IG elis.kurniasih.5
Hanin Aqila seorang wanita sederhana yang baru mengenal cinta. Namun siapa sangka kekasih yang ia pacari selama setahun ini adalah pria beristri. Hanin tak pernah tahu itu. Istri dari kekasihnya pun bukan sembarang orang, wanita itu adalah adik dari pria yang bernama Kenan Aditama, pemilik bisnis properti dan eksport terbesar se ASIA.
Cap pelakor dan wanita penggoda melekat di diri Hanin. Hidupnya pun harus berurusan dengan keluarga Aditama yang terkenal angkuh dan sombong.
"Aku akan menikahi wanita penggoda itu, agar dia tak lagi menggoda suami adikku." Ucap Kenan dingin, sambil melihat keluar jendela.
Walau Kenan belum menikah, tapi ia sudah memiliki kekasih yang ia pacari selama lima tahun.
Bagaimanakah hidup Hanin selanjutnya? Akankah Kenan mampu mempertahankan pernikahan sang adik? Atau justru Kenan malah benar-benar menyukai wanita yang di sebut sebagai wanita penggoda itu?
Simak yuk guys
Terima kasih 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terdiam dalam pikiran masing-masing
Hanin masih duduk di atas tempat tidur dengan tangan yang juga masih tertancap jarum infus. Di seberang sana, Kenan tengah duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya.
Hanin duduk gelisah, karena ia ingin sekali buang air kecil. Ia pun mencoba untuk bangun. Ia juga mencoba menggelengkan kepalanya, rasanya kepala ini sudah tidak lagi berat seperti sebelumnya.
“Mau kemana?” tanya Kenan tanpa melirik ke arah Hanin yang baru saja menurunkan kakinya menyentuh lantai.
“Wah nih orang punya indera ke enam kali ya? Ngga liat aja bisa tau pergerakan gue,” gumam Hanin dalam hati, sembari melirik ke arah Kenan yang tengah serius dengan pekerjaannya.
“Kok diam? Kenapa ngga jawab?” tanya Kenan yang kini membalas lirikan Hanin dengan tatapan sempurna.
Kenan meletakkan laptop itu di atas meja dan berjalan menghampiri Hanin.
“Mau kemana? Kabur?”
“Bagaimana bisa kabur, tangan aku masih seperti ini.” Hanin menunjukkan tangannya sambil cemberut.
Kenan berjongkok, mensejajarkan tubuh Hanin yang masih duduk di pinggir ranjang dengan kaki menjuntai ke bawah hingga rasa dingin lantai sampai pada telapak kakinya.
“Mau kemana?” tanya Kenan lagi.
“Aku ingin ke kamar mandi. Ingin buang air kecil,” jawab Hanin pelan.
“Sini, aku bantu.” Kenan berdiri dan mengambil kantung infus yang di gantung pada dinding yang terletak persis di atas ranjang itu. kebetulan dinding itu terdapat pengait, sehingga pihak hotel tak perlu menyediakan tiang besi untuk meletakkan kantung infus itu.
Kenan berjalan di samping Hanin, sambil membawa kantung infus yang di angkat tinggi. Sesampainya di depan kamar mandi, Kenan pun ikut memasuki kamar mandi itu setelah Hanin masuk lebih dulu.
“Ngapain ikut masuk?” tanya Hanin dengan menahan tangannya ke dada Kenan.
“Kalau aku tidak masuk, ini bagaimana?” Kenan menunjuk kantung infus yang ia pegang tinggi ke atas.
“Sini, aku saja yang pegang!”
Kenan pun langsung menarik kantung infus itu agar tak di jangkau oleh Hanin. “Ngga bisa, ini tuh harus dipegang lebih tinggi. Kalau kamu yang pegang jadinya nanti sejajar.”
“Ribet,” jawab Hanin malas.
Kenan tersenyum dan menunjuk pada kloset di hadapannya. “Ya udah duduk!”
Mau tidak mau, Hanin pun berdiri di depan kloset dan memposisikan diri. Aktifitasnya terhenti, saat ia hendak membuka cel*n* d*l*m. Ia melihat Kenan berdiri persis di hadapannya, sambil memegangi kantung infus itu.
“Cepat! Masih banyak pekerjaan yang belum aku selesaikan.” Kenan kesal melihat pergerakan Hanin yang lambat.
“Tutup matamu! Nanti ngintip.”
Kenan tertawa. “Aku sudah tahu bentuk milikmu.”
Hanin cemberut dan mulai duduk di kloset itu sambil membuka kain yang menutupi miliknya perlahan.
“Hanya saja, belum merasakan berada di dalam sana.” Kenan melanjutkan perkataannya dengan santai.
Seketika Hanin menonggak dan membulatkan matanya ke arah Kenan. Namun, Kenan malah tertawa. “Itu hakku, kau belum memberinya.”
“Ngga akan. Dasar psyco!” Sungut Hanin dengan wajah yang semakin di tekuk.
Kenan kembali tertawa.
“Ish, menyebalkan.” Hanin memalingkan wajahnya ke sembarang arah, tapi Kenan masih menatapnya. Sungguh pria itu menyukai ekspresi Hanin yang seperti ini.
Ia pun berusaha menutupi bagian itu dengan kemeja kebesaran milik Kenan. Untung saja, kemeja itu besar dan mampu menutupi bagian miliknya.
“Apa liat-liat?” Hanin membulatkan matanya, saat ia duduk dan mendongak ke atas, ternyata Kenan masih menatapnya.
“Udah cepet!”
Hanin berdiri mempercepat gerakannya dan membenahi pakaian dalamnya, setelah dibersihkan. Lalu, ia pun keluar dari kamar mandi itu, di iringi langkah Kenan di sampingnya. Kenan dengan telaten merawat Hanin yang sedang sakit. Seharusnya Hanin berterima kasih dengan apa yang dilakukan Kenan. Namun, rasa kesal yang sudah banyak di hati Hanin untuk suaminya itu, membuat Hanin enggan mengucapkan kedua kata itu.
“Istirahatlah lagi! Nanti waktunya makan siang, akan aku bangunkan.” Kenan meletakkan kembali kantung infus itu pada tempatnya.
Hanin kembali duduk di atas tempat tidur. “Aku ngga ngantuk.”
“Terserah.”
Dret.. Dret.. Dret..
Kenan melangkahkan kakinya ke arah laptop dan meninggalkan Hanin. Ponselnya berdering dan ia pun ingin mengangkatnya. Kenan meraih ponsel itu dan tertera dana Vanesa di sana.
Kenan menekan tombol hijau untuk mengangkat telepon itu. “Halo.”
“Sayang ....” ucap Vanesa histeris. Akhirnya, sang kekasih mengangkat telepon darinya.
“Kamu lama sekali di sana. Kapan kembali?” tanya Vanesa manja.
Kenan melirik ke arah Hanin yang tengah menonton televisi. Lalu, ia berjalan ke arah balkon an berdiri di luar sana. Hanin pun melihat Kenan yang menjauh darinya.
“Besok aku pulang,” jawab Kenan.
“Aku rindu, Sayang. Kamu juga ‘kan?”
“Iya.” Kenan menjawab singkat.
“Ya sudah, besok aku akan menjemputmu di bandara.”
“Tidak perlu, Van. Aku sudah di jemput Vicky.”
“Tapi aku sangat merindukanmu, Sayang.” Vanesa masih merengek manja.
“Sesampainya di jakarta, aku langsung menemui klien bersama Vicky. Jadi kau tunggulah dirumahmu, aku akan ke sana setelah pekerjaanku selesai,” jawab Kenan, hanya untuk menenagkan kekasihnya yang banyak menuntut itu.
“Beneran ya?”
“Iya.”
“Oke, Sayang. aku tunggu kamu di rumah. Jangan lupa makan ya, jaga kesehatnan.”
“Ya.” Kenan mengangguk, sambil tetap menempelkan ponsel itu di telinga kanannya.
“Love you, Sayang,” ucap Vanesa di akhir percakapan itu.
“Hmm ....” Kenan pun menutup telepon itu.
Sudah lebih dari dua tahun, Kenan tak pernah menjawab pernyataan cinta dari sang kekasih. Entah apa yang ia rasakan saat ini pada Vanesa, terlebih saat ini sudah ada Hanin yang berstatus istrinya yang sah secara agama, walau belum tercatat di negaranya, tapi catatan pernikahan itu sudah tercatat di negara ini.
Kenan membalikkan tubuhnya, sembari memasukkan ponsel itu ke saku celana pendek yang ia kenakan. Matanya mengarah pada Hanin yang tengah duduk di sana dengan arah mata yang tertuju pada televisi. Seketika, bibir Kenan menyungging senyum. Bersama Hanin, ia selalu tersenyum dan tertawa, berbeda ketika bersama Vanesa. Wanita yang sudah ia pacari selama lima tahun itu, terlalu glamour, hobbynya berpesta dan belanja, membuat Kenan semakin malas. Padahal sebelumnya, Vanesa tidak seperti itu. Namun, setelah lulus kuliah dan mulai menggeluti dunia modeling, kemudian berteman dengan selebritis sosialita, sang kekasih semakin berubah.
Kenan kembali duduk di sofa. Ia menunggu Hanin mengeluarkan suara dan menanyakan siapa orang yang meneleponnya tadi? Tapi ternyata, Hanin memilih diam. Ia tak tahu, apakah Hanin mengetahui bahwa dirinya saat ini memiliki tunangan? Kalau pun, Hanin tahu, ia tak pedulo. Ia akan tetap memastikan sang istri berada di genggamannya. Soal Vanesa, itu belakangan.
Lalu, beberapa menit kemudian, Hanin memanggil Kenan.
“Ken.”
“Hmm ....” Kenan mendongakkan kepalanya.
“Besok kita ke Jakarta?” tanya Hanin.
Kenan mengangguk. “Penerbangan pukul 11. Sekarang kondisimu sudah lebih baik ‘kan?”
Hanin mengangguk.
Keduanya terdiam dalam pikiran masing-masing. Kenan sedang berpikir untuk menata hidupya setelah ini, karena ia akan berperan sebagai suami Hanin sekaligus tunangan Vanesa. Ia akan menyembunyikan status pernikahannya dengan Hanin hingga Kiara melahirkan. Walau nantinya Vanesa mengetahui pernikahan ini, ia pun akan siap untuk memilih. Namun sebelum itu, ia akan memastikan Kiara dan Gunawan tetap bersama dan hidup bahagia bersama bayinya.
Sementara Hanin, berpikir lain, justru ia masih ingin kabur dari Kenan. Tidak terbesit sedikitpun, ia akan menata hidupnya bersama sang suami, karena ia tahu saat ini Kenan memiliki tunangan yang merupakan model itu. Ia cukup tahu diri, jika di sandingkan dengan Vanesa, ia merasa tak ada apa-apa. Padahal secara fisik, Hanin tak kalah cantik dengan Vanesa, hanya saja cara berpakaian Hanin sederhana dan bermake up natural. Walau begitu, ia tetap terlihat cantik dan lembut, yang mampu menggoda pria arogan seperti Kenan.
ternyata dunia novel benar2 sempit, sesempit pikiran Gun Gun 🤭
ingat umur daaaad...!!!!
ternyata mami Rasti sama dgn Hanin kehidupan masa lalu nya..🥺
CEO tp g ada otak nya,,mesti nya kamu tuh cari dlu kebenaran nya Ken sebelum menghukum Hanin..kamu tuh kaya CEO bodoh g bisa berprilaku bijak..benar2 arogan..😠