Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khodam Maria
" Ibu ngapain to ? " Ujar Mbak Ina melihat Dilara sedang menjerang air di panci.
Sontak Dilara menoleh ke asal suara. " Saya mau buat teh Mbak. Kenapa mbak Ina ada di sini ? Mbak tidak makan ? " Sahut Dilara seraya menuangkan air panas ke dalam cangkir yang berisi teh melati dan irisan jeruk nipis tanpa gula.
" Lah...ibu nggak jadi makan. Masak saya harus makan bu ! " Tukas mbak Ina cepat.
" Saya tunggu bapak dulu, mbak. Tidak apa-apa mbak Ina makan bersama Maria. Kasian Mbak nanti kelaparan. " Ujar Dilara sambil mengeluarkan cemilan dari dalam kulkas. " Biar saya makan ini saja dulu. " imbuhnya lagi menunjukan beberapa irisan bolu coklat di atas piring.
" Ya nggak bisa gitu, bu. Nantilah saya makan tapi bukan di meja makan. Biar saya makan di sini saja. " Ucap Mbak Ina sedikit cemberut.
Dilara terkekeh pelan lalu mengangkat cangkir teh dan piring bolunya. " Ya sudah, mbak makan saja dulu. Terserah mau makan di mana. Saya mau ke taman belakang, sambil tunggu bapak balik. " ucapnya lalu beranjak ke arah taman belakang rumah.
" Biar saya bawa bu ! " Tawar Mbak Ina sebelum Dilara pergi.
" Tidak usah mbak. Cuma bawa cangkir sama piring juga. Mending mbak makan saja. " Tukas Dilara lembut lalu melanjutkan langkahnya.
Mbak Ina hanya menarik nafas pelan. " Manusia sebaik itu mendapat cobaan yang sangat menyakitkan. " Gumamnya sendu.
♡♡♡
Angin sepoi membelai lembut wajah cantik sedikit pucat. Semilir angin malam itu, menerbangkan helai rambut Dilara yang terurai indah. Sinar rembulan yang sebentar lagi bulat penuh, menimpakan cahayanya ke permukaan kolam renang di depan Dilara. Sinarnya menari seiring riak air kolam yang dibelai angin malam.
" Sebentar lagi purnama. Masyaa Allah, sangat indah ciptaan Allah. " Lirih Dilara menatap nanar sang pemberi cahaya malam seraya menyeruput teh melatinya yang sudah menghangat.
" Kemana sebenarnya abang ? Kenapa dia tidak ada di mana pun, tapi mobilnya ada di garasi. " Monolog Dilara, meski sebesar apa luka yang ditorehkan oleh sang suami dia tetap gelisah memikirkan suaminya yang tiba-tiba menghilang.
" Kenapa kakak tidak melepaskan kak Fikri saja. Kakak tidak boleh egois. Kak Fikri itu butuh keturunan dan kak Lara tidak bisa memberi itu. " Celetuk seseorang tiba-tiba membuat Dilara sedikit terkejut.
" Maria ! " Desisnya seraya menatap datar ke arah Maria yang entah kenapa sudah berdiri di samping gazebo.
" Lihatlah saya. Sebentar lagi akan punya dua anak. Artinya saya bisa mewujudkan impian Kak Fikri yang mendambakan keturunan. Saya terbukti sehat dan normal sebagai perempuan. " Imbuh Maria lagi sambil mencibir lalu duduk di samping Dilara tanpa rasa sungkan.
Dilara bungkam. Tak sedikitpun dia menanggapi ucapan Maria yang memprovokasinya. Dia coba menetralkan. gemuruh di dadanya, agar tidak lepas kendali.
" Kak Fikri sangat menyayangi Ann. Itu artinya kak Fikri memang sangat mendambakan seorang anak. Lepaskan Kak Fikri untuk saya dan Ann saja, kak. Agar kebahagiaannya akan sempurna. " Semakin lama semakin tidak tau diri kalimat yang diucapkan oleh Maria. Maria mengetatkan rahangnya tapi sebisa mungkin dia menetralkan wajahnya.
" Apa kau mencintainya dengan tulus ? " Ucap Dilara tanpa menatap lawan bicaranya. Sorot mata teduh itu konsisten menatap bulan yang semakin merangkak naik mengikuti irama waktu yang terus berjalan.
" Hmm...sangat ! Saya sangat mencintai Kak Fikri bahkan sebelum dia menikahi saya. intensitas pertemuan kami yang membuat saya menyimpan cinta diam-diam pada Kak Fikri. Dia suami idaman saya. " Sahut Maria tersipu ikut menatap bulan dengan wajah berbinar cerah. Tatapan matanya seolah menggambarkan sosok Fikri berada di dalam bulan itu.
" Tubuhnya kekar, berwajah tampan, kharismatik dan punya materi. Aku sangat mendambakan pria seperti itu dari dulu. " Wajah cantik itu merona seakan menggambarkan hatinya yang sedang berbunga-bunga.
Dilara melongo dengan wajah cengo. Tatapannya beralih ke samping sambil memicingkan mata. " Kau sudah lama mencintai abang ? Bagaimana bisa seorang wanita bersuami mencintai seorang laki-laki yang nota benenya adalah suami orang ? Artinya kau sudah mengincar suamiku dari sebelum kecelakaan itu ?! " Ujar Dilara datar dengan tatapan menelisik ke arah Maria.
Wanita yang sedang hamil itu seperti tersentak dan segera sadar. Dia merutuki dirinya. Kenapa dia seceroboh itu, mengungkap isi hatinya yang tersimpan rapi selama ini.
" Aa... It-itu. Maksud saya-- "
" Saya tidak senaif itu Maria. Saya tahu yang barusan kau ucapkan, murni isi hatimu yang terpendam selama ini. " Tekan Dilara dengan tatapan mengintimidasi.
Maria salah tingkah. Bola matanya bergerak liar. " Kak Lara salah tanggap. Maksud saya bukan seperti apa yang Kak Lara pikirkan. " Cicitnya tidak berani menatap Dilara.
Dilara turun dari gazebo dan berdiri di tepi kolam dengan membelakangi Maria sambil bersedekap dada. Tatapannya lurus tak beriak. " Jadi menurutmu apa yang saya pikirkan, hmm ? " Ujarnya datar.
Maria semakin tersudut. " Sial ! Kenapa aku bicara seperti itu. " Umpat Maria dalam hati mengepalkan kedua tangannya menahan rasa kesalnya.
" Saya akan melepas abang untukmu. Buatlah dia jatuh cinta padamu. Terimalah dia dengan tulus tanpa memandang dia orang kaya. Kamu bisa ? " Ucap Dilara tiba-tiba setelah sesaat hening. Raut wajahnya tenang terkesan sangat datar. Tak ada emosi dari ucapannya itu dan entah kenapa justru membuat Maria terintimidasi.
Maria menatap punggung Dilara dari tempatnya duduk. " Maksud kak Lara, kakak akan minta cerai pada Kak Fikri ? Begitu ? " Tanya Maria bersorak gembira di dalam hati.
Dilara tersenyum tipis mengiris udara. Tatapannya kosong menyorot sinar bulan. " Iya. Saya akan melepaskannya asalkan kamu menerimanya sebagai laki-laki yang tidak memiliki apa-apa. Statusnya sekarang hanyalah karyawan biasa. Dia tidak punya apa apa lagi, asal kau tahu itu. " Kekehan sinis menyertai ucapannya. Dia jadi ingat ucapan Fikri bahwa semua harta Fikri telah beralih atas nama dia.
Maria tiba-tiba ingat dengan Umi yang membawa pengacara waktu itu. Kenapa dia bisa lupa. " Heh ! Selicik itu kak Lara ?! Setelah Kak Fikri tidak punya apa-apa, Kak Lara melepasnya. Kakak harus mengembalikan harta kak Fikri. Kenapa kakak merampasnya ? " Geram Maria.
Dilara terkekeh sinis. " Artinya kau tidak tulus mencintai kak Fikri. Kau takut kehilangan hartanya ? Cintamu palsu, Maria ! " Sarkasnya.
" lah... Trus kak Dilara apa ? Setelah merampok harta Kak Fikri, kakak meninggalkanya ? Dan kakak akan menikah dengan laki-laki lain ? " Sentak Maria emosi.
" Hidup harus realistis Maria. Saya dikhianati. Suami saya menikahi perempuan lain tanpa ijin dari saya. Lalu buat apa saya bertahan dengannya ? " Sahut Dilara tenang dengan senyum remeh ke arah Maria yang ikut berdiri di sampingnya di tepi kolam.
" Lalu kenapa kak Lara harus merampok harta Kak Fikri ? Itu licik namanya. " Ucap Maria semakin emosi.
" Siapa yang merampok ? Itu bukan inginku. Yang mengalihkan harta abang kan Umi dan Abi. Saya sebagai manusia normal, yaa trima trima saja. Tidak usah munafik dengan drama pura-pura menolak. " Ujar Dilara santai mematik api amarah Maria yang dasarnya memang pemarah.
" Cih serakah. Perempuan mandul sepertimu untuk apa punya banyak harta, toh tidak bisa mewariskannya pada siapa-siapa " Umpat Maria semakin berani.
" Deg "
Dilara menoleh sekilas lalu menatap lurus ke depan. Jujur hatinya seperti diremas mendapat hinaan dari madunya itu. Tapi sebisa mungkin dia tetap tenang. Selain dia hanya ingin menguji kedalaman hati Maria, nyeri di perutnya tiba-tiba menyerangnya lagi.
" Seperti kata saya tadi. Hidup ini harus realistis. Meskipun saya tidak punya keturunan, tapi saya butuh uang buat membayar orang yang akan merawat saya kelak nanti ketika sakit, syukur-syukur bisa ada di fase masa tua. " Ucap Dilara tenang seraya mengepalkan tangannya menahan perih di dalam hati dan nyeri di perutnya.
Maria semakin meradang. Dilara berhasil mempermainkan emosinya. Wanita yang memiliki kesabaran setipis tissu itu menatap Dilara dengan wajah merah padam.
" Tapi tunggu dulu. Pertanyaannya, apakah abang bersedia cerai dariku ? Atau jangan-jangan kau yang akan diceraikannya ?! " Kekeh Dilara memicingkan matanya pada Madunya dengan tatapan remeh. Dan hal ini berhasil memprovokasi Maria.
" Sialan ! Perempuan mandul sialan ! Kau tidak tahu siapa saya, hahh ? Pantang bagi saya mundur sebelum keinginan saya tercapai ! " Pekik Maria dengan tangan terulur, ingin menjambak rambut indah Dilara.
Keluar khodamnya. Dilara berhasil memancing sifat asli madunya. Dilara menghindar gesit ketika tangan Maria hendak menjambaknya.
" Byuurr "
" Maria !! "
❤️❤️❤️
Tetap tinggalkan jejak yaa. Author sangat senang bila pembacanya meninggalkan kenangan 🤭🤭🤭
6 September 2024.
lanjut thor
..