Siapa sangka, Vanya gadis cantik yang terlihat ceria itu harus berjuang melawan penyakitnya. Dokter mengatakan jika Vanya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang terjadi akibat gangguan pada saraf motoriknya.
Segala pengobatan telah di upayakan oleh keluarganya, namun belum ada cara untuk bisa mengobati penyakit yang di derita Vanya. Ia yang sudah ikhlas menghadapi penyakit yang ia derita hanya bisa tersenyum di hadapan keluarganya. Walaupun begitu Vanya tetap melakukan aktivitas seperti gadis lainnya agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkan dirinya.
Siapa sangka pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Shaka yang memiliki sikap dingin yang jarang berinteraksi dengan teman-temannya jatuh hati saat pertama kali melihat Vanya. Tanpa ia sadari wanita yang ia sukai sedang berjuang melawan penyakitnya.
Mampukah Shaka menjadi penyemangat Vanya di saat ia mulai down? Yuk nantikan kelanjutannya.
Siquel dari Novel yang berjudul "Cerita Kita"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Hari ini Vanka menyelesaikan urusannya, mengusut pelaku yang mengunci adiknya di dalam toilet kampus. Ia mendatangi ruangan cctv. Di sinilah ia berada. Namun sayangnya rekaman cctv yang di inginkan oleh Vanka sudah di ambil lebih dulu oleh orang lain. Vanka, Hasbi dan Hanan saling pandang. Apa si pelaku menyadari perbuatan mereka dan dengan cepat mengamankan rekaman cctv yang menangkap kejahatan mereka kepada Vanya?
"Pak, siapa yang mengambil rekaman cctv-nya pak? Katakan pak, kami sangat membutuhkannya. Saya tak ingin kejadian sebelumnya terjadi lagi kepada adik saya!" Vanka berusaha kembali bertanya menekan sabar, karena satpam itu tidak mau mengatakan siapa pelakunya.
"Mohon maaf, saya tidak bisa mengatakannya. Silahkan adik-adik ini kembali saja."
Satpam itu sudah berjanji untuk tidak menceritakan kepada siapapun bahwa cucu si pemilik kampus lah yang mengambil cctv itu. Tujuannya juga untuk mencari tahu siapa biang dari masalah yang di dapatkan oleh Vanya, hingga membuat Vanya sampai pingsan terkurung di toilet kamar mandi kampusnya.
Ia juga sudah izin kepada kakeknya untuk menyelesaikannya sendiri. Dia yang akan memberikan langsung hukuman yang pantas kepada si pelaku. Ini sama saja dengan pembulian. Walaupun Shaka tidak ingin terlibat dalam kampus milik sang kakek, namun karena kasus ini melibatkan Vanya, entah kenapa ia tak bisa abai. Namun sang kakek tak membiarkan cucunya bertidak. Biarlah pihak kampus yang menjatuhi hukuman.
"Bagaimana, apa yang akan kamu lakukan Shaka?" Sang kakek mendekati Shaka, saka menatap ke arah luar jendela. Ia kini berada di ruangan rektor, ruangan kakeknya."
"Tentu saja akan memberikan hukuman para mahasiswi itu. Shaka ingin kakek mengeluarkan mereka dari kampus ini. Mahasiswi kok berani-beraninya melakukan hal seperti itu. Andaikan Shaka tidak menemukan Vanya, apa yang akan terjadi kepadanya. Kakek bisa bayangkan sendiri, kampus yang sudah kakek bangun dengan keringat kakek, hancur begitu saja karena keluar berita bahwa pemilik kampus ini membiarkannya pembulian terjadi hingga memakan korban jiwa."
Shaka tampak masih marah. Sang kakek menatapnya dengan tenang. Tidak biasanya Shaka seperti ini. Apa wanita yang bernama Vanya, yang ia tolong itu spesial bagi cucunya? Ia akan mencari tahu sendiri. Karena jika bertanya kepada Shaka langsung, sudah pasti Shaka tidak akan mau menjawab dengan jujur.
Siang itu juga ke tiga mahasiswi yang mengunci Vanya di dalam toilet di panggil ke ruang dekan. Di sana sudah ada beberapa dosen, salah satunya dosen pembimbing mereka, konselor fakultas, badan konsultasi mahasiswa fakultas (BKMF), dan pejabat berwenang.
Ke tiga gadis itu tampak menciut di depan para petinggi kampus. Mereka meremas pakaian saking takutnya. Sedangkan Vanya sudah lebih dulu di panggil. Namun baiknya Vanya, ia meminta untuk ke tiga gadis itu jangan di berikan hukuman berat. Ia juga kasihan jika mereka sampai di keluarkan dari kampus tempat mereka menimba ilmu.
......................
Ke tiga pria tampan itu ada di dalam mobil Vanka, dan salah satunya juga ada Vanya.
"Dek, bagaimana tadi?"
Vanya menceritakan ke jadian saat ia di panggil. Mereka semakin penasaran siapa yang sudah mengurus masalah Vanya. Pasti bukan orang sembarangan. Karena dengan mudahnya orang itu mendapatkan hasil rekaman cctv dan bahkan sudah ada di tangan pihak kampus.
"Adek tahu siapa yang telah membantu adek untuk melaporkan mereka?" Vanka menatap adiknya itu. Ke dua saudara sepupu mereka juga menantikan jawaban dari Vanya.
Vanya tampak menggelengkan kepala. Jika ia tahu, sudah pasti Vanya akan segera menemui orang itu dan segera mengucapkan terimakasih. Karena berkat si penolong, Vanya bisa mengetahui pelaku yang mengunci dirinya.
"Shaka!" Lirih Vanya bermonolog. Ia teringat, Shaka yang membawanya ke klinik. Apa Shaka juga yang membantu dirinya untuk mencari ke Adilan.
Ke tiga lelaki itu juga mendengar nama yang di sebut Vanya walaupun sangat lirih. Mereka saling tatap. Nama itu seolah tak asing. Namun, di mana mereka mendengar nama itu. Tiba-tiba Hanan teringat, pelayan di cafe Zehan ada yang namanya Shaka. Tapi tidak mungkin. Mungkin saja nama mereka kebetulan sama. Ya, sejak Vanka memperkenalkan mereka dengan Zehan, mereka jadi sering nongkrong di cafe milik orang tua Zehan.
"Siapa Shaka?"
"Pemuda yang menolong Vanya Lo Anka, tapi apa mungkin? Entahlah, siapapun orangnya, Vanya akan sangat berterimakasih. Em, Anka, Anya juga belum mengucapkan terimakasih kepada Shaka karena telah membantu Anya keluar dari toilet dan membawa Anya ke klinik."
Ya, Vanka juga mau berterimakasih kepada si pemuda yang telah menolong adiknya. Berkatnya, Vanya baik-baik saja. Ia takut sesuatu yang fatal terjadi kepada kesehatan sang adik.
Dari pada berpikir dan tidak mendapat jawaban, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Toh pelaku penguncian Vanya sudah mendapatkan hukuman. Vanya yang memang sudah berada di dalam kendaraan sang kembaran akhirnya ikut pulang bersama Vanka. Kebetulan saat ia memasuki mobil Vanka pun, kondisi di sana sepi. Sedangkan Hasbi dan Hanan yang memang masih ada jam, kembali ke kelas mereka.
"Hati-hati ya A, teteh, kabari kalau sudah sampai di rumah. Kita masuk dulu, lima menit lagi kita ada kelas."
Vanka dan Vanya mengangguk. Vanka melajukan kendaraan roda empat itu membelah jalanan ibu kota. Vanya tampak terkantuk-kantuk. Vanka memperhatikan adiknya yang sudah beberapa kali menguap. Tanpa di minta Vanya, Vanka menurunkan sandaran kursi adik kembarnya setelah memberhentikan mobilnya di tepi jalan.
"Tidur aja dek, nanti kalau sudah sampai Anka bangunkan."
Vanya menurut. Dalam sekejap Vanya sudah terlelap dalam tidurnya. Vanka kembali melajukan kendaraannya. Saat tiba di sebuah jalanan nan sepi, mobil Vanka di hadang oleh tiga orang yang mengemudikan kendaraan roda dua itu. Vanka menghentikan kendaraannya, melirik ke samping, saudaranya masih tertidur dengan lelap.
Vanka keluar dari mobil setelah mengunci mobil itu dan memastikan adiknya aman. Ia menatap ke tiga lelaki berbadan gempal yang ada di hadapannya dengan tatapan datarnya.
"Siapa kalian! Kenapa kalian menghadang mobil saya!" Vanka tak takut sama sekali.
Tanpa persiapan, ke tiga lelaki itu menyerang Vanka secara bersamaan. Awalnya Vanka bisa menghindar, namun tiba-tiba lengannya terkena goresan senjata tajam.
Vanya yang terjaga dari tidurnya terkejut melihat kejadian tersebut. Ia mencoba keluar dari dalam mobil, namun mobil itu di kunci oleh Vanka. Vanka yang menoleh ke belakang pun berteriak untuk tidak membukakan pintu mobil. Ia lebih baik terluka, daripada adiknya yang terluka.
"Jangan buka pintunya dek!"
Ia sudah tak tahan. Darah segar mengalir dan telah membasahi jaket yang ia kenakan. Saat salah satu dari mereka ingin kembali menikam Vanka, seseorang datang membantu mereka. Lelaki berpakaian serba hitam lengkap dengan kacamata dan maskernya. Tanpa melepaskan helemnya, si pemuda melawan ke tiganya dengan sekali pukulan.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"Arrgghhh! Ampun, jangan patahkan tangan saya." Si preman memohon ampun, si pemuda tak segan-segan memelintir tangan lelaki berbadan bongsor itu.
Melihat raut kesakitan di wajah pria berbadan gempal itu, si pemuda mendorong tubuh pria itu hingga tersungkur. Mereka yang kalah karena berhadapan dengan pemuda berhelm itu pun lari meninggalkan tempat tersebut dengan kendaraan yang mereka bawa.
Shaka yang menahan darah di lengannya mendekati pemuda berhelm itu dan mengucapkan terimakasih. Ia tak tahu akan jadi seperti apa jika tak di bantu oleh orang yang tak ia kenal dan rela menolong dirinya.
......................
...To Be Continued...
kalau shaka anak siapa ya thor?