Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Harus Bertanggung Jawab!
Andre, yang berdiri di samping mereka, kembali membuka mulut.
"Luna, kami akan bantu. Kami semua ada di sini," katanya, berusaha menguatkan.
Daru mengangguk, lalu menunduk dan memandang Nisa dengan lembut. "Tenang, sayang. Aku akan menemanimu, kita bisa atasi ini bersama-sama." Suara Daru lebih rendah dan penuh perhatian.
Nisa menghela napas berat, meskipun ia berusaha tersenyum. "Aku tahu, Daru... Tapi aku tak bisa punya anak. Semua ini terasa semakin berat," katanya, menahan tangis.
Kenapa Tuhan harus memberinya ujian seperti ini. Nisa kira tinggal sakit hati karena tidak bisa memiliki anak yang akan dia rasakan. Tapi rupanya sakit fisik di perut nya harus kembali kambuh.
Luna seperti merasakan rasa sakit yang begitu dalam pada kata-kata Nisa. Dia tidak tahu bagaimana Nisa merasakan setiap keluhan perut yang datang dan pergi, serta bagaimana perasaan itu merongrong hati Nisa yang tak pernah henti menginginkan kehadiran anak.
Berita tentang hilangnya Rio saja seakan hati Luna runtuh, apalagi jika Ia tidak mendapatkan kepercayaan untuk memiliki seorang anak.
Luna mendekat dan meraih tangan Nisa dengan lembut. "Kita semua akan melewati ini Mbak Nisa," katanya dengan suara yang lebih tegas, meskipun dalam hati, dia pun tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Terimakasih Luna," balas Nisa sambil tersenyum.
"Tunggu Kakak Ipar Luna, jika kamu ke sini? Lalu bagaimana dengan Ayah dan Ibu?" tanya Andre tiba-tiba teringat pada kedua orang tua nya. Daru juga ikut menatap Luna dengan tajam. Mereka seperti cemas karena insiden sebelum nya yang pernah menimpa Damar.
"Mereka sudah di antar oleh supir," jawab Luna. Ia pikir tidak mengapa jika demikian.
"Apa! Kau hanya membiarkan supir yang menemani mereka? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?!" marah Daru dan Luna kaget serta terkejut kenapa Daru harus semarah itu.
Bukankah ada pengawal juga yang menemani mereka.
"Saya.... Maaf Tuan, saya pikir itu tidak akan jadi masalah," kata Luna pelan.
Tiba-tiba Ia jadi ikut cemas dan takut, di tambah dengan hilangnya Rio membuat Ibu dengan tiga anak itu makin gelisah.
"Maaf katamu? Andre, cepat hubungi supir yang menjemput Ibu dan Ayah!" titah Daru cepat dan mendesak.
Andre segera mengeluarkan ponsel nya dan menghubungi supir yang Ia pinta untuk menjemput Damar dan Kartika.
"Apa Ayah dan Ibu sudah kau antar dengan selamat sampai rumah?" tanya Andre pada orang di balik sambungan telepon.
"Apa maksud mu bodoh! Bagaimana bisa kamu tidak melihat mereka?!" marah Andre, entah apa yang supir katakan sampai membuat nya marah seperti itu.
"Kamu tidak perlu bekerja lagi, dasar tidak becus!" tutupnya dengan kesal dan mengakhiri pembicaraan mereka.
"Kak, gawat! Kita harus pulang sekarang," ucap Andre nampak cemas dan khawatir.
"Ada masalah apa? Bagaimana Ayah dan juga Ibu?" tanya Daru.
"Itu dia kak. Supir yang aku minta untuk menjemput mereka mengatakan tidak menemukan Ayah dan Ibu di bandara. Dia bilang sampai sekarang masih mencari mereka di sana tapi tidak ada," jelas Andre. Air mukanya tidak bisa bohong, kecemasan terlihat jelas di sana.
"Apa maksud anda Tuan Andre? Jelas-jelas mereka tadi sudah di antar pulang," kata Luna tidak mengerti mengapa bisa seperti itu.
Padahal tadi ada supir yang mengaku di perintahkan untuk menjemput mereka. Mengapa sekarang malah tidak melihat kedua mertuanya.
"Diam kau! Apa sebenarnya yang kamu lakukan pada mereka? Hah!" marah Daru meneriaki Luna.
Mungkin saja wanita itu yang merencanakan semua ini karena merasa di rugikan oleh keluarga Damar, dan sekarang ingin membalas dendam dengan melakukan trik bodoh ini.
"Tuan, saya tidak tahu apa-apa. Tadi saya sudah memastikan mereka memasuki mobil dengan baik. Saya harus segera ke sini karena mendengar kabar Rio hilang," ujar Luna membela diri. Mengapa Daru malah menyalahkan dirinya.
"Dasar bodoh! Memang nya kau tidak mengenal siapa yang jemput kalian, hah?!"
Luna terdiam, Ia tidak tahu soal itu.
Luna pikir karena Andre sempat mengatakan akan menghubungi seseorang untuk menjemput mereka, dengan menyebut nama kedua mertuanya saja, maka merekalah yang mendapat tugas tersebut. Ya, karena yang datang jemput bukan cuma satu orang.
"Sayang, tenang dulu. Coba hubungi pengawal yang kamu tugaskan menjaga Ayah."
Ya, di tengah situasi seperti sekarang, tinggal Nisa lah yang bisa berpikir jernih. Wanita itu ingat bahwa Daru pernah mengatakan menempatkan seseorang di sisi Damar untuk menjaga orang tua tersebut.
Tanpa menunggu Daru segera mengeluarkan ponsel nya dan melakukan panggilan pada benda pipih tersebut.
Tuuttt....
Tuuttt....
"Akh, sial!" kesal Daru karena hanya suara operator yang membalas panggilan darinya.
"Bagaimana, Kak?" tanya Andre.
"Ponsel nya tidak bisa di hubungi," jawab Daru cepat. Pria itu kembali melakukan panggilan telepon.
"Ken, cepat kerahkan tim untuk melacak keberadaan Ayah dan Ibu. Titik terakhir mereka ada di bandara," titah Daru pada Asisten nya yang selalu siaga atas perintah Daru tersebut.
"Jangan banyak tanya! Cari saja mereka!"
Panggilan di akhiri.
Daru beralih menatap tajam wajah Luna yang juga tidak kalah cemas seperti mereka yang juga ada di sana, apalagi wanita itu juga harus memikirkan tentang nasib anaknya sekarang.
"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan mereka..., kau harus bertanggung jawab!" ancam Daru sungguh-sungguh.
"Tuan, saya tidak tahu apa-apa," ujar Luna merasa sedih kenapa Ia harus di salahkan.
"Benar, Kak. Kita tidak bisa melimpahkan hal ini pada Kakak Ipar. Kakak Ipar juga meninggalkan bandara karena anaknya Rio di kabarkan hilang," bela Andre, tidak bisa menerima pernyataan Daru yang melimpahkan hal tersebut pada Luna.
"Tapi kalau dia tidak ceroboh, hal ini tidak akan terjadi!" bentak Daru pada Andre.
"Kenapa kau selalu membela wanita ini? Apa kau terpikat oleh nya, hah!" lanjutnya sampai membawa-bawa hal yang tidak jelas. Mana mungkin Andre berpikir begitu, pria itu cuma merasa kasihan pada Luna yang selalu di salahkan.
"Sayang, tenanglah."
Nisa yang ada di atas kursi roda kembali menenangkan sang suami. Apa kaitannya Andre menyukai Luna dengan hal hilangnya Damar dan Kartika.
"Tidak bisa sayang. Sekarang kita tidak tahu di mana keberadaan Ayah dan Ibu," jawab Daru berusaha mengontrol emosinya saat berbicara dengan Nisa, apalagi wanita itu tengah sakit sekarang.
"Iya, aku tahu. Tapi kita harus berpikir dengan tenang. Jangan hanya meluapkan emosi seperti ini. Hmm?"
Daru tidak menjawab, namun tidak mengelak juga, Nisa benar. Jika hanya marah-marah saja, kapan mereka akan menemukan orang tuanya.
"Tunggu, Kak. Sepertinya hal ini memang sudah di rencanakan," curiga Andre membuat mereka semua melihat pria itu.
.
.
.
.
Semoga berkenan memberikan Author like👍 kalian agar semangat terus dalam menulis 😁
Terimakasih kepada Kakak Ripah Ajha karena sudah menemani cerita ini🙏🙏🙏