Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
"Asalamualaikum, mas. Tumben sekali nelpon jam segini, mas gak kerja?" Laras tersenyum bahagia saat menerima panggilan telepon dari calon suaminya.
"Waalaikumsallam, sayang. Lagi apa, tumben juga langsung diangkat telpon dari mas, hmm?" Sahut Wardana sambil terkekeh, bukannya menjawab pertanyaan Laras, tapi justru Wardana menggoda calon istrinya.
"Kebetulan pas lagi pegang hp ini, mas belum jawab pertanyaan aku loh." Balas Laras dengan nada yang dibuat seperti merajuk.
"Iya iya, masuk kok. Ini masih di jalan, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan sama kamu." Sambung Wardana yang membuat Laras jadi penasaran.
"Ada apa, mas. Hal penting apa yang ingin mas sampaikan?" Sahut Laras tak sabar, dan dadanya tiba tiba berdebar.
"Besok, aku dan keluarga rencana mau ke rumah kamu. Aku ingin melamar kamu secara resmi. Kamu gak perlu menyiapkan suguhan yang berlebihan, karena aku hanya membawa keluarga inti saja. Paling hanya sepuluh orang, orang tuaku, adik, kakak dan juga paman. Dan satu lagi, aku sudah transfer ke rekening kamu tadi pagi, gunakan untuk membeli apapun yang kamu inginkan. Keluargaku orangnya gak ribet, jadi kamu gak perlu terlalu pusing memikirkan apa yang nanti di hidangkan. Percayalah, insyaallah kamu akan nyaman setelah tau bagaimana asiknya keluargaku." Sahut Wardana panjang lebar, membuat Laras memejamkan mata sesaat. Ada debar yang membuatnya menjadi gugup, tak percaya jika akan di lamar laki laki mendekati sempurna seperti Wardana.
"Mas, kamu yakin dengan keputusan kamu ini?" Lirih Laras yang masih belum percaya sepenuhnya.
"Berapa kali aku harus menjawab, Laras. Aku sangat yakin, kamu adalah pilihan hatiku sejak dulu. Aku mencintaimu, Ras, sangat." Balas Wardana dengan nada lembut. Laras tersenyum haru, tak terasa air matanya berlahan jatuh.
"Terimakasih banyak ya, mas. Insyaallah aku akan berusaha memberikan kesan yang terbaik di hadapan keluarga mas Wardana. Aku akan memasak apa yang aku bisa, spesial untuk mas dan keluarga mas." Sahut Laras yang tak bisa menyembunyikan rasa bahagia dan harunya.
"Kalau kamu capek, mending pesan saja. Jangan khawatirkan uang, aku sudah transfer dua puluh juta ke rekening kamu. Untuk seserahan kamu mau minta apa?" Sambung Wardana, membuat Laras tak bisa lagi berkata kata.
"Kok banyak banget mas, dua puluh juta itu kebanyakan. Apalagi uang anak anak kos bulan ini juga gak mas ambil, aku jadi ngerasa gak enak loh ini. Dan untuk seserahan aku serahkan sepenuhnya pada mas, apapun yang mas kasih ke aku, insyaallah aku terima dengan iklas dan senang hati." Balas Laras yang masih terpaku dengan sikap Wardana yang begitu loyal terhadap dirinya.
"Kamu itu calon istriku, aku akan selalu memberikan yang terbaik yang aku bisa. Uang yang sudah aku berikan, gunakan untuk menyenangkan dirimu dan juga Luna. Kalian itu wanita yang paling berharga di hidupku selain ibuku. Kalau begitu, aku lanjut jalan dulu ya, ini terpaksa berhenti di pinggir jalan soalnya." Sambung Wardana sambil terkekeh, hatinya bahagia setiap kali mendengar suara calon istrinya.
"Iya mas, hati hati ya. Sekali lagi terimakasih banyak, terimakasih sudah mau terima aku apa adanya. Semoga rejeki mas makin lancar, dan Allah selalu melindungi setiap langkah mas Wardana, Aamiin." Sahut Laras tulus, bibirnya mengukir senyum merekah, membayangkan wajah tampan calon suaminya.
"Aamiin, makasih sayang. Love you calon istriku." Balas Wardana yang terdengar romantis dan hangat. Laras langsung merona, hatinya menghangat mendengar kata calon istriku dari laki laki yang kini mengisi hati dan pikirannya.
"Hati hati mas, love you to." Balas Laras malu malu, membuat Wardana semakin merasa rindu ingin melihat dan berdekatan dengan Laras.
"Kamu bikin aku kangen saja, setelah lamaran aku ingin kita segera menikah. Aku gak mau lama lama menanggung rindu seperti ini, berat." Ucap Wardana sungguh sungguh, Laras semakin merasa dicintai.
"Kamu ya mas, bisa saja gombalnya. Yasudah, mas Wardana lanjut dulu perjalanannya, nanti telat loh." Sambung Laras dengan suara lembutnya.
"Oke sayang, bye dulu ya, asalamualaikum." Tutup Wardana dengan senyuman lebar dan hati berbunga bunga.
Laras menutup telponnya setelah membalas salam dari Wardana. Hari harinya jadi penuh warna setelah bertemu dengan lelaki yang tepat. Lelaki yang begitu menghargai dan mencintainya. Bahkan, Wardana juga sangat menyayangi Luna dan berjanji untuk bisa selalu melindungi anak remaja yang sudah begitu banyak menyimpan luka di hatinya itu.
"Asalamualaikum, Ras, ini bulek, kamu dimana?" Suara bulek tin terdengar keras sampai di kamar Laras. Laras hanya geleng-geleng dan merasa geli dengan tingkah bulek nya itu.
"Waalaikumsallam, iya bulek, tunggu sebentar." Laras menyahut dan sambil berjalan menuju ruang tamu, bulek nya sudah duduk manis disana dengan memangku cucunya.
"Kamu tidur ya, masih pagi ini loh, Ras." Sambut bulek Tini yang menatap wajah Laras dengan dahi mengerut.
"Enggak kok bulek, Laras baru angkat telpon ini. Bulek dari mana, kok bajunya rapi banget." Sahut Laras santai, sambil tangannya menjawil pipi gembul keponakannya.
"Dari kelurahan, ambil bantuan, lumayan buat beli beras." Sahut bulek Tini sumringah, sedangkan Fika cucu bulek Tini sudah turun dari pangkuan dan bermain dengan boneka miliknya Luna.
"Gimana, Ras. Besok acaranya jadi jam berapa?" Sambung bulek Tini serius, semalam Laras sudah mengabari bulek nya untuk datang di acara lamarannya sebagai ganti ibunya.
"Kata mas Wardana, besok datang habis magrib bulek. Dan hanya dengan keluarga inti saja, perkiraan cuma sepuluh orang. Enaknya di masakin apa ya bulek?" Sahut Laras juga tak kalah serius.
"Kamu ada uang gak, bulek soalnya gak bisa bantu banyak, paling bulek bantu belikan untuk suguhan saja bisanya." Sahut bulek Tini dengan tatapan iba, meskipun sering gak sepaham tapi bulek Tini selalu bersikap baik pada Laras.
"Gak usah repot-repot bulek. Laras ada uangnya kok, sudah di kasih sama mas Wardana. Bulek cukup bantu bantu saja nanti. Tapi kalau bulek capek, biar aku minta bantuan sama Mak Sarni." Sahut Laras terharu dengan niat baik bulek nya, meskipun bukan orang yang kaya, tapi bulek Tini masih mau membantu.
"Beneran kamu ada uangnya, Ras?" Tanya bulek Tini sekali lagi.
"Alhamdulillah ada, bulek. Bulek gak usah khawatir, jangan lupa kalau calon suamiku itu orang kaya, hehehe." Kekeh Laras mencairkan suasana, bulek Tini terlihat mencebik tapi juga ikut tertawa, senang melihat kehidupan Laras yang berangsur membaik.
"Alhamdulillah kalau begitu, kamu rencananya mau bikin masakan apa untuk suguhan. Sebaiknya masakin yang enak biar terlihat pantas, itu juga sebagai bentuk untuk menghargai keluarga calon suami kamu." Sahut bulek Tini dengan tatapan dalam.
"Gimana kalau bikin rendang saja bulek, nanti juga ada capcay, acar, mie, kerupuk udang. Itu untuk nasi kotaknya, dan untuk di makan di sini kita bisa tambahin dengan soto daging." Sahut Laras mengeluarkan isi kepalanya yang sudah dia rencanakan dari semalam.
"Itu juga boleh, nanti rendangnya juga buat suguhan juga kan, bikin kayak prasmanan gitu?" Balas Bu lek Tini memastikan dan Laras mengangguk yakin.
"Sebaiknya tambahin dengan ayam bakar, nanti buat anak anak kos, gak mungkin kan mereka gak kamu kasih nasi kotaknya." Sambung bulek Tini mengingatkan.
"Oh iya ya, boleh bulek. Aku hampir kelupaan, dan untuk kuenya gimana bulek, kita pesen saja ya di tempatnya mbak Ambar." Sahut Laras serius dan bulek Tini juga setuju. Mereka akhirnya berdiskusi panjang lebar dan sudah memutuskan untuk memesan beberapa kue basah dan kering. Saat sedang fokus membahas acara untuk besok, tiba tiba ada suara sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumah. Laras dan bulek Tini langsung saling melempar pandangan dengan wajah sama sama mengernyit tak suka.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..