Firnika, ataupun biasa di panggil Nika, dia dipaksakan harus menerima kenyataan, jika orang tuanya meninggal tepat, sehari sebelum lamarannya. Dan dihari itu juga, orang tua pasangannya membatalkan rencana tersebut.
Yuk ikuti kisah Firnika, dan ke tiga saudara-saudaranya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Berduka
Begitu melihat Nika dan adik-adiknya, Rina langsung menangis tersedu-sedu, dia bahkan jatuh dari tempat tidurnya, karena memaksa ingin mencapai Nika yang masih berdiri di depan pintu.
Abrar buru-buru berlari menghampiri Ibunya.
"Nika ,,, Nika ..." panggil Rina ingin menggapai Nika yang menatapnya bingung. Begitu juga dengan Kanaya dan Amar yang memilih memeluk Nika.
"Kak ..." Kanaya semakin menggenggam erat pergelangan tangan Nika.
"Nika, masuk lah ..." ujar Ilham, yang membawakan minuman untuk tamunya.
Ya, sejak tadi, Nika sudah sempat duduk di ruang tamu. Sebelum akhirnya memutuskan untuk menemui Rina di kamarnya.
Sedangkan Fardi, sudah Nika tidurkan di kamar Abrar.
"Nika, maafkan aku ... Tolong maafkan aku ..." isak Rina mencoba menggerakkan tubuhnya, akan tetapi gagal. Karena dia sama sekali tidak bertenaga.
"Aku ..." Nika seperti ragu.
"Ku mohon Nika, tolong maafkan Ibuku." mohon Abrar mencoba mengangkat Ibunya, namun di tepis oleh Rina.
"Aku harus memohon pada Nika, tolong maafkan aku, tolong maafkan orang yang mungkin hanya menunggu kematian ini." racau Rina.
Dengan ragu, Nika melangkah masuk ke kamar Rina. Tentu saja di ikuti oleh kedua adiknya.
Begitu Nika mendekati Rina. Dengan cepat, Rina menangkup lutut Nika, dan menangis disana.
"Bu Rina, jangan begini ..." ujar Nika mencoba melepaskan pegangan Rina.
Karena Rina tidak bertenaga, tentu saja Nika dengan mudah melepaskan tangan Rina. Dan Nika, memilih duduk di samping tubuh Rina.
"Maafkan aku Nika, aku telah bersalah padamu. Tidak seharusnya aku menghina dan juga memfitnah mu. Tidak seharusnya, aku membatalkan pertunangan kalian. Maafkan aku Nika, maafkan orang tua yang banyak salah ini. Maafkan aku karena dengan sengaja memfitnah mu." isak Rina saat Nika duduk di dekatnya.
"Aku ..."
"Aku tahu, kesalahan ku begitu banyak. Mungkin kamu gak akan bisa memaafkan aku sampai kapanpun. Tapi, aku tetap memohon padamu, berharap kamu masih mau memaafkan kesalahan-kesalahan ku." ujar Rina.
"Nak, tolong maafkan istriku, kasihani lah, dia. Karena hampir setiap hari, dia menangisi setiap kesalahan yang telah dia lakukan terhadap keluargamu. Tolong maafkan dia, karena aku telah melihat betapa besar penyesalan yang dirasakannya." ujar Ilham dengan mata yang ikut berkaca-kaca.
"Aku akan mencobanya, walaupun perbuatan Bu Rina masih membekas di hati, juga benakku. Tapi, aku akan mencobanya. Mencoba ikhlas pada setiap perlakuan juga sikap Bu Rina kepadaku, juga keluarga ku." ujar Nika mengelus lembut tangan Rina.
Abrar yang mendengar penuturan Nika semakin kagum Mungkin, andai dia di perlakukan seperti Nika. Dia tidak akan sanggup memaafkan orang itu.
"Menikah lah, Ibu restui kalian ..." isak Rina yang semakin melemah. "Maafkan Ibu, karena telah memisahkan kamu dengan Nika, begitu lama." lagi Rina berkata.
Melihat keadaan istrinya yang semakin aneh. Ilham menyuruh semua orang untuk menjauh. Dia langsung mendekap erat tubuh Rina. Sembari membisikkan kata-kata suci.
"Pergilah dengan tenang, bukankah keinginan mu telah tercapai. Kamu telah meminta maaf secara langsung ada Nika." bisik Ilham kala merasakan napas istrinya yang semakin memendek.
"Aku mencintaimu, tinggu lah, aku ..." lanjut Ilham, karena menyadari istrinya telah berpulang.
Abrar menjatuhkan air matanya tanpa bisa berkata apapun. Dia sangat terpukul dengan kepergian Ibunya.
Walaupun hubungan mereka tidak baik. Akan tetapi, dia tetap ingin Ibunya berada di dekatnya. Dia merasakan kehilangan yang teramat sangat.
"Sekali lagi, maafkan istriku." pinta Ilham mengangkat tubuh istrinya ke atas kasur.
Dengan berat hati, Abrar kembali keluar untuk memberitahu tetangganya. Dan meminta semua orang untuk melakukan fardu ke pada Ibunya.
Orang-orang berdatangan, karena mendengar kabar duka itu. Bahkan ada beberapa orang yang kesana, hanya untuk menuntaskan rasa penasaran mereka terhadap hubungan Nika dan Abrar.
Melihat Nika yang keluar dari kamar Abrar, membuat orang-orang yang penasaran itu semakin yakin tentang pemikiran mereka.
Sampai ada salah satu orang yang memang penasaran, berani menanyakan kepada Nika.
"Jadi, kalian belum menikah?" tanya orang tersebut, seolah kurang yakin.
"Belum Bu, bahkan kami baru bertemu sebulan yang lalu. Setelah hampir lima tahun kami berpisah." balas Nika. Dia gak mau kesalahpahaman tentang dirinya berlanjut.
"Terus, itu anak siapa? Kanapa kamu bisa keluar masuk ke kamar Abrar."
"Eh ,,, itu anak almarhum adik saya Bu, kebetulan Safa dan suaminya meninggal. Jadi, anaknya aku yang rawat. Dan tentang kamar Bang Abrar. Kebetulan, tadi bayi ini tidur disana. Karena kamar tamu, belum di bersihkan sama sekali." ujar Nika dengan sabar.
"Kalo gitu, maafkan kami. Karena kami telah menduga yang tidak-tidak terhadapmu. Makanya, aku memberanikan diri untuk bertanya langsung. Sebab, aku gak mau semakin berdosa, karena membicarakan kamu." ujarnya lagi.
Dan Nika hanya tersenyum, sembari menganggukkan kepalanya.
Di tempat lain. Satria dan Nisa yang tahu jika Nika dan adik-adiknya pulang kampung, malah datang ke mini market almarhum Hardi.
Mereka berniat, ingin mengambil beberapa keperluan. Karena uang mereka habis. Ya, karena Satria terlibat judi online. Jadi, semua uang yang ada di tabungan Reni, sudah habis tidak bersisa.
"Semuanya tiga ratus dua puluh ribu." ujar Arka sebelum menyerahkan kantong isi belanjaan kepada pasangan di depannya.
"Enak aja, ini punya adikku. Jadi, aku sebagai kakaknya wajar ambil gratis." cibir Nisa.
"Maaf Abang, kakak. Tapi, semua barang disini ialah milik Fardi. Jadi, kalian tidak punya hak disini." tekan Arka meletakkan barang yang telah dimasukkan ke kantong di bawah meja.
"Oo kamu berani sama aku?" teriak Satria hendak menggapai kerah baju Arka. Namun, dengan cepat Arka menepisnya.
"Ibu-ibu, bapak-bapak ... Tolong saya, mereka mau merampas barang-barang disini, tanpa berniat untuk membayarnya." teriak Arka dengan suara yang keras.
Orang-orang disana, langsung menatap tajam ke arah pasangan yang ditunjuk oleh Arka.
"Pak, Bu, jangan merampok siang-siang gini dong." cibir seorang gadis dengan berani.
"Hei, kamu tahu apa? Ini milik adik saya. Jadi, saya sebagai kakaknya punya hak disini." tekan Nisa.
"Maaf sebelumnya, saya ralat. Ini milik dari anak almarhum Ibu ini. Kenapa aku gak mau memberikan kepada mereka secara gratis. Saya, ada alasannya." ujar Arka melihat orang didepannya.
"Pertama, mereka adalah pasangan yang serakah. Bahkan, warisan yang di tinggalkan seorang nenek untuk cucunya, dirampas sepihak. Dan ke dua, mereka tidak pernah ikut andil dalam membesarkan, anak dari almarhum. Bahkan tidak pernah menjenguknya sekalipun. Dan bagaimana aku tahu tentang itu? Karena, istri dari adiknya adalah kakakku. Bahkan dengan teganya, Ibu ini mengatakan jika bayi yang di lahir kan, oleh kakakku pembawa sial." papar Arka dengan menekan kata pembawa sial.
Orang-orang yang gemas dengan penjelasan Arka langsung melempari Satria dan Nisa dengan telur.
"Huuuu ..." teriakan terdengar begitu keras. Bahkan orang-orang yang lewat masuk kesana, akibat penasaran.
"Lempari mereka, biar aku yang bayar telurnya." ujar seorang perempuan yang terlihat kaya. Terbukti dari pakaian yang dipakainya.
Mendengar itu, semakin membuat orang-orang bersemangat.
tapi ini beneran udah selesai, kak... ?
padahal baru beberapa bab, kak...
saking bucinnya, Nisa sampe nda bisa bedain yang benar dan yang salah