Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia Baru dan Sang Penjaga Dimensi
Begitu mereka melangkah ke dalam portal, tubuh mereka terasa ringan seolah-olah terhisap ke dalam pusaran angin. Cahaya berwarna-warni berputar di sekitar mereka, menciptakan sensasi aneh antara mabuk dan terbang bebas.
“Gue nggak tahu ini mimpi buruk atau wahana Disneyland,” gumam Riko sambil menutup matanya.
“Jangan muntah di sini, Riko,” Tatsu memperingatkan sambil tertawa. “Gue nggak mau bersihin.”
Setelah beberapa detik yang terasa seperti seumur hidup, mereka akhirnya terlempar ke sebuah tempat yang berbeda. Mereka mendarat di atas rumput hijau yang lembut, di tengah padang yang luas dengan langit berwarna merah muda.
“Gue mulai curiga kita masuk ke dunia unicorn,” Riko bergumam, melihat ke sekeliling dengan tatapan bingung.
Tatsu duduk sambil meregangkan tubuh. “Nyantai aja, bro. Mungkin ada kuda poni ajaib yang bisa kita tunggangi.”
Tiba-tiba, sebuah suara berat terdengar dari kejauhan. “Siapa yang berani memasuki wilayahku tanpa izin?”
Mereka menoleh dan melihat sosok tinggi besar berdiri di atas bukit kecil. Sosok itu mengenakan jubah panjang dengan hiasan emas, dan matanya bersinar seperti dua bintang kecil. Di tangannya, dia memegang sebuah tongkat dengan kristal bercahaya di ujungnya.
“Penjaga Dimensi,” bisik Ryo, matanya menyipit.
Tatsu melipat tangan di dada. “Oke, gue udah siap kalau ini harus berakhir dengan pertarungan.”
Penjaga itu tertawa kecil. “Bukan pertarungan yang kubutuhkan, anak muda. Tapi jawaban.”
Riko menghela napas lega. “Syukurlah. Gue kira bakal disuruh duel kayak di film.”
“Pertanyaannya sederhana,” lanjut Penjaga. “Apa tujuan kalian memasuki dimensi ini?”
Tatsu melirik Ryo dan Riko sebelum menjawab dengan santai, “Kita cuma nyari petualangan dan, mungkin, nyelamatin dunia kalau perlu.”
Penjaga mengerutkan kening. “Jawabanmu tidak cukup.”
“Baiklah, baiklah,” Ryo mengambil alih. “Kami mencari artefak kuno yang disebut Kristal Zenthara. Menurut legenda, artefak itu dapat menyelamatkan dunia kami dari kehancuran.”
Penjaga mengangguk pelan. “Kalau begitu, kalian harus melewati ujian terakhir.”
Ujian Terakhir: Labirin Ilusi
Tiba-tiba, tanah di sekitar mereka berguncang, dan sebuah labirin besar muncul dari bawah tanah. Dinding-dindingnya berkilauan seperti cermin, memantulkan bayangan mereka dalam bentuk yang aneh dan terdistorsi.
“Masuklah dan temukan inti labirin,” kata Penjaga. “Tapi hati-hati, ilusi di dalam bisa menipu pikiran kalian.”
“Ilusi? Gue benci hal-hal kayak gitu,” Riko mengeluh.
“Nyantai aja, bro,” Tatsu menyeringai. “Gue suka main teka-teki.”
Mereka bertiga melangkah masuk ke dalam labirin. Begitu melewati pintu masuk, suasana langsung berubah. Dinding-dinding cermin memantulkan bayangan mereka dengan ekspresi yang berbeda—tersenyum, marah, atau bahkan menangis.
“Ini aneh,” gumam Ryo, mencoba memahami pola di sekitarnya.
“Gue nggak tahu mana gue yang asli,” Riko berkomentar sambil menatap bayangannya yang tertawa lebar. “Kayaknya gue nggak pernah segembira itu.”
Tatsu tertawa kecil. “Mungkin itu versi lo yang baru menang undian.”
“Lucu,” balas Riko dengan nada datar.
Menghadapi Ketakutan Sendiri
Setiap dari mereka dihadapkan pada tantangan pribadi di dalam labirin:
Riko menemukan dirinya di sebuah ruangan gelap dengan suara-suara mengejek dari masa lalunya. Dia harus mengatasi ketakutannya akan kegagalan dan menemukan jalan keluar dengan percaya pada dirinya sendiri.
Ryo dihadapkan pada ilusi dirinya sebagai pemimpin yang gagal, ditinggalkan oleh semua orang. Dia harus menerima bahwa tidak semua hal bisa dia kendalikan.
Tatsu dihadapkan pada versi dirinya yang lebih serius, yang mempertanyakan mengapa dia selalu bercanda di saat-saat genting.
“Karena hidup terlalu singkat untuk diambil serius,” jawab Tatsu pada bayangan dirinya sebelum berjalan melewati ilusi itu.
Pertemuan di Inti Labirin
Setelah melewati ujian masing-masing, mereka bertemu kembali di pusat labirin, di mana sebuah altar kecil berdiri dengan kristal biru bercahaya di atasnya.
“Inilah Kristal Zenthara,” bisik Ryo dengan kagum.
Tatsu mendekati kristal dan mengangkatnya dengan hati-hati. Begitu dia menyentuhnya, labirin mulai runtuh.
“Waktunya kabur!” seru Riko.
Mereka berlari keluar, melewati dinding-dinding yang runtuh dan lorong-lorong yang menghilang. Begitu keluar dari labirin, mereka disambut kembali oleh Penjaga Dimensi.
“Kalian layak,” katanya sambil mengangguk. “Bawa Kristal itu dan selamatkan dunia kalian.”
Tatsu tersenyum lebar. “Misi selesai, bro!”
Bersambung di Bab 33.