“Apakah kau sedang berusaha untuk mengakhiri hidupmu?”
Celphius menemukan seorang gadis yang di buang seseorang di dalam hutan dalam kondisi tubuh yang sudah memprihatinkan. Suatu ketika saat Celphius membawanya pulang ke rumah, terjadi keanehan misterius pada gadis itu di mana setiap pulang dari luar, tubuh gadis itu sudah di penuhi dengan darah dan kamar yang berantakan. Ingin mencari tahu sumber masalah itu, Celphius pun memasang kamera tersembunyi di kamar gadis itu dan hasilnya membuat bibirnya menganga!
Apa yang terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LennyMarlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Penuh Keraguan
Suasananya mendadak asing penuh keheningan. Itu bermula ketika Celphius dengan gamblang mengatakan mengenai reputasi Tuan Rowland akan menurun ketika kabar kondisi beliau diumbar ke dunia maya yang kejam.
PLAK!
Flavian memukul tubuh kakaknya untuk memberi tahu kesopanan seperti apa yang harus mereka lakukan ketika berada di hadapan orang yang lebih tua. Bukan malah menjatuhkan mental dengan ucapan yang buruk.
“Ada apa denganmu?”
“Maafkan kelakuan Kakak saya. Dia tidak terlalu serius mengatakannya, jadi, jangan terlalu dipikirkan. Kami ke sini untuk menjenguk Anda dan memberikan semangat untuk sembuh,” ucap Flavian sangat sopan.
“Haa ... Padahal saya mengatakannya dengan jujur tapi malah dianggap sebagai candaan belaka. Ya, tidak masalah. Saya berharap Anda bisa sembuh secepatnya, Tuan Rowland.” Celphius hendak meninggalkan ruangan itu.
“Eh? Kak!”
Namun, ketika berada di ambang pintu, Tuan Rowland tiba-tiba bersuara meminta agar Celphius tidak dahulu meninggalkan tempat itu. Ada sesuatu yang harus Tuan Rowland katakan selagi Celphius berada di sekitarnya.
“Tunggu sebentar, Celphius.” Pria tua itu berusaha bangkit dari tidurannya dan dibantu oleh sang anak untuk duduk di sana. “Apa kamu masih belum bisa menerima anak saya? Kenapa kamu tidak mau menikah dengannya?”
“Ayah? Kenapa Ayah menanyakan hal itu?” Daniar terkejut dengan pertanyaan yang ayahnya lontarkan. Dia tahu pasti Celphius tidak memiliki jawaban untuk menjawab pertanyaan ayahnya yang terlalu memaksa.
“Diamlah, Daniar. Ayah mau mencobanya sekali lagi dan ingin mendengar penjelasannya yang tidak mau menikah denganmu. Kamu diam saja dan biarkan Ayah berbicara,” ucap Tuan Rowland menyuruh untuk diam.
Daniar tidak bisa melakukan apa pun. Bibirnya tertutup dengan rapat menolak untuk bersuara sebelum ayahnya memerintahkannya berbicara sepatah kata ataupun dua kata. Ini semua seperti tergantung sikap ayahnya.
Celphius kembali memasuki bagian dalam ruangan itu. Dia menarik sebuah kursi dan duduk di samping Tuan Rowland yang menanyakan kabar soal pernikahannya dengan Daniar yang tidak kunjung dilaksanakan.
“Kata Nona Daniar— ” Ucapan Celphius tiba-tiba berhenti saat menolehkan sedikit pandangannya pada Daniar yang sudah melambai-lambai tidak jelas memohon untuk tidak membocorkannya. ‘Dia sedang merahasiakannya?’
Kasihan sekali. Kedua anggota keluarga saling balas membalas dalam merahasiakan niat hati mereka dengan menutup mulut rapat-rapat. Akan susah jikalau tahu mereka akan menikah secara kontrak dalam kertas.
“Anak saya mengatakan apa?“
Lelaki itu kembali memandangi Daniar yang masih menggelengkan kepalanya. Dia menjadi tidak memiliki pilihan lain. “Ah, tidak. Maksud saya adalah anak Anda tidak mau perjodohan ini tapi Anda terus memaksa.”
“Itu karena aku percaya pada kamu. Hanya kamu yang bisa menjaga putriku satu-satunya dan membuatnya bahagia. Aku dengan senang hati menyerahkan putriku untukmu, Celphius,” pinta Tuan Rowland melirih.
“Tapi, masalahnya ... putri Anda tidak mau melakukannya. Saya juga bukan orang gampangan yang mudah dirayu untuk menikahinya seperti ini. Harus ada sesuatu sebagai jaminannya.” Celphius hanya bercanda saja.
Soal jaminan mungkin tidak dimiliki oleh Tuan Rowland. Memangnya apa yang bisa beliau berikan sebagai jaminan? Keluarga Celphius saja sudah sangat kaya dan menginginkan sebuah jaminan dari orang lain?
“Jaminan apa yang kamu mau? Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk memberikannya padamu asalkan mau menikah dengan putriku.” Tuan Rowland tidak peduli sebesar apa jaminan itu asalkan mereka menikah.
Hal itu membuat Celphius terkekeh, “Anda benar-benar mementingkan diri Anda sendiri tanpa memikirkan kebahagiaan putri Anda. Coba lihatlah baik-baik apakah putri Anda merasa bahagia dengan semua ini atau tidak.”
Tuan Rowland melirik pada anaknya. “Daniar sudah menyetujui keputusan ini dan hanya tinggal menunggu kabar darimu. Daniar sudah pernah mengatakannya bahwa dia setuju untuk menikah denganmu, Celphius.”
‘Rupanya dia sudah menyetujuinya sebelum kami mulai bertemu untuk membicarakan kontrak itu, 'ya? Hebat sekali. Makhluk ini tidak takut akan penolakan seseorang,’ gumam Celphius membatin, bibir menyeringai.
Daniar tidak bisa membela diri. Bahkan ketika Celphius memandangnya dengan senyuman yang menyeringai pun wanita itu selalu menghindar dan melihat ke arah yang lain. Karena keputusan itu di ambil saat situasi genting.
‘Bagaimana ini? Celphius pasti tidak akan mau menerima tawaranku jika sudah mendengar hal ini dari Ayah. Aku mengatakannya tanpa berunding dulu karena rasanya Ayah akan merasa lega jika aku menerimanya.’
Ia hanya bisa berharap ada sedikit harapan untuknya yang menginginkan kebahagiaan sang Ayah meskipun harus merelakan kebahagiaannya sendiri. Lagi pula, Daniar pun sudah telanjur meminta izin kepada pacarnya.
Jika rencana ini terlalu plin-plan dan entah harus bagaimana cara melanjutkannya, takutnya pacarnya tidak akan memberikan satu kesempatan lagi dan akan merasa muak dengan semua keputusannya itu.
Daniar harus terus berusaha meyakinkan Celphius mengenai kontrak mereka. Ada janji di mana Daniar berkata tidak akan menuntut apa pun dari Celphius bahkan untuk mencintainya saja tidak akan pernah terjadi.
“Saya tidak bisa melakukan apa pun. Nanti saya akan menghubungi Ayah saya untuk mendapatkan keputusan yang lebih baik. Sampai hari itu tiba, tolong tunggu sampai keputusan itu diucapkan oleh bibir saya sendiri.”
DEG!
Celphius meminta keluarga itu untuk menunggu sampai keputusan bulat diucapkan olehnya. Itu artinya Celphius akan menerima kontrak itu? Daniar tahu bahwa Tuan Blair akan senantiasa merestui hubungan pernikahan itu.
.
.
.
Kedua putra anggota Blair keluar dari rumah sakit itu dan bersiap pulang dengan membuka pintu mobil yang mereka kendarai. Celphius melihat Daniar yang berlarian menuju ke arahnya dengan sangat tergesa-gesa.
“Ada apa, Nona Daniar? Kenapa Anda berlarian seperti itu? Apakah ada sesuatu yang terjadi kepada Tuan Rowland?” tanya Celphius mengerutkan alisnya. Jika begitu, seharusnya Daniar memanggil Dokter atau perawat.
“Tidak, bukan itu. Aku mau mendengar penjelasanmu soal masalah yang tadi. Apa kamu benar-benar menerima tawaran dariku? Kamu tidak berbohong, 'kan?” tanya Daniar. Ucapan yang tadi membuatnya tak percaya.
Flavian kebingungan. “Apa? Tawaran apa yang kalian bicarakan?” Dia tidak pernah tahu kesepakatan apa yang kakaknya dan Daniar obrolkan. Dia juga ingin tahu tetapi kenapa mereka malah menjauh darinya seperti itu?
“Kalian mau ke mana?”
“Diam di sana!”
Celphius menyuruh dengan tegas untuk menunggu di mobil. Karena ini rahasia antara dirinya dengan Daniar Rowland. Tidak boleh seorang pun tahu karena hal itu bisa menimbulkan suatu masalah yang luar biasa.
Di suatu tempat, Celphius dan Daniar saling berbincang satu sama lain yang jauh dari orang-orang yang bisa saja menguping pembicaraan mereka. Biar Celphius terangkan sekali lagi bahwa itu masih dalam tahap memikirkan.
“Saya tidak bilang akan menerima tawaran kontrak Anda, tapi saya sedang memikirkan hal itu lebih dalam dan akan membicarakannya dengan Ayah saya. Kenapa Anda tidak bisa menunggu saat itu tiba?” tanya Celphius.
“Aku minta maaf tapi aku benar-benar tidak bisa menunggu. Jika semua ini masih abu-abu hatiku terus merasa tidak tenang dan selalu berpikiran buruk mengenai kondisi ayahku. Jadi, aku meminta keputusanmu,” kata Daniar.
“Begitu pun dengan saya. Tidak semudah itu saya memutuskan sendiri tawaran ini karena pernikahan bukanlah sesuatu yang gampangan. Mau bagaimanapun, Anda harus tetap menunggu keputusan dari saya.”
Itu adalah keputusan totalitas yang sudah Celphius pikirkan. Hal yang seharusnya sudah menjadi kebiasaan membuat Daniar terus menerus tidak sabar. Sedangkan sudah tahu Celphius tidak akan menerima semudah itu.
.
.
.
Sementara Ruby, dia sedang termenung sendirian di dalam kamarnya setelah menyelesaikan makan siangnya dengan hidangan seadanya saja. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya yang membuatnya kepikiran.
Celphius ingin menikah? Apakah itu adalah keputusan yang tepat untuknya? Bisa saja wanita yang akan Celphius nikahi bukan orang yang baik yang pantas untuk dinikahi. Ruby khawatir kehidupan Celphius akan berantakan.
Pernikahan bukan permainan. Pernikahan itu sesuatu yang sangat sakral di mana kedua sejoli akan menempuh kehidupan yang baru sebagai pasangan suami istri. Ruby tidak bisa membayangkan nasib Celphius ke depannya.
Namun, apa haknya memikirkan semua itu? Bukan siapa-siapa, bukan keluarga, bukan adik atau kakak maupun temannya. Dia hanya seorang gadis asing yang tidak dikenali namanya dan asal-usul yang tidak jelas.
Bukan tugasnya mengkhawatirkan keadaan Celphius setelah memilih menikah dengan wanita yang dipilih olehnya. Namun, mengapa hatinya terluka dan merasa semua yang ada di dalam Celphius telah direbut darinya?
TOK!
TOK!
TOK!
GRR!
Ruby terkejut mendengar suara ketukan pintu yang membuyarkan lamunannya. Sejak tadi terus tidak fokus sampai melupakan keadaan dan tidak terasa keadaan yang Ruby jalani ini adalah kondisi yang sepi dan sunyi.
‘Siapa yang mengetuk pintu?’ gumam Ruby dalam hatinya yang kemudian turun untuk membuka pintu. Dan kebetulan sekali kamar itu sengaja di kunci dari dalam.
CEKLEK!
“Kamu...?”
“Ah, aku datang untuk memberikan makan siang ini untukmu. Sudah waktunya kau makan dan karena kau tidak kunjung keluar kamar, jadi, aku memilih untuk mengantarnya langsung padamu,” ucap Gilbert.
‘Dia sampai mendatangiku seperti ini hanya karena aku tidak keluar kamar saat waktunya makan.’ Ruby merasa semua orang di dalam rumah itu terus merasa kasihan padanya. “Iya, terima kasih. Maaf sudah merepotkan.”
“Tidak merepotkan.” Gilbert memindahkan nampan tersebut kepada Ruby yang sudah membuka tangannya untuk menerima makanan tersebut. “Kalau butuh apa-apa panggil saja aku. Hanya aku yang ada di rumah ini.”
Ruby terdiam. Wajahnya menunduk seketika memikirkan sesuatu yang mendadak hadir mengganggunya. Gilbert sudah menolongnya saat itu sudah seharusnya Ruby tidak terlalu berpikiran berlebihan terhadapnya.
“Mm ... apa kamu sedang tidak sibuk?” Dia memberanikan diri untuk bertanya apakah Gilbert sedang sibuk atau tidak.
“Tidak.“
“Di mana Ronan dan Jarrel?”
“Mereka sedang pergi karena ada urusan yang harus dikerjakan. Untuk apa kau menanyakan mereka? Kau ada perlu dengan mereka berdua?” Gilbert bertanya lagi sembari mengerutkan alisnya tanda dirinya bingung.
“Tidak, aku hanya penasaran saja.” Suasananya menjadi sangat canggung. “Kalau tidak sedang sibuk ... apa kamu mau mengobrol sebentar denganku? Itu pun jika kamu mau menemaniku makan dan mengobrol sebentar.”
Ada hal yang tidak biasa yang terjadi pada diri Ruby. Memang tidak selalu seperti ini dan Ruby pun selalu berubah-ubah suasana hatinya. Rasanya hanya ini adalah kesempatan satu kali yang diberikan kepada Gilbert.
Rasanya menjadi merugikan jikalau Gilbert menolak tawaran gadis itu. Ia yang senantiasa menyendiri di dalam kamarnya kini mencoba bergaul dengan orang lain meskipun ada banyak keraguan terkait jawabannya.
“Baiklah. Kau mau duduk di mana?” Gilbert menyetujui tawaran Ruby. Kasihan juga melihatnya hanya termenung sendirian tanpa ada yang mau menerimanya. “Bagaimana kalau kita duduk teras depan saja?”
‘Teras depan? Bukannya di situ ada ... ’ Ruby teringat kejadian saat dirinya pertama kali keluar rumah sendirian tanpa ada yang mendampingi. Bahkan Celphius sampai memarahinya hanya karena melakukan hal itu.
“Jangan khawatir, aku ada bersamamu. Aku akan menjagamu sampai Bos Celphius datang ke sini.” Anak buah Celphius itu mengaku akan menjaga Ruby dengan baik meskipun harus mengorbankan nyawanya sekalipun.
“Baiklah.”
Keduanya mulai bergerak menjauhi kamar dan ruangan itu sekarang menuju keluar rumah dan duduk di kursi yang ada di sana. Ruby duduk dengan ragu bahkan sempat takut menghadap pada alam di depannya.
Hal-hal yang terjadi kemarin itu membuatnya terkejut dan membuat traumanya kambuh tak terkendali. Semua berawal dari sana sampai berhalusinasi pun berlaku pada pikirannya yang sangat buruk saat itu.
“Apa yang mau kau bicarakan berdua saja denganku? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Gilbert mulai bertanya. Masalahnya tidak pernah Ruby meminta untuk ditemani selain bersama dengan Celphius.
“Aku hanya mau ditemani saja. Aku harap kamu tidak merasa keberatan karena aku memintamu menemaniku di sini.” Itu karena wajah Gilbert yang kelihatan sangat sibuk sehingga membuat Ruby menjadi salah paham.
“Sejak kapan aku merasa keberatan? Kau adalah orang yang sangat dijaga oleh Bos dan aku hanya bisa menuruti apa yang Bos katakan. Itu berarti perintahmu adalah sesuatu yang harus aku laksanakan tanpa membantah.”
Kedengarannya seperti Ruby adalah majikan. Padahal sebenarnya dirinya hanyalah seorang tamu tak diundang yang sampai saat ini masih mendiami rumah penolongnya. Kenapa sifat manusia itu macam-macam?
BERSAMBUNG