Siapa sangka, cinta yang dulu hangat kini berubah menjadi api dendam yang membara. Delapan tahun lalu, Alya memutuskan Randy, meninggalkan luka mendalam di hati lelaki itu. Sejak saat itu, Randy hidup hanya untuk satu tujuan : membalas sakit hatinya.
Hidup Alya pun tak lagi indah. Nasib membawanya menjadi asisten rumah tangga, hingga takdir kejam mempertemukannya kembali dengan Randy—yang kini telah beristri. Alya bekerja di rumah sang mantan kekasih.
Di balik tembok rumah itu, dendam Randy menemukan panggungnya. Ia menghancurkan harga diri Alya, hingga membuatnya mengandung tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu alasanku memutuskanmu dulu,” bisik Alya dengan air mata. “Kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.”
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Mampukah cinta mengalahkan dendam, atau justru rahasia kelam yang akan mengubah segalanya?
Kisah ini tentang luka, cinta, dan penebusan yang mengguncang hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Membicarakan masalah yang ia hadapi, Geni merasa mereka perlu berhati-hati dan bermain rapi. Om Tama dan kedua anaknya tak boleh tahu apa yang sedang mereka cari. Sehalus mungkin mereka menjalankan misi ini. Randy pun memikirkan hal yang sama.
Mendengar opini Geni, seketika Randy merasa beruntung, karena ia tak jadi bertanya langsung pada Om Tama tentang apa yang sudah pamannya itu lakukan pada keluarga Alya, dan ingin mencari tahu sendiri.
Pernah bertanya pada sang ibu angkat mengenai perintahnya, Randy tak mendapatkan jawaban apa pun. Tapi, dari keinginan Bu Yusi yang berwasiat seperti itu, tak mungkin jika tak ada apa-apa. Untuk itu, ia harus segera menyelesaikan PR ini.
“Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Aku bahkan tak diberi clue lain,” gumamnya.
Memerintahkan Geni untuk tetap mencari Pak Antonio, Randy mau anak buahnya berpencar dan tetap mencari Alya dan anaknya.
***
Hari ini, panti kedatangan seorang wanita lanjut usia. Dengan uang 5 juta rupiah yang diakuinya pemberian sang anak, ia ingin menyedekahkan uang itu untuk keperluan anak-anak panti. Berjalan sendirian dengan tongkatnya, nenek itu pertama kali bicara pada Nana yang sedang menyirami bunga di halaman panti.
"Mari masuk, Nek, saya panggilkan Bu Puri,” ujar Nana menggandeng sang nenek masuk ke dalam.
Tak lama, Bu Puri keluar menemui nenek itu setelah dipanggilkan oleh Nana.
Nenek itu langsung saja mengutarakan maksud kedatangannya. “Saya sudah tua, tidak ingin pegang uang banyak. Ini dari anak saya, saya ingin memberikan uang ini untuk keperluan anak-anak panti di sini.”
Nenek itu kemudian menyodorkan uang dalam amplop itu.
“Baik, Nek. Terima kasih sebelumnya atas niat baik Nenek. Semoga Gusti Allah membalas berkali-kali lipat kebaikan Nenek. Saya catat dulu ya, Nek. Nama Nenek siapa? Alamat dan nomor teleponnya berapa?” tanya Bu Puri membuka buku catatan donatur.
“Nama saya Yusi, rumahnya di jalan Melati nomor 14, gang 2. Nomor teleponnya lupa, saya sudah tidak pernah pegang hp lagi karena mata saya sudah tidak bisa melihat tulisan di layar hp,” ujar sang nenek.
Selesai sedikit berbincang dengan Bu Puri, nenek yang ternyata adalah ibu angkat Randy itu kemudian pamit, diantar Nana sampai ke seberang jalan.
Tapi, baru saja melangkahkan kakinya keluar panti, Bu Yusi dengan samar melihat sosok wanita yang tak asing baginya, sedang menjemur kerupuk di depan panti.
“Alya,” ucapnya lirih sembari terus mengingat-ingat.
“Kenapa, Nek?” tanya Nana karena mendengar nenek itu seperti sedang berbicara.
“Siapa namamu, Nak, dan siapa nama wanita yang tadi baru saja masuk ke dalam?” tanya Bu Yusi.
“Saya Nana, Nek, kalau itu tadi teman saya yang kerja di sini juga, Alya namanya. Ada apa, Nek?” tanya Nana lagi.
“Oh, tidak. Kalian seperti anak-anak perempuanku, cantik,” ujar Bu Yusi berbohong.
Hanya tersenyum, Nana merasa terbang ke awan karena dipuji.
***
Menunggu kedatangan Randy di rumahnya, Bu Yusi tak sabar ingin memberitahu anak angkatnya itu tentang keberadaan Alya.
Randy memang berjanji padanya akan berkunjung ke rumahnya seminggu sekali. Tapi, sampai akhir pekan ini pun Randy tak kunjung datang. Akhirnya Bu Yusi nekat mendatangi rumah Randy.
Soal jalan, memori Bu Yusi cukup kuat karena sedari kecil ia tinggal di Jakarta. Berbeda dengan hal lain, ingatannya begitu lemah. Apalagi, saat pernikahan Randy dengan Nadia dulu, ia juga pernah sekali diajak ke rumahnya.
Sayangnya, ketika ia sampai di depan gerbang, ia ditolak satpam untuk masuk karena tak diizinkan majikannya.
“Setelah saya tanyakan, Nyonya tidak berkenan menerima tamu, Nek, mohon maaf,” tolak satpam.
“Saya butuh bertemu Randy, bukan istrinya!” tegas Bu Yusi.
Mereka pun berdebat cukup lama, hingga mobil Randy yang baru saja dari luar pun berhenti di depan gerbang.
“Ibu, kenapa tidak masuk?” Randy tampak terkejut melihat kedatangan ibunya.
“Kata satpammu, istrimu tidak ingin Ibu masuk. Padahal, Ibu hanya ingin bertemu denganmu, karena kamu tak mengunjungi Ibu minggu ini. Ada yang ingin Ibu bicarakan,” terang Bu Yusi.
Meminta maaf karena satu minggu ini begitu sibuk hingga tak sempat mengunjunginya, Randy mempersilakan sang ibu angkatnya itu untuk masuk ke dalam rumah.
“Tidak usah, kita bicara di sini saja, Nak, Ibu hanya sebentar saja kok, kasihan bapakmu sendirian di rumah,” tolak Bu Yusi.
Tak enak jika bicara di luar, Randy mengajak Bu Yusi masuk ke dalam mobil, sekalian ingin mengantarnya pulang.
Setelah melajukan mobilnya agak jauh dari rumahnya, Randy menanyakan pada sang ibu apa yang ingin disampaikan.
“Kamu sudah ketemu Alya? Dia bekerja di panti asuhan sekarang,” lapor Bu Yusi membuat Randy seketika mengerem mendadak mobilnya.
“Hati-hati, Nak,” tegur Bu Yusi.
Meminta maaf, Randy mengaku hanya kaget saat sang ibu bicara soal Alya.
Bu Yusi pun menceritakan mengapa ia bisa tahu Alya ada di sana.
Sontak Randy kembali mengerem mobilnya ketika Bu Yusi menyebut nama panti asuhan ASUH ASIH, perasaannya pun campur aduk kala mendengar berita tentang Alya ada di sana.
Memukul lengan sang anak, Bu Yusi memperingatkan agar Randy tak sembrono saat menyetir.
...****************...
alurnya teratur baca jdi rileks banyak novel yang lain tulisan nya di ulang ulang terlalu banyak kosakata aku senang cerita kamu terus deh berkarya walaupun belum juara
Semangat kutunggu Karya selanjutnya Thoor, semoga sehat selalu