Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Aku menunggumu disudut waktu. Dengan rindu dan ingin temu. Seharusnya kubuang rasa itu. Karena ruang temu kita hanya semu.
🔥🔥🔥
Mereka terus saja bercanda. Terbahak sesekali dan saling melemparkan ejekan. Suasana di mobil semakin riuh. Banyak hal yang mereka bahas.
"Aluna, beb, apa ada yang bisa kita bantu untuk membalas dua pengkhianat itu."
Tiba-tiba Juan bertanya yang membuat Aluna terdiam. Aluna memandang ketiga lelaki di depannya.
" Entahlah, saya belum kepikiran." Jawab Aluna pelan. Pandangan matanya tiba-tiba kosong. Dia seperti ditampar keadaan yang sebenarnya.
" Tidak usah sungkan. Kita akan mendukung apa pun yang akan kamu pilih dan lakukan. Kita tahu mereka sudah keterlaluan. " Tambah Azlan.
"Saya hanya berharap tidak pernah berjumpa lagi dengan mereka berdua." Jawab Aluna pelan. Tiba-tiba teringat semua yang pernah dia ketahui tentang pengkhianatan mereka. Seperti sebuah film, tiba-tiba semua kejadian muncul dalam ingatan. Berkelebat memenuhi ruang di kepalanya.
Aluna memejamkan mata. Dia duduk bersandar pada sandaran kursi. Tangannya mengepal. Dadanya bergemuruh. Tiba-tiba Kepalanya berdenyut. Sakit sekali.
"Beb, beb, kamu kenapa ? Apa gue membuat kamu teringat semuanya? Beb. Jangan diam saja ." Juan menggoyang tubuh Aluna yang diam tak bergerak. Dia terlihat meringis seperti menahan sakit.
Aluna tak bergeming . Masih diam. Dia tidak menjawab permintaan Juan. Matanya tetap terpejam.
" Sepertinya dia trauma." ucap Arga pelan sambil menoleh ke belakang memandang Aluna.
Juan merengkuh tubuh Aluna. Memeluknya erat. Tubuh Aluna terlihat bergetar.
" Maafkan gue beb, gue pikir tidak akan seperti ini. Gue pikir kamu sudah bisa menerima semuanya. Maafkan gue.."
Juan memeluk semakin erat. Dia menyesal telah menyinggung apa yang terjadi pada Aluna. Sebenarnya niatnya baik. Mungkin karena Aluna masih shock dengan kejadian tadi, hingga bereaksi seperti itu.
" Maaf, maafin gue beb." Juan mengusap kepala Aluna yang ditutupi hijab. Menyadari gadis itu diam saja. Ada rasa takut dalam diri Juan.
" Beb, kamu tidak apa-apa kan? kenapa diam. Kamu pingsan?" Juan menggoyang tubuh Aluna. Namun masih diam saja.
Juan mengendurkan pelukannya. Melihat muka Aluna yang terlihat sedikit pucat dengan mata yang terpejam. Kemudian dia menepuk-nepuk pipinya.
" Beb bangun, jangan lemah seperti ini." Juan merengkuh kembali tubuh ringkih itu.
" Bang gue salah ya, apa sampai setrauma itu?" Juan terlihat sedih. Bahkan matanya berkaca.
" Tidak juga. Hanya mungkin ada sesuatu yang membuat trauma dalam dirinya semakin tersulut. Apa kalian ingat sesuatu yang dia alami sebelum ini? " Arga memandang Azlan dan Juan bergantian.
" Saya tidak ingat. Saya tidak begitu dekat dengannya. " Azlan menggelengkan kepala.
" Sepertinya memang pernah terjadi sesuatu. Coba nanti tanya Davian. Karena dialah yang pertama kali dekat dengan Aluna." Juan menatap Aluna. Mengusap kepalanya, berharap Aluna cepat sadar. rasa bersalah menyelimuti hatinya.
" Kedepannya kita tidak perlu membicarakan hal itu lagi. Kita langsung bergerak saja. Dengar kan tadi apa keinginan nya? " Arga memberi solusi untuk masalah Aluna.
" Apa yang sebaiknya kita lakukan." Tanya Azlan sambil memandang ke depan. Siang itu jalanan begitu ramai. Seharusnya pulang kembali ke kantor tidak butuh waktu selama ini.
" Mutasi saja ke kantor cabang di daerah terpencil." Ujar Arga sambil melihat Aluna yang masih terpejam dalam pelukan Juan.
" Siap bos." Azlan dengan semangat menyanggupi apa yang Arga bilang. "Sebenarnya memang dari kemarin saya mau mengusulkan hal tersebut. Ada beberapa karyawan yang mengeluh tentang dia. Kalau masalah pekerjaan, dia lumayan bagus. Cuma sikapnya yang banyak membuat karyawan lain tidak nyaman." ucap Azlan menjelaskan apa yang dia ketahui selama ini .
" Bukankah hal itu bisa menjadi alasan jika dia protes nanti. Baguslah kalau memang begitu. kita bisa menyelamatkan dua hal sekaligus. Tanpa harus memecatnya. Sedikit memberi pelajaran supaya dia bisa lebih pintar." Arga tersenyum. Sepertinya dia punya rencana tersendiri. Dilihat dari seringai yang terlihat di bibirnya.
" Bang, bolehkah gue kasih Aluna nafas buatan. Biar cepet sadar. Gue tidak tega melihatnya. Gue sayang sama dia. " Ujar Juan sambil tersenyum jahil.
" Berani melakukan,! Tidak bisa pulang kamu!" Ancam Arga dengan tatapan tajam menghujam.
" Hilih ancamannya. Kan biar dia cepat sadar bang." Juan menatap Aluna. Senyuman selalu menghiasi wajah Juan saat dia melakukan hal itu.
" Jangan pernah berani berpikir macam-macam. Tahu akibatnya nanti!" Arga terlihat semakin kesal. Melihat bagaimana pandangan Juan pada Aluna.
" Eh, tidak bang. Lagian gue cuma bercanda. Yang ada gue disuntik sama Davian. Gue sudah berjanji tidak menyentuh Aluna melebihi batas wajar." Juan bergidik ngeri membayangkan hukuman apa jika melanggar kesepakatan.
" Itu kamu tahu! Berhati-hatilah dalam bertindak! Jika tidak ingin celaka!" Azlan melirik Juan dari kaca spion sambil tersenyum mengejek.
"Iya.. Iya. Gue akan hati-hati." Juan memalingkan wajahnya keluar jendela. Saat menyadari perjalanan mereka bukan menuju ke kantor.
" Kita mau kemana?" Juan menatap Azlan.
" Kamu pasti sudah tahu. Mumpung dia pingsan. Kita periksa dia. Siapa tahu kecurigaan kita benar." Azlan membalas tatapan Juan.
" Apa tidak akan berbahaya." Arga menoleh ke arah Azlan. Dari tadi Arga menatap ponselnya. Melihat sesuatu yang selama ini dia menjadi prioritasnya ada di perusahaan tersebut.
" Saya kira tidak, asal kita berhati-hati. Hm, bukannya kemarin sudah diperiksa Davian ya. Apa kamu tahu hasilnya?"
" Belum ada petunjuk sedikitpun. Cuma luka ditubuhnya yang tiba-tiba hilang membuat kita yakin kalau dia adalah.."
Juan menghentikan ucapannya saat menyadari pergerakan pada tubuh Aluna.
" Beb, kamu sudah sadar. Bagaimana keadaan kamu. Mana yang sakit." Juan terlihat terkejut melihat Aluna sudah bangun.
Arga dan Azlan saling pandang. Mereka hanya tidak ingin Aluna mendengar percakapan mereka barusan.
" Apa kita perlu ke rumah sakit Aluna?"
" Tidak usah pak, sakit di kepala saya sudah berkurang. Memang tadi saya kenapa ya?" Aluna menegakkan tubuhnya. Tidak lagi bersandar pada Juan. Melihat ke sekeliling. Dia terlihat bingung.
" Kamu tertidur tadi, Kepala kamu sakit. Pak Arga sepertinya ada obat sakit kepala di laci dashboard."
Arga mencari apa yang Azlan bilang. Dan ketemu. Arga mengamati obat tersebut dan melirik Azlan yang terlihat mengangguk.
" Ini di minum. Satu saja. Kamu ada air putih buat minum obat ini bukan?"
Aluna menerima obat tersebut. Juan membuka botol air mineral yang dia ambil dari Aluna. Kemudian menyerahkan pada Aluna yang segera meminumnya.
" Sebenarnya saya tidak terbiasa minum obat." Aluna kembali menyandarkan kepalanya setelah menutup botol minum dan meletakkan di tempat semula.
Juan menariknya agar bersandar pada bahunya. Namun Aluna menolak.
" Apa kamu sering seperti ini ?"Sakit kepala tiba-tiba?" tanya Azlan yang melihat Aluna dari kaca spion.
" Sering, kepala terasa sakit dengan tiba-tiba. Berdenyut. Sakit sekali. Namun tidak pernah sesakit tadi." Aluna menarik nafas panjang. Dadanya terasa sedikit sesak.
Setelah minum obat barusan, efeknya mulai terasa. Tubuhnya terasa ringan. Sakit kepala yang dia rasakan hilang. Namun dia merasa mengantuk. Beberapa kali dia terlihat menguap
Juan hanya bisa memperhatikan. Berusaha meraih kepala Aluna agar tidur di bahunya. Dan Aluna selalu mengelak. Menepis tangan Juan dan memilih bersandar di jendela sambil melihat pemandangan diluar mobil.
Aluna merasa aneh, Perjalanan yang mereka tempuh serasa panjang. Padahal macet juga tidak begitu. Hanya padat merayap. Kendaraan mereka pun berhenti hanya saat lampu merah. Pasti tidak akan mungkin memakan waktu lama. Kenapa belum juga sampai.
Aluna menahan rasa kantuk yang menyerangnya. Dia mengambil permen yang selalu dia bawa didalam tasnya. Menawarkan pada ketiga orang tersebut, mereka menolak semua. Untung saja, karena permennya cuma ada tiga. Kalau mereka mau, Aluna sendiri tidak akan kebagian.
Suasana hening. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Arga fokus pada ponselnya. Azlan fokus pada jalanan. Hanya Juan yang sesekali menatap Aluna dan mengganggunya.
Juan ingin menikmati kebersamaannya dengan Aluna. Tidak ingin melewati setiap momen pertemuan mereka. Entah ada ikatan apa di antara mereka. Juan selalu memberi perhatian khusus pada Aluna.
Mungkin benar apa yang dia bilang, kalau dia menyayangi Aluna. Entah rasa sayang seperti apa, namun memang terlihat selalu ingin melindungi.
Aluna menyadari itu. Tapi dia tidak ingin memanfaatkan keadaan tersebut. Seperti tadi yang kepalanya tiba-tiba terasa sakit sekali. Memang sakit kali ini, terasa sakit sekali melebihi biasanya.
Juan begitu gesit langsung merengkuhnya. Seperti tidak rela jika Aluna sampai kenapa-kenapa. Begitu cekatan melindungi Aluna. Saat di rumah makan pun demikian. Selalu mengantar kemana Aluna pergi.
"Semua perhatian ini. Saya harus bagaimana? Pak Azlan dan pak Arga juga. Mereka berdua tiba-tiba dekat begitu saja. Apa memang murni pekerjaan atau... Entahlah. Saya harus bagaimana?"
Berbagai pemikiran berkelebat dalan benaknya. Sebenarnya Aluna merasa takut dengan semua perlakuan yang dia terima. Termasuk perlakuan Arga dan juga Azlan.
Aluna merasa mengantuk. Tapi dia berusaha menahannya. Ada perasaan aneh dalam dirinya dengan yang terjadi di dalam mobil itu.
" Saya tidak boleh tertidur. Tadi yang diberikan pak Arga sepertinya obat tidur bukan sakit kepala. Harus tetap terjaga." Ucap Aluna dalam hati.
Dia memandang keluar mobil. Melihat ramainya suasana di luar. Mobil dan motor yang ingin saling mendahului. Bunyi klakson yang bersahutan. Pedagang asongan yang lewat dan teriakannya saat menjajakan dagangannya, semua tidak luput dari perhatian Aluna. Hanya untuk mengalihkan rasa kantuknya.
"Harus tetap terjaga. Tidak boleh tidur." Dalam hati Aluna terus berucap demikian.
Dia merasa takut. Ada suatu yang mengganggu pikirannya. Apalagi saat dia menyadari, laju mobil yang dia tumpangi bukan menuju arah pulang ke kantor. Dia baru menyadari saat seharusnya mobil ini berbelok ke kiri tapi malah ke kanan.
" Pak Azlan , apa tidak salah jalan." Ucap Aluna sambil menepuk bahu Azlan yang duduk di depannya.
" Salah jalan bagaimana? Ini memang rute yang benar. Kita mampir ke suatu tempat dulu ya. Tidak jauh kok. Kamu istirahat saja." Jawab Azlan yang tersenyum menatap Aluna yang terlihat kebingungan
" Iya beb, kita mau mampir dulu sebentar. Sini tidur saja di bahu gue. Kamu mengantuk bukan dari tadi menguap." Juan merengkuh pundak Aluna dan memaksa Aluna tidur di bahunya.
Kali ini seperti terhipnotis, Aluna menurut saja. Matanya terpejam, dia langsung pulas ketika kepalanya jatuh dibahu Juan.
" Tidur yang nyenyak beb. Jangan takut semua akan baik-baik saja."
Bersambung