Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah langkah di Bawah Langit Senja
“kak, mana pesanan zara?” tanya zara, yang baru pulang dari sekolah, melangkah cepat ke dapur. Dia menatap kakaknya yang sedang menyuapi arsya makan.
“ouh iya, aku lupa!” ucap alice, menepuk keningnya dengan ekspresi terkejut.
“lupa apa?” tanya arini, ibunya, yang masih sibuk menyiapkan makanan di dapur.
“tuh lo, bu! Zara nitip makanan sama kakak, udah ngarep-ngarep juga,” sahut zara kesal, menghentak-hentakkan kakinya dengan ekspresi penuh kekecewaan.
“udah sana, ganti baju dulu. Nanti, setelah arsya selesai makan, kita pergi beli,” kata alice, berusaha mengembalikan mood zara yang tampak menurun.
Mendengar hal itu, wajah zara langsung bersinar kembali. “oke, kak! Makasih!” serunya semangat, lalu berlari ke kamarnya.
“makanya, kak, kalo janjiin adik kamu, itu harus diingat,” ucap arini, tersenyum sambil mengaduk panci di atas kompor. “Dia itu sama kayak kamu, tapi lebih ngeri. Zara masih bisa dibujuk, tapi kamu? Sekali ngamuk, kayak orang kesurupan,” lanjutnya, mengingat masa kecil alice yang penuh dengan drama dan emosi.
Alice hanya tertawa mendengar komentar ibunya, merasakan nostalgia dari kenangan-kenangan masa kecilnya. “Iya, bu, aku tahu. Tapi jangan lupa, kata ayah sifat alice turunan dari ibu ,” jawabnya sambil tersenyum. Dia merasa beruntung sempat merasakan keluarga yang cemara tak seperti adik adik nya yang tak sempat merasakan itu.
alice baru saja selesai menyuapi adiknya makan. Dia tersenyum melihat ibunya yang asyik memasak untuk makan malam nanti. Namun, senyum itu segera memudar saat ayah sambungnya, Harmadi, duduk di meja makan.
“kalian harus jaga ibu. Jangan sampai kecapean. Kalo ibu masak, bantuin supaya nanti, kalo ibu sudah nggak ada, kalian bisa masak sendiri. Nggak mesti beli-beli makanan,” ucap Harmadi, memberi nasihat dengan nada serius.
Alice hanya diam, tetapi dalam hatinya, ia berteriak. “Orang baru aja selesai nyuapin arsya makan! Lagian, ibu cuma masak. Kalo ibu udah nggak ada, kapan lagi coba kami bisa ngerasain masakan ibu?” pikirnya, rasa frustrasi menggerogoti perasaannya.
Alice merasa tidak adil. Dia ingin menikmati setiap momen bersama ibunya, tidak peduli seberapa lelahnya. Masakan ibunya adalah cinta yang terwujud dalam setiap suapan, dan memikirkan kehilangan itu membuatnya merasa sakit. Namun, dia tahu, Harmadi hanya ingin yang terbaik untuk mereka. Dalam hati, dia berdoa agar mereka semua bisa bersama lebih lama lagi.
“iya, pak,” sahut alice sambil menyengir, berusaha menutupi rasa kesalnya.
“kak, ayo cepetan, nanti keburu magrib!” ajak zara, terlihat tidak sabar dan berlari-lari kecil menuju pintu.
mendengar seruan adiknya, alice segera bergegas, merapikan hijab dan mengambil tas. “iya, iya, sabar sedikit!” jawabnya, berusaha menekan rasa kesal yang masih mengendap.
Dengan langkah cepat, mereka berdua melangkah keluar rumah, merasakan semilir angin sore yang sejuk. Di dalam hati, alice berusaha menepis semua pikiran negatif dan fokus pada kebersamaan yang akan mereka nikmati. Hari ini, dia ingin menikmati momen dengan zara, tanpa memikirkan masalah yang membebani pikirannya.
selama perjalanan, Alice membeli banyak makanan pinggir jalan. Dia memang tipe orang yang suka belanja jika merasa tidak mood dengan harinya.
“kakak ngga mood kenapa?” tanya Zara, yang sudah mulai memahami sikap kakaknya.
“tadi, waktu kamu lagi ganti baju, Bapak bilang sama aku, katanya jangan biarin Ibu capek atau masak-masak di rumah,” jawab Alice dengan nada berat.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor