ada sesuatu yang salah.”
Lira menarik napas dalam. “Aku mengerti, Tuanku. Tapi ingatlah, kekuatan kegelapan bukanlah sesuatu yang bisa dihindari begitu saja. Semakin kau melawan, semakin kuat dorongan itu. Kau harus memilih, apakah kau akan memeluk kekuatan ini dan menerima takdirmu, atau mencoba menemukan jalan lain.”
“Jalan lain?” Tirta tertarik. “Apakah ada jalan lain?”
Lira mengangguk. “Ada, tapi itu tidak mudah. Kau harus melawan kekuatan kegelapan dari dalam dirimu sendiri, dan itu bisa sangat berbahaya. Jika gagal, kau mungkin akan hancur, atau lebih buruk lagi, kehilangan kendali sepenuhnya.”
Tirta terdiam, merenungkan kata-kata Lira. Ini adalah saat krusial. Di satu sisi, kekuatan yang ia miliki memberinya segalanya—kekuatan, kekuasaan, dan rasa dihormati. Tapi di sisi lain, hatinya merasa tertekan oleh dorongan untuk menghancurkan.
“Lira, apa yang akan kau lakukan jika kau berada di posisiku?” tanya Tirta pelan.
Lira menatapnya dalam, dan dengan senyum lembut, ia menjawab, “Aku akan mengikuti hatiku, Tuanku. Kadang kekuatan terbesar bukanlah yang berasal dari luar, tapi yang berasal dari dalam diri kita.”
Malam itu, Tirta duduk termenung di singgasananya. Sebuah pilihan berat ada di depan mata—menjadi