Novel ini mengisahkan seorang pemuda lugu yang kekuatannya tertutup racun sejak kecil, dia bertemu dengan seorang kakek yang menolongnya dan memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan para dewa.
Dia punya tubuh antik yang jarang dimiliki oleh banyak orang, tapi titik kekuatan yang dia punya hanya terbuka satu saja, padahal ada tiga titik kekuatan yang harus dibuka untuk setiap orang yang belajar beladiri.
Pemuda ini tidak tahu siapa kedua orang tuanya, dia berpetualang mengelilingi kerajaan-kerajaan hingga akhirnya dapat menemukan orang tuanya yang saat ini kekuatannya sudah hilang sama sekali karena titik kekuatannya sudah dihancurkan semua oleh seorang yang mempunyai kekuatan super power juga.
Orang yang mempunyai kekuatan super power itu ternyata adalah saudaranya sendiri yang menapaki jalan hitam dalam kehidupannya.
Dengan segenap keinginan dan semangat yang membara, tokoh utama dari novel ini mempelajari ilmu spiritual dan berusaha untuk membuka semua titik kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertarung melawan Kelompok Macan Ngamuk
“Oooh, baiklah akan kuhancurkan saja padepokan sampah ini!”. Kata orang itu sambil mengangkat tongkatnya yang mengeluarkan sosok kepala tengkorak yang sangat besar dengan mata berwarna hitam dan mengeluarkan aura hitam yang sangat kuat.
“Hancurkan!”. Kata orang itu dan melesatlah sebuah asap hitam yang begitu besar ke padepokan itu.
Hampir saja asap itu mengenai padepokan tiba-tiba asap itu terbakar habis hingga membuat orang yang memegang tongkat mengeluarkan cairan merah didadanya.
“Siapa, Siapa disana? Berani-beraninya menghancurkan seranganku!”. Tanya orang yang membawa tongkat berkepala ular itu
“Kau semut kecil, berani-beraninya mau menghancurkan padepokan cucuku?”. Jawab mbah Ananta yang ternyata sudah berada disana
“Enyahlah!”. Kata mbah ananta sambil mengibaskan tangannya, dan terpental orang yang sedang memegang tongkat itu hingga tak terlihat lagi, dan entah bagaimana nasibnya.
“Ctek!!”. Mbah ananta menjetikkan jarinya dan semua orang yang terluka tiba-tiba sembuh dan padepokan kembali tertata seperti sebelum diserang.
“Siapa panjengan?”. Tanya Ki Ageng Aksatriya
“Hadeh, semua keturunanku tidak ada satupun yang mengenaliku, payaaah, payah”. Jawab mbah Ananta.
“Apakah panjenengan adalah mbah Ananta Ajya?”. Tanya Ki Ageng Aksatriya dengan wajah yang sangat penasaran sekali.
“Sudahlah, kalian sudah tidak apa-apa lagi, Aksatriya!, kamu harus mulai membuka kekuatan ketigamu besok, kamu sudai bisa menembus keranah itu!”. Kata ki ananta sambil terbang kelangit.
“Siapa orang tua itu? Benarkan itu adalah mbah Ananta Ajya?”. Gumam Ki Ageng Aksatriya didalam hatinya yang dipenuhi dengan rasa penasaran.
Sementara dikerajaan Singo Ngaung juga sedang terjadi kegaduhan di depan kerajaan, banyak sekali orang yang terluka karena serangan dua orang yang memakai topi capung dan blangkon ikat.
“Si, siapa kalian!”. Tanya salah seorang yang mencoba menahan kedua orang itu agar tidak masuk ke istana kerajaan.
“Kalian sampah tak berguna!, tak perlu tahu siapa kami!”. Kata salah satu dari mereka sambil mengacungkan jarinya ke orang yang mencoba menahannya, keluarlah cahata ungu yang sangat tajan dari ujung jaringa dan langsung menembus ke dada orang itu hingga membuat dia tewa seketika.
Masuklah kedua orang itu kedalam kerajaan dan berteriak
“Hoy!, adakah orang sakti disini!!?, kerajaan yang katanya dipenuhi orang-orang hebat ternyata hanya orang-orang sampah saja!”. Kata salah satu dari kedua orang itu.
Keluarlah Wicaksana dan Rama dengan membawa ki Buana Abadi dan Purwati menemui kedua orang itu.
“Gadis kecil, apakah kamu mau mencoba kehebatanmu sekarang?”. Tanya Rama kepada Purwati.
“Mau kak, mauuuuuuuuw”. Jawab Purwati manja
“Kalian berdua, kalian siapa darimana?”. Tanya Rama dengan lugunya
“Kamu hanya pemuda ditingkat pembukaan pertama!? Berani menanyakan siapa kami? Apakah pantas kami menjawabmu”. Jawab seorang yang memakai blangkon ikat.
“Hey, aku Tanya dengan baik-baik, kenapa kalian jawabnya malah begitu?”. Tanya Rama kembali dengan lugunya.
“Kalian berisik sekali!”. Jawab orang yang memakai topi capung
“Tuan muda, mereka adalah utusan dari kelompok Macan Ngamuk yang mungkin sedang mencariku untuk dihukum”. Bisik ki Buana Abadi kepada Rama
“Apakah kalian dari kelompok Macan Ngamuk? Sedang mencari ki Buana Abadikah? Ini orangnya ada disampingku, jika kalian tidak ingin patah semua tulangnya, mendingan kalian pulang saja dan laporkan kepada ketua kalian, kalau ki Buana Abadi sudah diamankan oleh seorang anak muda!”. Teriak Rama
“Arogan sekali kamu anak muda?, kamu hanya ditingkat pembukaan titik kekuatan pertama saja sudah begitu arogannya, baiklah akan aku buat kamu merasakan sakit yang tidak pernah kamu rasakan sebelumnya!”. Bentak orang yang memakai blangkon ikat
“Adik kecil, kalau kamu bisa merubah daun menjadi pedang, maka seharusnya kamu juga bisa merubah serangan mereka menjadi pedang yang bisa kamau kendalikan, kamu cobain yah”. Kata Rama ke Purwati
“Baik kakakku yang guanteeeng”. Kata Purwati sambil berjalan lompat-lompat kedepan kedua orang itu.
“Hey gadi kecil, kamu baru ditingkat pembukaan titik pertama juga, kamu mau mati juga kah!?”. Tanya orang yang memakai blangkon ikat
“Coba saja kalau bisa”. Kata purwati sambil meledek.
“Sialan, kerajaan macam apa ini, isinya hanya sampah semua, baiklah jangan menyesal, aku tidak akan segan-segan lagi untuk membunuh kalian satu persatu!”. Kata orang yang memakai blangkon ikat sambil mengeluarka kekuatan dari tangannya yang berbentukjarum jarum kecil berwarna ungu yang dipenuhi racun yang sangat mematikan.
“Matilah kaliaaaan”. Teriak orang itu
“Tu, tuan muda, ini sangat berbahaya!, Gadis kecil itu apakah mampu menahan kekuatan yang sangat luar biasa ini?”. Kata Ki Buana Abadi yang mengkhawatirkan Purwati
“Kita lihat saja”. Kata Rama
Sementara Wicaksana akan maju untuk melawan tapi ditahan oleh Rama
“Hey, kamu jangan ikut campur dulu!, biarkan Purwati mencari pengalamannya dulu!”. Kata Rama sambil menyeret Wicaksana kembali kebelakang.
Sementara Purwati memejamkan matanya sambil berdiri, kemudian jarum-jarum yang mengarah kepadanya sudah sangat dekat sekali mengenai tubuh Purwati, namun tiba-tiba jarum-jarum itu berubah menjadi warna hijau yang sangat cerah dan naik keatas membentuk sebuah jarum yang sangat besar yang menyedot semua jarum yang diterbangkan oleh orang yang memakai blangkon ikat itu sehingga kekuatannya berkumpul menjadi satu.
“Tusuk dada orang ituuuu!”. Teriak Purwati sambil menunjuk kepada orang yang memakai blangkon.
“Ba, bagaimana mungkin gadis kecil ditahap pembukaan titik pertama bisa mengalahkan seranganku?”. Gumam orang yang memakai blangkon dengan keringat yang menetes dari wajahnya karena ketakutan.
Melesatlah jarum besar bercahaya hijau terang kearah orang yang memakai blangkon itu.
“Kalian fikir trik murahan seperti ini bisa membuatku takut?”. Kata orang yang memakai blangkon sambil mengeluarkan aura hijau daun yang sangat pekat dengan bentuk ular yang sangat beracun dan mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap.
“Hancurkan!”. Teriak orang itu.
Jarum yang mengarah ke orang yang berblangkon hancur seketika, tapi purwati terlihat baik-baik saja.
“Hyaaaat!!!”. Teriak orang itu kembali sambil mengarahkan serangannya ke Purwati.
“Ba, bahaya tuan muda!, ini serangan ditingkat pengendalian langit yang tidak mungkin bisa ditahan oleh purwati tuan muda!”. Teriak Ki Buana Abadi kepada Rama
Rama terlihat masih santai dan melihat saja.
Purwati kembali memejamkan matanya, tepat ketika serangan itu hampir saja mengenai tubuhnya, tiba-tiba ular itu berbalik arah dan menyerang orang yang memakai blangkon.
“A, apaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!???, bagaimana bisa seranganku balik menyerangkuuuuuuuuuu”. Teriak orang yang memakai blangkon itu.
Dimakanlah orang yang memakai blangkon itu oleh ular yang dia bikin sendiri, dan terkapar ditanah dengan tanpa nafas lagi.
“Kamu gadis kecil, tidak kusangka, kamu bisa melakukan hal yang luar biasa diumurmu yang masih sangat kecil ini, tapi sayangnya, kamu bukanlah lawanku”. Kata orang yang memakai topi capung
“Purwati, kamu istirahat dulu sini”. Kata Rama sambil mengundang Purwati.
“Baik kak”
“Sekarang baru giliranmu Wicaksana, gunakan keris kayu itu untuk melawannya”. Kata Rama
“Aku tahu, tak usah kau ajari aku!”. Kata Wicaksana yang sok jaim
“Sekarang giliranku untuk melawanmu orang tua”. Kata Wicaksana
“Tidak begitu buruk, kamu sudah diranah Langkah Awal dewa, tapi sayang langkah pertamamu masih belum sempurna, sebuah kehormatan bagimu jika kau mati ditanganku anak muda”. Kata orang yang memakai topi capung itu.
“Belum juga nyobain, sudah berani bilang kalau aku yang akan mati?, jika kau yang mati maka sebuah penghinaan bagimu karena mati ditangan anak muda sepertiku ini”. Kata Wicaksana sambil sedikit mengejek.
“Arogan juga kamu!, baiklah terimalah seranganku ini”. Kata orang yang memakai topi capung itu yang tiba-tiba menghilang dan sudah berada dibelakang Wicaksana dan siap memukulkan sebuah pukulan yang sangat kuat dengan aura pukulan dewa.
“Astaghfiurullah, kaget aku!”. Gumam Wicaksana yang kaget karena tiba-tiba orang itu sudah berada dibelakangnya, wicaksana langsung menahan serangan dari orang itu dengan kuda-kudanya sambil mengeluarkan aura serigala berwarna putih yang sangat besar yang langsung diarahkan ke orang tua itu.
Tapi sayangnya serangan itu sangat mudah ditepis oleh orang yang bertopi capung itu.
“Berikan aku hiburan yang lebih menarik anak muda, aku masih belum pemanasan sama sekali”. Kata orang yang bertopi itu.
“Benar-benar merepotkan!”. Gumam Wicaksana
“Aku tidak boleh kalah oleh orang ini, berapa malunya aku kalau sampai kalah, gadis kecil itu saja bisa mengalahkan orang yang sudah ditingkatan menguasai langit!”. Gumam Wicaksana kembali sambil mengambil keris kayu dipinggangnya dan langsung mengeluarkan sebuah aura kuning emas yang sangat berkilau saking berkilaunya cahayanya sampai keujung langit.
“Matilah kau!”. Teriak Wicaksana sambil mengarahkan serangannya ke orang bertoipi itu.
“Lumayan juga anak muda ini”. Gumam orang yang bertopi itu sambil membuat pertahanan yang berbentuk kotak berwarna biru yang mengelilinya.
“Sayang sekali, seranganmu tak akan bisa menembus pertahananku ini anak muda”. Kata orang bertopi itu sembari meremehkan
“Jangan bangga dulu orang tua!”. Teriak wicaksana, dan tiba-tiba ada ribuan keris yang menghujam ke pertahanan yang dibuat oleh orang yang bertopi itu dan membuatny memakai kuda-kudanya untuk memperkuat pertahanan yang dia buat itu.
“
“Sial, ternyata kekuatan anak ini memang tidak boleh aku remehkan!”. Gumam orang bertopi itu kembali
“Hancurkan!”. Teriak orang bertopi itu yang langsung menghancurkan semua serangan yang diarahkan kepadanya.
“Anak muda, kamu lumayan menghiburku juga, tapi kekuatan seperti itu tidak mungkin bisa mengalahkanku”. Kata orang bertopi itu
“Orang tua, kau boleh bangga dengan pertahananmu, tapi terimalah serangan dariku selanjutnya ini!”. Kata Wicaksana sambil mengeluarkan aura kuning emas yang menjulang kelangit dengan aura serigala putih yang sangat besar dan berjumlah buanyaaaaak banget, sampai-sampai membuat orang yang bertopi sedikit mengeluarkan air dari mukanya.
“Buset, anak ini benar-benar manusia apa monster?”. Gumamnya sambil dia mulai serius mengeluarkan aura seorang dewa yang sedang besemedi bercahaya emas pekat, yang sangat besar sekali hingga membuat orang seluruh kota dapat melihatnya
“Aura apa itu? Aura siapa itu?”. Tanya seorang yang sedang membeli beras disebuah pasar
“Itu aura dewa yang biasanya bisa dikeluarkan oleh orang yang sudah ditingkat penguasaan dewa”. Jawab penjual beras
“Lalu cahaya yang menjulang kelangit itu?”. Tanya pembeli kembali
“Itu aku tidak tahu, apakah sedang ada perkelahian dua orang yang tingkatannya sudah diranah dewa semua?”. Tanye pembeli itu
“Ya itu hanya bisa dikeluarkan oleh orang-orang yang sudah di ranah dewa saja”. Jawab penjual
“Hyaaaat”, “Hyaaaaaaat”. Kedua orang itu sama sama menyerang dan “DWARRRR!!!” sebuah ledakan besar terjadi yang membuat sekitar kerajaan menjadi hancur porak poranda, sementara ki Ageng Buana sudah membuat pertahanan untuknya, Rama dan Purwati yang membuat mereka tidak terkena efeknya sama sekali.
“Uhuk, uhuk”. Suara terdengar dari orang yang bertopi sambil mengeluarkan cairan merah dari tubuhnya dan terlihat tubuhnya sudah acak adut tidak jelas.
“Anak muda, kau benar-benar hebat, aku akui itu, tapi sayangnya aku harus pergi sekarang”. Kata orang bertopi sambil kabur terbang.
“Ki Buana, kini giliranmu, kejar orang itu dan bawa kehadapanku”. Perintah Rama kepada ki Buana Abadi.
“Baik tuan muda”. Ki buana langsung terbang menyusul orang bertopi yang sudah terluka cukup parah itu.
Sementara Wicaksana juga terlihat terkapar dengan wajah yang bentuknya sudah tidak jelas jadi bentuk apa, kaya sambal tempe penyet.
“Bocah, aku menangkan? Orang tua itu matikan?”. Tanya Wicaksana dengan muka yang acak adut.
“Kamu, lukamu parah sekali, jangan banyak bicara dulu!”. Kata Rama sambil langsung menyalurkan energi spiritualnya ke dada Wicaksana
“Titik kekuatan Wicaksana hancur satu, apakah masih bisa dipulihkan lagi?”. Gumam Rama dalam hatinya.
Dia langsung melakukan teletabis kepada mbah Ananta untuk menanyakan yang terjadi itu.
“Bocah!, apa yang koe lakukan sampai seseorang bisa hancur titik kekuatannya!”. Bentak mbah Ananta
“Dia sudah diranah penguasaan Dewa dan baru saja bertarung dengan seseorang yang sudah diranah Dewa, keduanya terluka parah mbah”. Kata Rama
“Bisa saja dipulihkan titik kekuatannya, buah yang aku kasihkan kekamu saat digunung belum diberikan kepada Purwatikan?”. Tanya mbah Ananta
“Belum mbah”
“Makankan ke orang itu secepatnya sebelum kerusakannya mempengaruhi organ tubuh yang lainnya”. Kata mbah Ananta
Rama langsung mengeluarkan buah yang diberikan mbah ananta dan langsung memasukkannya kemulut Wicaksana dan tiba-tiba cahaya kuning keemasan kembali keluar dari tubuh Wicaksana yang membuat tubuh Wicaksana yang awalnya sudah berbentuk tempe penyet menjadi normal kembali, dan semua titik kekuatannya kembali pulih seketika.
“Rama apa yang kamu masukkan kedalam tubuhku barusan?”. Tanya Wicaksana keheranan karena lukanya langsung sembuh semua seketika.
“Kamu tidak perlu tahu, yang penting kamu sudah pulih total”. Kata Rama.
“Tuan muda, ini orang yang tadi menyerang tuan muda Wicaksana sudah saya bawa”. Tiba-tiba ki Buana Abadi sedang menenteng seorang tua bertopi capung yang tadi semobong di panggulannya.
“Baiklah, hey orang tua!, kamu masih bernyawa kan?”. Tanya Rama
“Eghek, Eghek” suara batuk berdarah terdengar lirih
“Bagus, akan aku tutup semua titik kekuatanmu sementara”. Kata Rama sambil menghentakkan dua jarinya ke beberapa bagian tubuh orang bertopi itu yang membuatnya menjadi semakin lemas tak berdaya.
Beberapa lama kemudian sang raja keluar dari kerajaannya.
“Sudah selesaikah urusannya?”. Tanya raja kepada Rama dan kawan-kawannya
“Sudah ayah, baru saja aku bertarung dengan orang ini, kabarnya orang ini dari kelompok Macan Ngamuk ayah”. Jawab Wicaksana
“Macan Ngamuk?”. Tanya raja sambil memegang dagunya
“Macan Ngamuk adalal salah satu kelompok kecil dari banyak kelompok yang bernaung di kelompok Akaash Semesta raja, dia hanya seorang bawahan saja, ketuanya lebih kuat dari dia”. Jawab Ki Buana Abadi sembari menerangkan
“Oooh, kelompok Akaash Semesta yang pusatnya tidak diketahui keberadaannya itu?”. Tanya raja kembali
“Iya Raja, bahkan kelompok-kelompok kecilnya pun tidak diketahui persembunyiannya”. Lanjut ki Buana Abadi
“hm,,,, baiklah, masukkan dia ke penjara bawah tanah dan pulihkan tenaganya, nanti akan aku Tanya dia detailnya”. Kata Raja sambil menyuruh dua pasukannya untuk membawa orang bertopi itu ke penjara bawah tanah yang ada di kerajaan Singo Ngaung itu.
“Rama, aku masih penasaran, buah apa yang kau makankan padaku tadi?”. Tanya Wicaksana kembali dengan wajah yang sangat penasaran
“Aku sendiri tidak tahu namanya, itu pemberian dari leluhurku, tadinya mau aku kasihkan ke Purwati, tapi melihat titik kekuatan ketigamu rusak, aku jadi merasa bersalah, karena aku yang menyuruhmu menghadapi orang itu tadi, makanya aku kasihkan buah itu untuk kamu makan, sebelum kerusakannya menyebar ke anggota tubuh yang lain”. Jawab Rama dengan panjang lebar
“Oooo”. Kata Wicaksana
“Pletak!!”. Suara kepala Wicaksana di keplal oleh Rama
“Aku sudah berbicara panjang dan lebar, kamu Cuma bilang OOOO saja?”. Kata Rama
“Hahahaha, aku kangen saat-saat kita berkelahi dulu Rama, kamu pasti bonyok aku pukuli, tapi sekarang aku tidak lagi berani macam-macam lagi padamu”. Kata Wicaksana.
“Besok aku akan pamitan, menuju kerajaan Dadung Mbulet untuk mencari sebuah tanaman langka disana”. Kata Rama sambil meminta izin untuk pamitan.
“Baik, aku akan bilang ke ayahku nanti”. Jawab Wicaksana
“Ayah, besok Rama dan kawan-kawannya katanya mau berpamitan, mau melanjutkan perjalanannya ke Kerajaan Dadung Mbulet”. Kata Wicaksana meminta izin kepada ayahnya
“Loh, bukannya dia akan tinggal dirumah kita selamanya dan menjadi adik iparmu?”. Jawab Raja
“Tidak tahu ayah, sepertinya Rama tidak menyukai Pelangi”. jawab Wicaksana kembali
“hm,,,, Panggilkan Rama kesini!”. Bentak raja.
“Rama!, apa kamu tidak menyukai putriku?”. Tanya raja dengan sedikit menekan
“Ada apa raja? Tiba-tiba menanyakan hal itu?”.
“Bukannya besok kamu akan pergi dari kerajaan ini dan meninggalkan putriku sendirian?”. Kata Raja
“Sendirian bagaimana raja?, kan sang putrid bersama raja dan Wicaksana yang cukup tangguh?”. Tanya Rama dengan Lugunya
“Kalau kau pergi bukankah itu berarti kamu tidak setuju dengan pernikahanmu dengan Pelangi?”. Tanya Raja
“Walaaaaaaaaaaaaaaaaaa, menikah? Bagaimana bisa tiba-tiba membicarakan pernikahan?”. Tanya Rama kebingungan
“Bukankah kamu ingat saat sebelum kamu memberikan obat penawar kepadaku? Aku pernah bilang apa?”. Tanya raja kepada Rama.
“Ingat raja, tapi memangnya harus sekarang ya menikahnya?”. Tanya Rama kembali dengan raut wajah bingung, senang dan lainnya bercampur semua
“Ya tidak harus besok juga, berarti kamu setuju dengan janjiku?”. Tanya raja kembali
“Raja, jujur saja, tuan putri pelangi adalah seorang wanita yang kecantikannya tiada tara didunia ini, pria mana yang tidak akan suka dan ingin menjadi suaminya”. Jawab Rama
“Lalu?”
“Saya akan menikahi puteri Pelangi saat saya sudah bisa membuka titik kekuatan saya yang kedua dan di tahap ke dua juga raja, seorang puteri yang sangat cantik seperti puteri Pelangi haruslah dilindungi oleh orang yang sangat kuat, takutnya diculik sama penjahat nantinya”. Lanjut rama
“hm…. Boleh juga, kira-kira kapan itu?”. Tanya raja kembali
“Dua tahun lagi raja!”. Kata rama dengan sangat pedenya.
“Baiklah, aku akan menunggumu selama dua tahun lagi, kalau dua tahun kedepan kamu tidak datang kekerajaan ini, akan ku cari kau walaupun dilubang semut yang sangat kecil”. Kata raja
“Baik raja”. Kata Rama menutup pembicaraan.
Keesokan harinya Rama dan kawan-kawannya berpamitan kepada raja dan puteri Pelangi yang seakan tidak mau ditinggalkan oleh Rama.
“Besok, hari akan mulai terasa sepi, Rama dan kawan-kawannya sudah tidak disini lagi”. Gumamnya
Rama mulai pergi menggunakan burung elang punyanya ki Buana Abadi.
“Kita mau kemana lagi tuan muda?”. Tanya ki Buana Abadi
“Kita mau ke kerajaan dadung mbulet untuk mencari tanaman langka disana”. Jawab Rama
“Baik tuan muda, kita membutuhkan waktu sekitar satu hari satu malam untuk sampai disana”. Kata ki Buana Abadi
Waktu mulai malam, Rama dan kedua rekannya mendatangi sebuah penginapan yang berada di salah satu desa.
“Kak Rama, Purwati ingin berlatih lagi malam ini”. Kata Purwati
“Baiklah, kita keluar jalan-jalan dulu ke bawah bukit itu” kata rama sambil menunjuk sebuah bukit yang berada tidak jauh dari penginapan itu.
Beberapa lama kemudian
“Ki buana, coba kamu latih bertarung Purwati dengan kekuatanmu, ingat jangan sampai membuat purwati terluka”. Kata Rama
“Baik tuan muda”.
Ki Buana berdiri didepanPurwati sambil mengeluarkan aura Api andalannya dan Purwati berdiri menghadap ki Buana Abadi dan mengeluarkan aura pedang yang ia buat dari hembusan angin.
“Hah, apa ini?, Gadis kecil kamu menggunakan apa untuk membuat pedang-pedang yang sangat lembut ini?”. Tanya ki Buana bingung.
“Aku membuat aura pedang dari hembusan angin disekitar sini”. Jawab Purwati
“Waduh, bagaimana ini? Dia sudah bisa mengendalikan angin menjadi senjata yang sangat mematikan diumurnya yang sangat muda sekali, ah apa salahnya aku coba menggunakan kekuatanku yang lainnya”. Gumam ki Buana Abadi
Ki Buana Abadi memfokuskan auranya dan membentuk Naga api yang sangat besar sekali dan langsung diarahkan kepada purwati yang berdiri didepannya yang sedang memfokuskan dirinya membangun pedang-pedang kecil dari hembusan angin, semakin depat naga itu dengan Purwati tiba-tiba tubuhnya menjadi berwarna biru dan naga tersebut terlihat dikelilingi pedang-pedang kecil yang siap menyerang ki Buana Abadi.
“Cuku gadis kecil, orang tua ini menyerah”. Kata ki Buana Abadi mengamankan dirinya
“Baiklah pak tua”. Kata Purwati
“Kak Rama, Purwati ingin berlatih bersama kak Rama, pak tua ini menyerah sebelum mulai bertarung kak”. Lanjut Purwati manja kepada Rama
“Baiklah, keluarkan semua kekuatanmu dan seranglah aku sekuat tenagamu”. Jawab Rama
“Baik kak”. Kata Purwati yang sedang memfokuskan dirinya dan membentuk Pedang berwarna hijau, pedang transparent dan pedang berwarna kuning, ternyata Purwati membuat pedang pedang itu dari dedaunan dari pohon, dari angin dan dari cahaya rembulan.
“Wah, kamu semakin hebar adik kecil, coba serang aku dengan kekuatanmu itu”. Tantang Rama
“Baiklah kak, Pedang angin daun cahaya rembulaaan, hyaaaat!”. Purwati mulai menyerang Rama
Terlihat cahaya Kuning, transaparan namun berkilau dan cahaya hijau yang berbentuk ratusan pedang-pedang kecil sedang meluncur kearah Rama yang sedang berdiri dengan tenang.
Rama meluruskan satu tangannya kedepan untuk menyerap kekuatan yang datang itu, namun yang terjadi ternyata kekuatan yang sedang mengarah ke Rama tidak dapat ia serap dan membuat Rama menjadi sedikit keringat dingin, lalu ia langsung membuat aura yang membentuk ular raksasa yang dipenuhi racun yang ia yakini dapat memakan Semua pedang-pedang itu, dengan disatukan dengan cahaya dari pil yang dia makan di pagoda, ular itu mengeluarkan cahaya kuning keemasan ditubuhnya dan mulai mengelilingi pedang-pedang yang meluncur kearah Rama.
Pedang-pedang itu tampak mulai menghilang.
“Adik kecilku yang cantik, kekuatanmu sungguh luar biasa, aku sampai harus mengeluarkan aura ular raksasa beracun untuk menghalangi seranganmu, kamu memang adikku yang sangat luar biasa!”. Kata Rama
“Lagi kak, Lagi kak”. Kata Purwati
“Kamu ingin kakakmu yang ganteng ini terluka kah?”. Tanya Rama
“Tidak kak”.
“Kalu begitu, kita sudahi dulu latihan malam ini, perutku sudah mulai lapar juga”. Kata Rama
“Baik kak, kita makan, makaaaan”. Kata Purwari sambil kegirangan mau makan bersama lagi.
Sambil makan-makan
“Tuan muda, sepertinya saya harus menjadi murid tuan muda, masa saya kalah sama gadis kecil ini?”. Kata ki Buana Abadi
“Baiklaah, besok aku akan melatihmu ilmu berpedang”. Kata Rama
“Ilmu pedang? Benarkah? Aku benar-benar memimpikan kalau aku adalah seorang ahli pedang”. Jawab Ki Buana Abadi.
“Ya, besok siang kita mulai berlatih”. Jawab Rama
“Terima kasih tuan muda”. Jawab ki Buana Abadi kegirangan
Siang harinya
“Ki Buana, lihatlah baik-baik gerakan ini”. Kata Rama sambil memperagakan sebuah seni bela diri pedang yang sangat indah hingga membuat ki Buana malah terlena dan tidak mengingatnya sama sekali
“Bagaimana? Kamu bisa melakukannya?”. Tanya Rama
“Saya lupa tuan muda, bolehkan kita mempraktekannya bersama?”. Jawab Ki Buana
“Baiklah”. Kemudian mereka berdua memulai gerakan pedang yang sangat indah itu dengan sangat sempurna.
“Jika gerakan itu ditambah dengan aura api atau aura apapun, maka kekuatannya akan sangat luar biasa, dan bisa mengeluarkan jutaan pedang dari langit, karena setiap jarak satu titik dari gerakan itu akan mengeluarkan kekuatan yang terkumpul dan menjadi sebuah aura pedang, semakin kuat aura yang dikeluarkan maka kekuatan pedang yang keluar juga akan semakin sulit dikalahkan, faham?”. Tanya Rama
“mm….. tidak tuan muda”. Jawab Ki Buana dengan jujurnya
“Haish, sudahlah yang penting ilmu pedang tadi coba kau gabungkan dengan auramu itu”. Jawab Rama ketus sambil menjauh dari tempat latihan itu.
“Baik tuan muda”. Jawab ki Buana Abadi.
atas bawah... yg baca jdi rada bingung.