Dokter Cantik Tuan Psikopat

...༻⌘༺...

Athena sekarang dalam perjalanannya menuju tempat kerja. Dia tidak lagi menaiki transportasi umum, namun menggunakan mobil pribadinya. Itu Athena lakukan atas berdasarkan suruhan kedua orang tuanya.

Athena baru saja mendapat panggilan telepon dari Cody. Lelaki itu memberitahukannya mengenai kejadian di penjara tiga hari lalu. Cody mengatakan bahwa Ares telah kabur dari penjara. Ia memperingatkan Athena untuk terus waspada.

"Cody! Aku mohon jangan beritahukan semua ini pada kedua orang tuaku," pinta Athena.

"Kenapa?" Cody menuntut jawaban.

"Karena ini terkait pekerjaanku. Jika mereka mengetahui masalah ini, maka mereka akan memaksaku berhenti bekerja. Kau tidak tahu perjuanganku agar lulus ujian negara dan berakhir di tempatkan di kota Bloody." Athena menjelaskan panjang lebar.

"Baiklah. Tapi mulai hari ini, polisi akan terus berjaga di sekitarmu," kata Cody.

"Baiklah. Aku akan merasa sangat aman kalau begitu," tanggap Athena. Pembicaraannya dan Cody berakhir di sana.

Athena menepikan mobil ke tepi jalan. Dia menenangkan diri sejenak. Namun entah kenapa dirinya justru merasa sedikit senang saat mengetahui Ares kabur dari penjara.

"Bolehkah aku berharap dia berubah dan akan menjalani hidupnya baik-baik saja?" gumam Athena seraya memegangi dadanya.

Sesampainya di rumah sakit, Athena langsung memasuki ruangannya. Kebetulan hari ini dia memiliki beberapa pasien untuk ditangani. Termasuk salah satu di antaranya adalah pasien baru.

Pasien baru Athena kebetulan datang di jam terakhir. Asisten Athena segera mempersilahkan pasien tersebut masuk ke ruangan.

Pupil mata Athena membesar tatkala menyaksikan pasien barunya. Sebab wajah orang itu tidak asing baginya.

"Brandon?" panggil Athena.

Benar, orang yang datang sebagai pasien baru Athena tidak lain adalah Ares.

"Athena? Apa kau dokternya?" tanya Ares yang berpura-pura kaget.

"Iya. Ini kebetulan yang tak terduga. Silahkan duduk Tuan..."

"Hilton, Brandon Hilton!" ujar Ares.

"Ah, oke. Sekarang kau bisa memberitahuku mengenai masalah yang mengganggumu sampai kau memutuskan datang ke sini," ucap Athena. Sembari mempersilahkan Ares duduk.

"Aku mencemaskan sesuatu dalam diriku. Sepertinya aku mengalami gejala psikopat," ungkap Ares.

Kelopak mata Athena melebar. Dia sontak teringat tentang Ares. Namun Athena langsung menggeleng untuk menyadarkan diri agar bisa segera melupakan segala hal tentang Ares.

"Benarkah? Kenapa kau berpikir begitu?" tanya Athena.

"Karena akhir-akhir ini aku selalu memiliki keinginan untuk membunuh. Terutama pada orang yang kubenci dan kupikir sangat menggangguku," terang Ares panjang lebar. Ia menatap Athena dengan lekat. Anehnya, dirinya merasa selalu senang dan nyaman saat berada di dekat perempuan tersebut.

"Tapi kau belum pernah menyakiti siapapun kan?" tanya Athena.

"Bila aku berkata jujur, apa aku akan di penjara?" Ares justru berbalik tanya. Perkataannya itu juga berhasil membuat Athena sedikit gugup.

Namun Athena harus memberanikan diri. Mengingat itu adalah bagian tugasnya sebagai psikiater. Dipercaya oleh pasien adalah hal utama baginya.

"Berkata jujur saat melakukan konsultasi adalah hal paling bijak untuk dilakukan. Percayalah, tak ada orang yang bisa menghakimimu. Bahkan aku sekali pun," tutur Athena.

"Baiklah, aku akan mempercayaimu," sahut Ares. Dia pun segera menceritakan semua pengalaman membunuhnya.

Kala itu Ares mengakui kalau dirinya pernah membunuh tiga orang saja. Mengingat dia juga harus menutupi identitas yang sebenarnya.

"Apa aku bisa sembuh?" tanya Ares.

"Kalau boleh jujur, penyakit jiwa di dunia ini hampir tak bisa disembuhkan. Tapi, bukan berarti tidak bisa. Aku selalu percaya keajaiban dan tekad kuat. Kalau kau bertekad ingin sembuh, maka aku yakin kau pasti bisa sembuh," kat Athena.

"Syukurlah kalau begitu. Kau sangat memberiku harapan. Aku merasa tambah beruntung saat mengetahui kalau kita tinggal berdekatan," ungkap Ares.

"Memangnya kenapa kalau kita bertetangga?" Athena sontak penasaran.

"Karena kalau ada apa-apa, aku bisa meminta pertolonganmu," jawab Ares.

"Ah, tentu saja. Kau harus menghubungiku kalau sesuatu terjadi. Untuk sekarang, aku akan menjadwalkan sesi terapi untukmu," ujar Athena sembari memeriksa jadwalnya. Ia berusaha mencari waktu luang untuk melakukan sesi terapi Ares.

"Lalu apa hal pertama yang harus kulakukan agar bisa menyembuhkan penyakitku?" tanya Ares.

"Menurutku kau harus mencari sesuatu hal yang disuka. Pokoknya sesuatu yang membuatmu bersemangat, dan pastinya sesuatu selain membunuh atau hal berbahaya lainnya," cetus Athena.

"Itu hal yang mudah," sahut Ares. Dalam hati dia berucap, 'Hal yang kusuka itu adalah kau, Athena...'

"Baguslah kalau begitu. Aku akan meresepkan obat untukmu. Kalau kau terkena gangguan cemas atau hasrat keinginan membunuhmu muncul, minumlah obat ini," ujar Atena. Sesi bicaranya dan Ares berakhir di sana.

Setelah selesai mengurus pasien terakhir, Athena langsung pulang. Ia tak lupa menyapa dua polisi yang akan mengawalnya mulai hari itu.

Sesampainya di gedung apartemen, Athena menaiki lift. Tanpa diduga, dia bertemu Brandon lagi di sana. Brandon yang tak lain adalah Ares.