Laura Veronica, dia merupakan seorang mahasiswi jurusan manajemen bisnis. Dia bisa di bilang wanita barbar di kampusnya, prilaku Laura memang sembrono dan centil.
Suatu hari, kebetulan ada dosen baru yang bernama Dimas Adamar, pria tampan namun berwajah dingin. Postur tubuhnya yang gagah membuat Laura terpikat akan pesonanya.
Akankahkah pria itu terpikat oleh pesona wanita barbar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurmaMuezzaKhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15 Permintaan
Pada pukul 17:30. Laura telah sampai di kediamannya. Saat itu, Dimas tidak sampai mengantarkannya ke depan rumah, Laura meminta Dimas untuk berhenti saat sebelum sampai rumahnya.
Alasan Laura melakukan itu, karena dia takut Revan melihatnya. Dia belum siap untuk mengenalkan Dimas pada kakaknya.
"Eh, kenapa rumahnya di kunci?" Gumam Laura sambil mencoba membuka pintu rumahnya. "Tumben kakak menguncinya. Kak! Buka, aku sudah pulang nih!" Pekiknya berteriak di luar.
Bukannya mendengar jawaban, justru malah hening tak ada jawaban sekali pun dari Revan. "Kak?! Kakak sedang apasih, buka pintunya kak!" Laura menjadi panik bahkan bisa di bilang saat ini dia merasa gelisah, dia takut terjadi sesuatu pada kakaknya.
"Ah, ya. Aku harus mencoba meneleponnya." Dengan tangan tergesa-gesa merogoh ponsel dari tasnya.
Laura mencoba menelpon Revan, dia berharap tidak terjadi sesuatu dengan kakaknya. "Ayo kak, angkat teleponku!" Gumamnya sambil menggigit ujung kuku tangannya.
"Aku tidak mendengar suara ponsel di dalam, apa jangan-jangan......"
"Eh, adik. Sudah pulang?" Seru seseorang dari belakang Laura yang tak lain adalah Revan.
Saat itu juga Laura menoleh ke belakang dan melihat kakaknya yang sedang berdiri sambil di bantu tongkat kakinya. "Yakkk! Kakak!!" Pekiknya terkejut.
"Heu, kenapa?" Serunya dengan wajah tak berdosa. Laura bahkan sedari tadi panik setengah mati, taunya Revan ada di belakangnya dengan tatapan polos.
"Ish, kakak!" Mendengus kesal dan memanyunkan bibirnya.
Revan paham bahwa adiknya saat ini sedang khawatir padanya, ia pun mencoba untuk berjalan mendekati adiknya tersebut. "Maafin kakak, tadi kakak keluar rumah untuk membeli obat, obat kakak sudah habis." Ucapnya dengan nada lembut.
"Kenapa gak bilang sama aku sih, aku kan bisa membelinya untuk kakak! Aku takut tau, tiba-tiba rumah terkunci dan kakak tak angkat teleponku!!" Pekiknya dengan mata berembun.
"Astaga, maaf-maaf. Lain kali kakak akan bilang padamu ya, kalau keluar lagi." Mengusap surai Laura menandakan kalau Revan benar-benar menyayangi adiknya ini.
Degh.
Tiba-tiba, arah mata Laura tertuju pada sesuatu yang ada di tubuh Revan, pasalnya dia melihat baju Revan yang kotor dan sudut bibirnya berdarah.
"Kak! Kakak kenapa?!" Melihat Revan dari atas hingga ke bawah.
"Ah, itu...." Revan bingung bagaimana cara menjelaskannya pada Laura, dia dengan cepat menjawab apa yang ada di otaknya. "Kakak terjatuh." Celetuknya.
"Terjatuh?" Memicingkan matanya merasa curiga. dan benar saja, Laura curiga dengan jawaban Revan seperti sedang berbohong.
Dengan sigap Revan pun langsung membuka pintu rumahnya dan mengajak Laura untuk masuk ke dalam. "Ayo dek, sudah mau malam, kita masuk!" Menarik tangan Laura.
*
*
Ke esokan harinya.
Tap,.. Tap,... Tap,...
"Ayah, apakah ibu benar-benar tidak mau datang ke sekolahku?" Ucap gadis kecil sambil menggenggam tangan ayahnya.
"Tidak papa, ayah akan mencoba untuk bicara lagi dengan ibumu." Jawab Dimas mencoba untuk membuat Amelia tidak khawatir.
Wajah gadis kecil tersebut nampak sedikit sumringah ketika mendengar jawaban sang ayah. "Ayah, aku sayang sama ayah." Memeluk Dimas dengan erat.
"Kamu berangkat sama supir ya, ayah akan berbicara dulu dengan ibumu." Membalas pelukan Amelia sambil mengusap surainya.
Amelia pun mengangguk dan tersenyum pada ayahnya, dia menguraikan pelukannya dan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mobil. "Dadah ayah!" Pekiknya sambil melambaikan tangan.
Dimas membalas senyuman dan juga lambaian tangannya. "Aku harus menelepon Laura, barangkali dia mau menggantikan Vina untuk datang ke sekolah Amel." Mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Saat itu juga Dimas menatap sekeliling dan mencoba menelepon Laura. Dia waspada karena takut ada seseorang yang akan menguping pembicaraannya.
"Hallo..?" Jawab Laura dari sambungan telepon.
"Sayang, lagi apa hum?" Ucapnya dengan nada pelan. Mata Dimas terus memantau sekitar agar dia bisa lebih leluasa bicara dengan sang kekasih.
"Aku lagi pakai baju, abis mandi. Ada apa nelepon pagi-pagi begini?"
Dimas tiba-tiba tubuhnya meremang. "Sial, aku ingin sekali menculiknya dan bermain ranjang dengannya. Aku benar-benar merindukan tubuhnya." Gumam hatinya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Aku ada permintaan kecil padamu, bisakah kau mengabulkannya? Aku janji ini tidak gratis, sayang." Ucapnya Dimas yang terus memperhatikan sekitar.
"Baiklah." Jawab Laura dengan cepat.
"Mas, kamu sedang bicara dengan siapa?" Celetuk seseorang dari arah belakang Dimas yang tak lain adalah Vina.
Degh.
Bersambung.
єηєg ρgη мυηтαн... кαυ ∂gя
double up!!