"Jika aku harus mati, maka aku akan mati karena Allah dan kembali pada Allah, bukan menjadi budakmu."
"Hati - hati Jingga, Semakin tinggi kemampuanmu, maka semakin Allah akan menguji dirimu. Tetaplah menjadi manusia yang baik, menolong sesamamu dan yang bukan sesamamu."
"Karena semakin tinggi kemampuanmu, semakin pula kamu menjadi incaran oleh mereka yang jahat."
Dalam perjalanan nya membantu sosok - sosok yang tersesat, Rupanya kemampuan Jingga semakin meningkat. Jingga mulai berurusan dengan para calon tumbal yang di tolong nya.
Dampak nya pun tidak main - main, Nyawa Jingga kembali terancam karena banyak sosok kuat yang merasa terusik oleh keberadaan Jingga. Jingga semakin mengasah dirinya, tapi apakah dia bisa kuat dan bisa menolong mereka yang meminta bantuan nya? sementara nyawanya sendiri juga terancam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 29. Peringatan.
Gani duduk dan langsung celingukan dengan nafas tersenggal - senggal, sungguh dia sangat terkejut karena wajah itu muncul tiba - tiba di atas nya dengan mata nya yang serba putih dan wajah nya berdarah - darah.
"Astagfirullah." Gani mengusap dada nya.
Baru kali ini Gani mengalami gangguan langsung dari yang ghoib, sangat mengerikan.
Elang keluar lagi dari kamar setelah mendengar Gani berteriak, tapi Jingga masih lelap dalam tidur nya.
"Napa si lu!? Kaget gue." Ujar Elang.
"Ada setan, Lang. Tadi nongol di depan muka gue, serem bangat Astagfirullah." Ujar Gani, sambil masih celingukan.
"Boongan kan lu?" Ujar Elang, ia tidak percaya.
"Ngapain juga gue boong, lu tau sendiri gue bisa liat juga." Ujar Gani, Elang pun ikut celingukan.
"Jangan berisik, ntar Jingga bangun. Gue tidur di sini juga deh sama lu." Ujar Elang, Gani pun melirik Elang.
"Napa, lu takut?" Ujar Gani.
"Takut pala lu! Kalo lu liat sosok berarti di rumah ini ada yang dateng, keselamatan Jingga yang paling penting, itu berati ada yang nyusup kesini." Ujar Elang, Gani pun tertegun.
Bagaimana bisa dia lupa bahwa Jingga sedang jadi incaran banyak mata jahat yang ingin menyakiti Jingga, apalagi sekarang Jingga jauh dari ayah Ilham.
Elang lalu duduk di sofa seberang Gani, dan mereka berdua kini saling melirik ke sekitar. Dan benar, tiba - tiba saja atap rumah Jingga berderit dan rumah nya seperti bergoyang karena gempa.
"Lu ngerasa? Rumah ini goyang." Ujar Elang, Elang langsung membaca doa dalam hatinya.
"Gue ngerasa juga." Gani yang sebelum nya kesal dengan Elang kini malah kompak sama - sama membaca doa dan terus melirik atap.
"Jangan tidur." Tiba - Elang mendapat bisikan di telinga nya, bukan hanya sekali tapi berulang kali.
"Jangan tidur." Gani pun sama mendengar bisikan, dia pun semakin yakin ada yang tidak beres.
Ke esokan harinya..
Jingga, Elang dan Gani sedang berada di pemakaman saat ini. Jingga sedang menabur bunga dan menyiram air doa di atas makam ayah, ibu dan uti nya.
'Bunda.. Apa Bunda benar - benar dateng di mimpi Jingga? Apa itu beneran bunda? Kenapa bunda nggak muncul lebih lama, banyak yang ingin Jingga ucapin ke bunda.' Batin Jingga, ia mengusap nisan ibunya yang bertuliskan nama Aruna Sukma Dewi.
'Jingga pengen peluk bunda..' Batin Jingga, dan air matanya menetes tepat di atas makam ibunya.
Keinginan yang sangat - sangat sederhana, tapi sangat mustahil di dapatkan oleh seorang anak yang sudah kehilangan ibunya seperti Jingga. Jingga hanya bisa berangan - angan dan membayangkan seperti apa ibunya dari cerita uti dan ayah nya.
'Jingga kangennn.. banget sama bunda, meski sejak lahir Jingga nggak pernah ketemu bunda tapi Jingga kangen bunda.' Batin Jingga lagi.
'Kenapa Bunda nggak dateng lagi ke mimpi Jingga?' Jingga menangis tanpa suara di sebelah makam ibunya.
Jingga mengusap air matanya, tapi air matanya tetap kembali menetes. Padahal Jingga sangat ingin melihat ibunya, dia sangat ingin merasakan pelukan ibunya. Sayang nya Jingga tidak menyadari bahwa ibunya selama ini berada di sekitar nya.
"Ayah, Uti.. Jingga kangen kalian juga, kenapa kalian nggak pernah dateng di mimpi Jingga?" Gumam Jingga.
Gani yang melihat itu ikut sedih, karena dia tahu sejak kecil Jingga hidup menderita sebelum akhirnya di angkat anak oleh ayah Ilham. Jingga pernah menjadi bahan olokan warga desa karena menurut mereka Jingga aneh dan menakutkan sebab bisa berbicara dengan yang ghoib.
Gani adalah saksi dari perjalanan hidup Jingga, karena hanya dia satu - satunya orang yang mau berteman dengan Jingga. Dulu.. Orang tua manapun akan melarang anak nya berteman dengan Jingga, yang menurut mereka adalah anak terkutuk dan bawa sial.
Sementara Elang, dia kebingungan melihat dua makam yang bertuliskan nama di belakang nama Jingga, yaitu Raden dan Aruna.
"Ni, ini makam nya siapa?" Tanya Elang.
"Kedua orang tua nya Jingga, yang itu nenek nya." Ujar Gani, Elang pun terkejut.
"Hah??" Elang bingung, yang dia tahu pak Sidiq yang merupakan ayah Ilham itu adalah ayah kandung Jingga.
"Ini makam keluarga kandung Jingga." Sambung Gani.
Elang pun menyadari, dia tahu artinya. Itu berarti Jingga merupakan anak yatim piatu, Elang yang mengetahui itu semakin kagum dengan Jingga, karena dia hebat sebab tidak melupakan dari mana dirinya berasal.
"Ayo." Ajak Gani, ia menepuk bahu Elang.
"Kemana?" Tanya Elang.
"Kasih Jingga waktu, dia butuh ruang." Ujar Gani, Elang pun menatap Jingga yang memang sedang menangis.
"Hhoammm.. Astagfirullah, gue ngantuk banget." Gumam Elang.
Elang pun mengangguk dan mereka pun sedikit menjauh dari Jingga, mereka masih bisa melihat Jingga dari kejauhan. Jingga menangis tersedu - sedu, entah mengapa hatinya terasa begitu sesak karena ia merindukan keluarga nya.
"Jingga, jangan lama - lama di sini."
Tiba - tiba Jingga mendengar suara Aki yang memberi tahu Jingga untuk jangan berlama - lama di makam itu, jika aki sudah memberi tahu, berarti ada bahaya di sana.
Padahal sebelum - sebelum nya saat Jingga datang ke makam orang tua nya, Aki tidak pernah memperingati Jingga akan apapun.
'Ada apa, Ki?' Tanya Jingga dalam hati.
"Dukun, yang mengirim kiriman ke rumah kamu, di sini. Dia tinggal di tempat ini." Jingga pun tertegun.
Siapa gerangan orang dari kampung nya yang sirik padanya sampai mengirimi nya kiriman teluh, padahal setiap dia pulang ke kampung pun tidak pernah mencolok dan tidak pernah menyinggung orang lain atau menyakiti hati orang lain di kampung nya.
Jingga pun bangun, ia berpamitan lebih dulu pada makam kedua orang tua nya dan dan utinya. Saat Jingga berdiri, tiba - tiba ia melihat masa depan apa yang akan terjadi, seperti yang dia alami saat malam kecelakaan di toll.
Jingga melihat ibunya Gani yang sedang menggendong seorang bayi, yang terus menangis tidak tahu mengapa. Dan semua orang yang ada di sekeliling ibunya Gani ikut menangis, menangisi bayi itu.
"Apa ini? Apa ini yang akan terjadi seperti waktu di jalan toll?" Gumam Jingga.
Jingga berbalik badan, ia melihat Elang dan Gani yang melambaikan tangan ke arah nya. Tapi Jingga juga melihat seseorang yang berdiri di balik pohon, jelas itu manusia bukan sosok.
'Itu...' Jingga seperti mengenali perempuan yang berdiri di balik pohon, tapi tidak yakin juga.
"Ngga, udah kelar?" Tanya Elang, dan Jingga mengangguk.
"Ni, bu de di mana?" Tanya Jingga, ia ingin memastikan apa pengelihatan nya itu benar atau tidak. Karena waktu di jalan toll pun sepersekian detik kecelakaan langsung terjadi.
"Ibu lagi nengokin keponakan nya, nangis mulu udah tiga hari. Makanya semalem aku pulang ke rumah kamu agak larut malem." Sahut Gani.
"Bisa anter ke sana nggak, Ni?" Ujar Jingga, ia merasa akan terjadi kejadian besar.
"Bisa, ayo." Ujar Gani.
"Kenapa, Ngga?" Tanya Elang.
"Gue.." Tiba - tiba kini Jingga melihat ibunya Gani yang menangis meraung - raung, berdarah - darah dan berteriak ampun.
"Ayo cepetan." Jingga menarik tangan Elang dan Gani bersamaan.
Mereka dengan buru - buru pergi dari makam itu, sial nya Jingga tidak menggunakan kendaraan apapun ke makam, ia jadi sedikit berlari - lari bersama Gani dan Elang.
"Ngga, ada apa sebener nya?" Tanya Elang.
"Ntar gue ceritain, sekarang kita harus cepet sampe di tempat ibunya Gani sebelum terlambat." Ujar Jingga.
"Terlambat?? Apa nya?" Tanya Gani.
"Ntar gue ceritain, Ni.. Ini masih jauh?" Jingga sungguhan panik sekarang.
"Itu rumah nya yang cat ijo." Ujar Gani, Jingga pun langsung berlari meninggalkan Gani dan Elang.
Orang - orang yang berpapasan dengan Jingga keheranan kenapa Jingga seperti orang yang sedang sangat terburu - buru.
Gani dan Elang pun ikut berlari mengejar Jingga, sampai akhirnya mereka sampai di rumah yang ber cat ijo.
"Assalamualaikum." Jingga langsung mengucap salam dengan nafas tersenggal - senggal sampai membuat yang punya rumah kebingungan.
"Waalaikumsalam, Jingga??" Ibunya Gani lebih dulu menjawab.
Tatapan Jingga langsung tertuju pada seorang bayi yang saat ini sedang menangis, sama seperti di pengelihatan Jingga saat di makam. Hanya saja Jingga melihat asap hitam di sekeliling bayi itu, yang artinya bayi itu adalah calon tumbal.
"Bu de lagi ngapain?" Tanya Jingga.
"Oh, ini lagi mau ngurutin si dedek, nangis terus kayak nya ada yang di rasa." Ujar ibunya Gani. Saat itu Elang dan Gani juga baru saja tiba di sana.
"Woi! Rame amat! Keluar - keluar sono, anak saya lagi nangis ini!" Teriak seorang pria, sepertinya itu adalah ayah si bayi.
Jingga melihat pria itu, adalah pria yang memukuli ibunya Gani sampai berdarah - darah dalam pengelihatan nya. Ibunya Gani berteriak minta ampun, tapi pria itu tidak melepaskan nya.
'Alhamdulillah ya Allah, aku belom telat.' Batin Jingga.
"Jangan bu de, dia bukan nggak enak badan tapi di incer teluh. Mendingan bu de minta tolong Ustad Sholeh aja." Ujar Jingga.
"KURANG AJAR!!"
BERSAMBUNG..
Bakar aja skalian dgn rumahnya. Jangan kasih kesempatan idup, berbahaya tuh orang
pokok Ny Makasih 😍,
Msh Ada 2 Jones Belum Ada Jodoh Ny tu