NovelToon NovelToon
Cerita Dua Mata

Cerita Dua Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling menemukan hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan,dan ada dilema yang harus diputuskan.

Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.

Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.

Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.

Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter Ke-20 Buku Itu

Semalaman ku lalui ditempat pengungsian, tanpa sedikitpun dapat memejamkan mata. Ingin rasanya aku pergi di malam itu untuk memastikan dugaan perasaan ini, namun kota Padang sangat gelap. Listrik yang tidak menyala di setiap penjuru kota, membuatku tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu mentari kembali datang. Hati hanya bisa berharap, semoga Rani baik-baik saja, dan firasat yang kurasakan tak akan menjadi kenyataan.

Saat fajar mulai menyingsing, aku segera meminta temanku Andra untuk mengantarkan aku ke tempat di mana hotel yang diceritakannya berada. Aku sudah tak sanggup lagi menunggu hari benar-benar terang di saat itu. Andra yang sangat pengertian dengan apa yang aku rasakan, menuruti permintaanku tanpa ragu-ragu.

Sesampainya di hotel yang Andra ceritakan, betapa tak sanggupnya diriku menyaksikan apa yang terjadi ditempat itu. Bangunan hotel yang diceritakan sangat megah, berganti dengan gambaran kesedihan yang sangat menyayat hati. Dimana-mana, puing-puing reruntuhan menghimpit ratusan nyawa. Tubuh-tubuh manusia bergelimpangan ditumpuki pecahan-pecahan beton.

Aku dan Andra membaur bersama relawan yang mulai mengevakuasi orang-orang yang tertimbun. Aku mencari-cari wajah Rani, menyingkirkan satu persatu puing-puing yang menghimpit banyak jasad manusia. Banyak di antara korban yang terhimpit mengalami luka parah, tulang patah, dan tubuh yang terpotong-potong, sehingga bau darah memenuhi udara di sekitarnya.

Aku terus mencari Rani di sela-sela reruntuhan sambil menyingkirkan penghalang-penghalang yang sekiranya sanggup untukku angkat. Betapa sulitnya aku menahan muntah di saat itu, karena hampir di setiap reruntuhan yang ku angkat terdapat jasad yang tak lagi berbentuk utuh. Namun aku tetap melawan rasa mual di perutku. Aku harus memastikan Rani tidak ada di antara para korban yang telah meregang nyawa di bawah puing-puing bangunan.

Puluhan mayat yang telah berhasil dievakuasi dari reruntuhan, berjejer di tepi pinggiran hotel, dan mulai diangkut oleh mobil ambulan. Aku memeriksa satu persatu mayat yang akan di bawa, tapi tak ada wajah orang ku cari di antara mayat-mayat itu. Hati sedikit lega namun juga penuh keragu-raguan, karena masih banyak jasad yang tertimbun reruntuhan bangunan hotel, dan sulit untuk dievakuasi.

Aku kembali melangkah menuju reruntuhan, bermaksud membantu Andra dan orang-orang mengangkat bongkahan-bongkahan beton besar. Di saat aku berjalan di antara pecahan-pecahan bangunan hotel, aku melihat cahaya putih yang berkilau di sela-sela tumpukan batu bata. Aku mendekati cahaya itu, menyingkirkan benda-benda yang menghimpitnya, dan ternyata ada tangan manusia yang terhimpit di bawahnya.

Cahaya yang baru saja kulihat, adalah pantulan cahaya matahari pagi dari cincin emas putih yang ada di jari manis tangan itu.

Segera ku singkap lebih luas area di sekitarnya, mengangkat puing-puing reruntuhan yang tidak begitu besar, namun ternyata tangan itu hanya sebatas pergelangan. Aku tak menemukan tubuh tangan itu, meskipun tumpukan beton yang menindihnya telah aku singkarkan semuanya.

Aku perhatikan kembali tangan itu tanpa sedikitpun berani untuk menyentuhnya. Ada perasaan takut saat melihat potongan tubuh manusia yang kutemukan itu, namun juga ada perasaan yang seolah-olah aku mengenalnya. Saat aku memperhatikan lebih dekat, aku melihat ada sebuah nama yang terukir pada cincin yang ada pada jari tangan itu.

Aku tak sanggup lagi menahan perasaan saat melihat apa yang telah ku temukan. Cincin di jari tangan itu bertuliskan nama Miko. Tangan itu milik Rani, orang yang sedari tadi aku cari. Rasa takut hilang seketika, berganti dengan kepahitan yang nyata.

Perlahan-lahan ku sentuh tangan itu, membersihkan dari debu-debu reruntuhan. Aku tidak menyangka tangan yang belum pernah ku sentuh selama aku mengenalnya, akan ku sentuh dalam keadaan pucat tak berdarah.

“Apa yang kamu lakukan Fan?” Andra menghampiriku yang sedang tersimpuh di atas reruntuhan.

“Ini tangan Rani Dra!” jawabku mengambil tangan itu. Sebagiannya telah hancur, hanya jari jemarinya yang masih utuh.

“Darimana kamu tahu kalau itu tangan Rani?” tanya Andra ragu.

“Ada nama orang yang akan menikahi Rani di cincin ini. Rani memperlihatkan cincin tunangannya padaku kemarin, dan ini cincin yang diperlihatkannya itu. Aku masih ingat dengan jelas. Jari ini adalah milik Rani,” terangku mengusap kuku berwarna ungu di jari tangan itu.

“Minggir dulu Fan!” pinta Andra padaku

Aku berdiri, pergi sedikit menjauh dari tempat itu, dan membawa bagian tubuh Rani bersamaku.

Andra memperhatikan sekitaran tempat tangan itu di temukan, mencoba mencari tubuh Rani seperti apa yang tadi kulakukan. Ia juga meminta bantuan pada relawan untuk mengangkat bongkahan puing-puing yang berukuran besar.

Aku membuka cincin yang putih yang bertuliskan nama Miko, dan membuangnya sejauh mungkin. “Aku telah melepaskan cincin itu Ran!” bisikku dalam hati. Setetes darah yang hampir beku di bekas luka tangan itu, jatuh menetes ke telapak tanganku, mengiringi air mata yang akhirnya tak mampu ku tahan.

Tidak lama, Andra kembali menghampiriku. “Ayo Fan! Kita ke Rumah sakit, mungkin saja Rani selamat!” ajak Andra yang sepertinya telah puas membalik bongkahan beton di sekitar tangan yang ku temukan.

“Mungkinkah itu Dra?” tanyaku mengangkat wajahku. Ada harapan yang tumbuh dalam hatiku saat itu. Harapan yang tak pasti, namun sangat ingin ku nyatakan.

“Mungkin saja! semua yang masih hidup dan terluka parah telah di bawah ke rumah sakit. Ayo kita coba mencarinya di sana!” Andra berlari mengambil sepeda motornya yang terpakir di antara papan karangan bunga yang telah tertelungkup dan berantakan. Aku dan Andra pergi menuju Rumah sakit terdekat, di mana para korban gempa di hotel itu dirawat.

Sesampainya di Rumah sakit, kami segera memeriksa satu persatu ruangan Rumah sakit yang di penuhi orang-orang yang terluka akibat gempa, dan puluhan mayat berjejer di lorong-lorongnya. Cukup lama kami mondar-mandir di bangunan Rumah sakit yang luas, dan telah semua ruangan kami datangi, namun Rani tak jua kami temui.

Langkah kakiku yang tadinya sangat bersemangat, berubah kembali menjadi lemah. Harapan yang kusemogakan, seakan-akan mustahil untuk menjadi kenyataan. Tak ada Rani di rumah sakit itu, “mungkinkah dia masih tertimbun oleh reruntuhan?” pikirku saat itu.

Aku berjalan pelan di lorong Rumah sakit, di antara mayat-mayat yang berselimut, mengikuti Andra yang memeriksa satu persatu jasad yang ada di tempat itu. Tak ada pilihan lain selain mencari Rani di antara korban-korban yang telah meregang nyawa. Namun aku, tidak sedikitpun bersemangat menemukan Rani di antara tubuh yang tak lagi bernyawa. Aku hanya sepintas lalu melihat wajah-wajah yang disingkapkan Andra, sambil terus memegangi potongan tangan yang kusembunyikan di balik bajuku.

Namun, tiba-tiba saja tangan yang kubawa terlepas dari peganganku. Jantungku berdetak kencang saat itu, teringat wajah jasad yang baru saja kulihat. Aku mengambil kembali tangan yang jatuh, menyembunyikan di balik bajuku, dan berbalik mendekati mayat yang baru lima langkah ku lewati.

Aku kembali membuka penutup mayat yang baru saja telah dibukakan Andra, memperhatikan lagi wajahnya yang tadi hanya kulihat sepintas saja. Mukanya sangat hancur, lebam, dan sedikit pipih seperti terkena himpitan benda berat. Kulit di sekitar pipinya mengelupas, serta ada sayatan di atas tulang hidungnya yang patah.

Entah mengapa di saat itu aku sangat berani menatap lama mayat yang tak lagi berwajah utuh. Ada keberanian yang tiba-tiba saja muncul, seolah-olah aku mengenal mayat itu.

Bersambung.

1
Riani
lebih ke perasaan
wekki
semangat thor
Marissa
Rata-rata baca buku harian, tapi penasaran juga
Robi Muhammad Affandi: Terimakasihh dukungannyaa😁
total 1 replies
Marissa
ini cerita misteri apa cinta? /Grin/
Hietriech Ladislav
dah mampir nih 🫡 next mampir baca novel saya & beri komen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!