Ig : @ai.sah562
Bismillahirrahmanirrahim
Diana mendapati kenyataan jika suaminya membawa istri barunya di satu atap yang sama. Kehidupannya semakin pelik di saat perlakuan kasar ia dapatkan.
Alasan pun terkuak kenapa suaminya sampai tega menyakitinya. Namun, Diana masih berusaha bertahan berharap suaminya menyadari perasaannya. Hingga dimana ia tak bisa lagi bertahan membuat dirinya meminta.
"TALAK AKU!"
Akankah Diana kembali lagi dengan suaminya di saat keduanya sudah resmi bercerai? Ataukah Diana mendapatkan kebahagiaan baru bersama pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati tak Bisa Berbohong
"Apa yang terjadi di sini?"
Diana dan cici menengok, keduanya cukup terkejut ada papanya Zio di sana.
"Pak Fakhri...!"
"Papa mertua... eh, O-om Fakhri." Diana nampak tergagap memanggil nama calon mantan mertuanya. Dia merasa bingung harus berkata apa setelah proses perceraiannya sedang berlangsung.
Fakhri beserta istrinya baru saja tiba di toko bunga yang dikelola oleh Diana. keduanya terkencang sekaligus kaget Kenapa takut tersebut bisa berantakan seperti saat ini? Itulah sebabnya Fakhri bertanya apa yang terjadi saking penasarannya Kenapa bisa sampai berantakan dan beberapa pot bunga hancur.
"Apa yang terjadi di sini? Kenapa bisa berantakan seperti ini? dan siapa yang sudah melakukannya?" tanya Karin mengambil bunga di tanah tergeletak yang sedikit hancur.
"Tadi ada ibu-ibu tidak waras menghancurkan tokoh ini," jawab Diana menyodorkan tangannya meminta disambut oleh kedua orang tua tersebut. Lalu mengecupnya penuh khidmat layaknya tanda kehormatan untuk orang yang paling dewasa di antara mereka. Di susul oleh Cici yang juga menyalami keduanya.
"Tidak waras? Lalu apakah kamu baik-baik saja? apa orang gila itu menyakiti kalian bagaimana keadaan calon cucu mama, dia juga baik kan tidak diapa-apakan oleh orang gila itu kan?" cerca Karin menghampiri Diana memperhatikan setiap penampilan nya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Terlihat sekali Karin sangat khawatir kepada ibu hamil itu.
"Diana baik-baik saja, dia juga tidak menyakitiku dan calon anakku. Meskipun toko bunga Diana menjadi sasarannya, tapi aku baik-baik saja kok. Jangan khawatir." Diana mengusap lengan kari menunjukan jika dia dalam keadaan tidak kekurangan apapun dan dalam keadaan baik.
"Kalau kamu baik-baik saja syukurlah, yang kita khawatirkan itu keadaan kamu. Kami takut orang gila itu menyerangmu, memukulmu, atau menggigitmu," timpal Fakhri.
Diana tersenyum manis serta tulus. "Kita masuk saja kedalam yuk?" ajaknya sambil mendorong pintu kaca ke dalam.
Fakhri dan Karin mengikutinya dari belakang, begitupun dengan Cici yang juga masuk ke dalam berbarengan bersama Diana. Mereka semua sudah duduk di kursi tempat para pembeli menunggu di saat anggota lainnya berkeliling.
"Sebenarnya bukan orang gila tante, om. Dia itu salah satu orang sini mengamuk pada Diana karena suaminya terang-terangan mendekat di Diana. Saking tidak terima suaminya menyukai Diana sampai mengamuk seperti tadi," papar Cici menjelaskan seperti apa kronologi kejadiannya.
Diana mengambil tiga gelas minuman berkaleng di lemari pendingin dan menyimpannya di atas meja. Lalu ia pun ikut duduk bergabung dengan ketiganya.
"Kok bisa suami orang sampai menyukai anak Papa ini? Pasti mereka berlomba-lomba mendekatimu."
"Aku juga tidak tahu kenapa mereka menyukai janda seperti aku. Padahal tak pernah sedikitpun aku melayani mereka atau memberikan ruang kepada mereka untuk mendekatiku," ujar Diana.
"Aku saja sering tidak ramah kepada pelanggan pria. Suka judes, suka memasang wajah dingin sok cool, kadang tidak ramah dan jarang tersenyum," lanjutnya memberitahukan perihal sikapnya kepada para pria di luaran sana yang hendak berlomba-lomba mendekatinya.
"Pesona janda muda ini memang tidak diragukan lagi. Seandainya Zio tidak menceraikanmu pasti saat ini kamu masih menjadi istrinya," sahut Karin menatap sendu wajah wanita cantik yang ia sayangi. Dan juga merasa kasihan karena ulah anaknya Diana menjadi korban pembalasan dendam salah alamat.
Diana belum mengetahui perihal kematian kembarannya yang disebabkan oleh adiknya Zio. Yang ia tahu jika Diandra meninggal tertabrak mobil saat hendak pulang sekolah.
Fakhri juga tidak memberitahukan masalah itu karena dia tidak ingin Diana membenci Zio atas kesalahan Prisil. Biarlah semuanya menjadi rahasia mereka dan biarlah Fakhri serta Karin menggantikan sosok orangtuanya Diana untuk menjaga Diana. Memberikan kasih sayang terhadap gadis malang itu.
Diana tersenyum hambar. "Ini sudah menjadi takdirku. Mungkin dengan menjadi janda adalah hal terbaik bagi kita semuanya. Apa kabar Mas Danu, Pah, Mah?" tiba-tiba saja Diana menanyakan mantan suaminya. Jujur saja dia merindukan sosok ayah dari anak yang sedang dikandungnya.
Karin dan Fakhri saling lirik mereka cukup terkejut Diana menanyakan putranya. Karena biasanya Diana tidak pernah menanyakan perihal anak semata wayang mereka.
"Kabar Zio baik, dia sedang menjalankan masa hukumannya atas tindakan yang ia lakukan terhadap cerita dan tentunya terhadap kamu juga."
"Apa kamu merindukannya?" tanya Karin menatap dalam sorot mata Diana yang tengah tertunduk sedih.
Diana mendongak membalas tatapan mantan mertuanya. "Apa aku boleh merindukannya? Salahkah ku masih mencintainya? Apa boleh jika aku berdoa kepada Tuhan untuk menyatukan kami kembali dalam ikatan rumah tangga yang jauh lebih baik lagi? Karena aku tidak bisa membohongi diriku sendiri jikalau saat ini perasaan itu masih ada," ucap Diana jujur mengenai perasaannya.
Sesak, yang ia rasa bila terus-terusan menyembunyikan cintanya. Sakit, terasa perih di saat kenangan itu kembali datang. Jika ada yang bertanya mengapa Diana masih mencintai Danu? alasannya karena pria itu cinta pertama yang mungkin sulit dilupakan dan juga orang pertama yang berhasil memporak-porandakan hati terdalamnya. Berhasil menyentuh dia baik lahir dan batin, dan berhasil menyakiti hatinya sehingga berakhir di meja persidangan.
Cairan bening tak di undang itupun polos begitu saja membasahi wajah cantiknya. Karin berkaca-kaca merasakan kesedihan Diana. Dia menghapus air mata gadis manis di hadapannya.
Fakhri dan Cici diam memperhatikan kedua wanita tersebut. Cici tidak bisa menghakiminya karena ini menyangkut permasalahan pribadi sahabatnya.
Perasaan tidak bisa di paksakan. Semampu kita berusaha melupakan jika perasaan itu masih ada maka susahlah melupakannya.
"Tidak ada yang salah sayang. Ini hak kamu, kamu memiliki hati dan perasaan itu. Kalau kamu merindukannya, Mama akan menelpon seseorang di sana untuk memberikannya kepada Zio. Siapa tahu dengan mendengar suaranya kerinduan kamu sedikit terobati dan anak yang ada dalam kandungan pun senang jika ayahnya ada."
Diana diam memikirkan akan hal ini. Benarkah dia begitu merindukan mantan suaminya? Siapkah dia mendengar suara yang selama ini di rindukannya? Tapi, hati kecilnya tidak bisa berbohong kalau dia ingin sekali mendengar suaranya. Dan Diana mengangguk.
Karin tersenyum, "Sebentar, Mama telpon Iqbal dulu." Karin pun mengambil ponselnya menghubungi Iqbal hingga sambungan tersebut di angkat.
"Iqbal, apa kau masih bersama Zio?"
..........
"Tante merindukannya, bolehkah Tante bicara dengannya sebentar saja?"
.........
Karin memberikan ponsel tersebut pada Diana. Tangan Diana gemetar saat mengambilnya. Dia perlahan menempelkan ponsel tersebut ke telinga.
............
Diana masih diam mendengarkan suara yang sangat ia rindukan.
...........
Hingga bibirnya bergetar ingin memanggil pemilik suara tersebut. Matanya berkaca-kaca betapa senangnya bisa mendengar suara yang teramat ia rindukan.
"Mas Danu..."
Deg...