Kamala Jayanti, gadis malang yang terlahir dengan tanda lahir merah menyala di kulit pipinya dan bekas luka di bawah mata, selalu menyembunyikan wajahnya di balik syal putih. Syal itu menjadi tembok penghalang antara dirinya dan dunia luar, membentengi dirinya dari tatapan penuh rasa iba dan cibiran.
Namun, takdir menghantarkan Kamala pada perjuangan yang lebih berat. Ia menjadi taruhan dalam permainan kartu yang brutal, dipertaruhkan oleh geng The Fornax, kelompok pria kaya raya yang haus akan kekuasaan dan kesenangan. Kalingga, anggota geng yang penuh teka-teki, menyatakan bahwa siapa yang kalah dalam permainan itu, dialah yang harus menikahi Kamala.
Nasib sial menimpa Ganesha, sang ketua geng yang bersikap dingin dan tak berperasaan. Ganesha yang kalah dalam permainan itu, terpaksa menikahi Kamala. Ia terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikahi gadis yang tak pernah ia kenal.
Titkok : Amaryllis zee
IG & FB : Amaryllis zee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amaryllis zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersinar
Kamala dan Ganesha baru saja tiba di Bandara Soekarno Hatta. Mereka melangkah ke pintu keluar, saat tiba di pintu keluar mereka disambut oleh Nakula yang berdiri di sana dengan senyum hangat. Namun, tatapan Nakula tertuju pada Kamala yang berdiri di samping Ganesha, matanya mengerjap bingung.
"Kamala, mana kok gak kelihatan?" gumam Nakula, suaranya terdengar heran. Ia tidak mengenali sosok yang berdiri di samping Ganesha.
Karena masih bingung, Nakula memberanikan diri bertanya, "Tuan, Non Kamala kemana? Apa gak ikut pulang?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar.
"Kamala ada di samping saya," jawab Ganesha datar, suaranya dingin seperti biasanya.
Kamala hanya cengengesan saja melihat kebingungan Nakula. Ia merasa geli melihat reaksi Nakula yang tak mengenali dirinya.
Nakula menatap Kamala dengan tatapan bingung, "Saya gak percaya kalau ini, Non Kamala!" ucapnya, menggelengkan kepala.
"Jangan mengobrol disini, saya lelah!" tegur Ganesha, suaranya dingin. Ia melangkah menuju mobil yang sudah menunggu di luar.
Ketika Kamala melewati Nakula, ia berbisik, "Ini gue, Kamala!" lalu ia masuk ke dalam mobil. Ia merasa geli melihat reaksi Nakula yang tak mengenali dirinya.
Nakula, yang sedari tadi memperhatikan dengan saksama, segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi. Ia merasa ada yang aneh, namun ia tidak tahu apa itu.
Mobil melaju meninggalkan bandara, meninggalkan Nakula yang masih tercengang di lobi. Ia tidak percaya bahwa sosok yang berdiri di samping Ganesha adalah Kamala.
"Apa yang terjadi?" gumam Nakula, matanya masih menatap mobil yang melaju menjauh. Ia merasa ada sesuatu yang aneh, namun ia tidak tahu apa itu.
Selama perjalanan, Nakula diam-diam melirik Kamala melalui kaca spion. Ia masih tidak percaya jika perempuan yang duduk di samping Ganesha adalah Kamala.
"Apa yang membuat Kamala bisa berubah?" gumam Nakula, matanya terpaku pada sosok Kamala yang duduk di belakang. "Apa kepergiannya selama 2 minggu itu, jangan-jangan Kamala melakukan operasi?"
Pertanyaan itu terngiang-ngiang di pikiran Nakula, membuatnya tidak bisa tenang. Ia merasa ada sesuatu yang aneh, namun ia tidak tahu apa itu. Ia ingin bertanya langsung pada Kamala, namun ia takut untuk menanyakannya.
"Gue harus tahu apa yang terjadi," gumam Nakula, tangannya mengepal erat. Ia bertekad untuk mencari tahu kebenarannya, meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya.
Mobil memasuki gerbang rumah Ganesha. Nakula turun dari mobil, matanya masih tertuju pada Kamala yang baru saja keluar dari mobil.
Kamala memasuki rumah dengan langkah ringan, wajahnya berseri-seri. Ia merasa lega akhirnya bisa kembali ke rumah, tempat yang selalu membuatnya merasa nyaman. Kedatangannya disambut dengan hangat oleh Bi Mina, yang berdiri di ambang pintu dengan senyum ramah.
"Selamat datang kembali, Tuan dan Non Kamala," ucap Bi Mina, suaranya terdengar gembira. Namun, matanya menunjukkan sedikit keheranan. Ia juga merasakan perubahan pada Kamala, namun ia tidak ingin menanyakannya.
"Iya, Bi," seru Kamala, matanya berbinar bahagia. Ia mencium pipi Bi Mina, menunjukkan rasa sayang dan terima kasihnya.
Kamala melangkahkan kaki dengan langkah ringan, senyum sumringah terukir di wajahnya. Ia membayangkan hari-harinya yang akan dipenuhi kebahagiaan. Ia kembali ke rumah, ke tempat yang selalu membuatnya merasa nyaman.
"Sekarang aku harus berpikir, rencana apa yang akan aku lakukan?" gumam Kamala, matanya berbinar-binar. Ia ingin menikmati waktunya, melupakan sejenak beban yang selama ini menghantuinya.
Kamala menjatuhkan badannya ke tempat tidur, matanya menatap langit-langit kamar. Ia merasakan kelegaan yang luar biasa.
Ia menyadari jika hidup tidak akan selalu bahagia. Akan ada hari di mana ia bersedih, di mana beban kembali menimpanya. Namun, untuk saat ini, ia ingin melupakan semua itu. Ia ingin menikmati kebahagiaan yang ada, merasakan ketenangan yang selama ini ia rindukan.
"Untuk hari ini, aku akan bahagia," gumam Kamala, senyumnya mengembang. Ia akan melupakan semua beban yang menghantuinya. Ia akan menikmati hari-harinya, dan berharap kebahagiaan ini akan terus berlanjut.
*****
Setelah wajahnya mulus tanpa ada tanda lahir dan bekas luka di wajahnya, Kamala tampil berani. Ia memakai tank top yang dipadukan dengan outer dan celana jeans ketat. Namun, ada satu hal yang membuat Kamala bingung, ia belum bisa memakai make up, biasanya ia hanya memakai riasan tipis, hanya memakai bedak, tapi sekarang ia ingin tampil beda dan tentunya ia ingin pandai merias wajahnya dengan memakai segala macam make up agar penampilannya semakin sempurna.
Kamala mengambil ponselnya, dan meletakkannya di meja rias. Ia membuka aplikasi YouTube dan mencari tutorial cara memakai make up yang natural. Kamala mengikuti arahan dengan saksama, mencoba meniru setiap gerakan yang ditunjukkan di video.
Setelah beberapa menit berlalu, Kamala berhasil merias wajahnya. Ia beranjak bangun, mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia juga mengambil beberapa paper bag yang akan dibawanya.
"Aku siap," gumam Kamala, matanya berbinar-binar. Ia merasa percaya diri dengan penampilan barunya. Ia siap untuk memulai hidup barunya, hidup yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan.
Sepatu flatshoes-nya berdecit pelan saat Kamala melangkah keluar dari kamarnya. Pintu kayu tua berderit saat ia membukanya, seolah enggan melepaskan penghuninya. Matahari pagi menyinari ruang keluarga, menerangi Ganesha yang duduk bersantai di sofa. Ia tampak tenang, membaca buku dengan tatapan fokus. Kamala menunduk, berusaha menghindari tatapan Ganesha. Ia ingin segera pergi, meninggalkan rumah itu.
"Mau ke mana?" Suara Ganesha tiba-tiba menghentikan langkah Kamala. Ia terkesiap, jantungnya berdebar kencang. "Ke rumah teman," jawabnya singkat, tanpa menoleh.
Langkahnya semakin cepat, meninggalkan Ganesha di belakang. Ia bisa merasakan tatapan Ganesha membayangi dirinya, membuatnya semakin ingin berlari.
Senyum merekah di wajah Kamala saat ia tiba di depan rumah. Di sana, Nakula sudah menunggunya, berdiri tegak di depan rumah. "Tolong, buka bagasi!" pintanya.
Nakula mengangguk, segera beranjak membuka bagasi mobil. Dengan sigap, ia membantu Kamala menaruh barang-barang bawaannya. "Mau pergi ke mana?" tanyanya, rasa penasaran terpancar di matanya.
"Kita ke rumah singgah," jawab Kamala, suaranya lembut. Ia kemudian masuk ke dalam mobil, duduk di kursi depan di samping Nakula.
******
Anak-anak yang tinggal di rumah singgah, bersama Adisthi, terdiam membisu menatap Kamala yang baru tiba. Mereka mengenal perempuan itu sebagai Kamala, tapi baru kali ini mereka melihat wajah aslinya tanpa tertutup syal. Wajah Kamala tampak lebih bahagia dan ceria, berbeda dari biasanya.
"Selamat malam, anak-anak. Kakak datang membawa oleh-oleh untuk kalian," sapa Kamala, sambil menaruh barang-barangnya yang dibantu Nakula.
"Terima kasih, Kak," ucap salah satu anak singgah bernama Nisa, suaranya lirih.
"Teman-teman, ini makanan Korea!" seru Aron, anak singgah lainnya, matanya berbinar-binar melihat bungkusan makanan yang dibawa Kamala.
Nakula terkejut mendengar ucapan Aron. "Makanan Korea? Apa selama dua minggu ini, Kamala pergi ke Korea?" gumamnya, heran. Ia menoleh ke samping, menatap Kamala dengan tatapan penuh tanya.
"Lo pergi ke Korea?"
Kamala tersenyum, matanya berbinar-binar. "Iya, gue pergi ke Korea."
Adisthi menghampiri Kamala, matanya masih tertuju pada wajah Kamala yang tampak berbeda.
"Pantesan aja selama dua minggu ini lo gak ada datang ke sini. Tahu-tahu datang ke sini, udah berubah," ucap Adisthi , nada suaranya sedikit heran.
"Gue gak berubah, masih Kamala yang dulu," jawab Kamala, senyumnya semakin lebar.
"Gue perlu bicara dengan lo!" Nakula menarik tangan Kamala, rasa penasarannya tak tertahankan lagi. Ia menarik Kamala ke depan rumah singgah, ingin segera mengulik lebih dalam tentang perjalanan Kamala ke Korea.
.
.
"Apa lo melakukan operasi wajah?" tanya Nakula tiba-tiba, membuat mata Kamala membulat tak percaya. Pertanyaan itu terlontar begitu saja, tanpa diduga.
"Kenapa lo bertanya seperti itu?" tanya balik Kamala, penasaran. Apa Nakula tahu dengan wajah dirinya yang sebelumnya?
"Gue tahu wajah lo yang sebelumnya, Kamala!" ungkap Nakula, suaranya tegas, tak terbantahkan.
Kamala terdiam, selama ini ia menduga jika Nakula tidak tahu dengan kondisinya, tapi ternyata diluar dugaannya.
"Kalau gue operasi wajah memangnya kenapa?" tanya Kamala, suaranya bergetar, air mata mulai menganak sungai di pipinya.
"Bukannya, lo bilang, jika gue ini berlian, berlian yang harus bersinar, harus berani menunjukan cahaya berlian yang indah!" lirih Kamala, suaranya terisak. "Gue melakukan operasi cuma menghilangkan tanda lahir dan bekas luka yang selama ini menjadi penghalang gue untuk bersinar!"
Kamala menarik wajah Nakula, matanya berkaca-kaca. "Lo lihat sendiri, wajah gue tetap sama seperti dulu!”
Deg. Tatapan Kamala yang menatapnya, membuat jantung Nakula berdetak kencang. Ia akui, Kamala tetap terlihat cantik seperti sebelumnya, bahkan sekarang ia tampak lebih menawan, wajahnya sangat mulus.
"Iya, wajah lo tetap seperti dulu, tidak berubah," ucap Nakula, suaranya sedikit gemetar. "Lo sangat cantik, Kamala!" lanjutnya dalam hati, kalimat itu tertahan di tenggorokannya, tak berani ia ucapkan.
Terimakasih sudah suka dengan cerita ini
kalo bisa 2 atau 3🙏
jangan lama lama up nya dan banyakin up nya pls😭