Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cara Baru
Beny, pemilik toko itu pun resmi mempekerjakan Kevin sejak hari ini. Dengan mudah, Kevin segera memberikan surat rekomendasi dari Beny kepada penjaga gerbang yang tadi memeriksanya.
Kevin pun diberikan sebuah kamar sederhana namun terkesan moderen. Tentu saja, ini sangat luar biasa dibanding rumah pohon buatannya waktu itu.
"Huh, Tuhan memang penuh kejutan. Tanpa cincin ini, mungkin aku akan seumur hidup tinggal di tepi makam itu hingga tutup usia", Kevin bergumam dan merebahkan diri sejenak. Meski begitu ia akui juga, senyaman-nyamannya rebahan di kasur, masih lebih nyaman rebahan di atas rumput yang ia perintahkan semalam.
Beny sendiri tidak terlalu ketat memberi aturan. Karena sebelum Kevin rebahan pun, ia sudah membersihkan saluran air di sekitar ruko tanpa perlu dikomando.
"Ah, sebaiknya aku jalan-jalan. Pasti ada banyak hal menarik di dalam kota", Kevin pun bangkit dan minta izin kepada Beny dengan alasan mengais benda berharga yang mungkin ia temukan.
"Pergi lah dan bawa kartu ini. Kau sekarang anggota toko Golden Fox. Meski kecil, aku punya cukup pengaruh juga di sini", ucap Beny seraya mengulurkan sebuah kartu berwarna emas.
"Baik, aku permisi bos", Kevin dengan senang hati menerimanya dan bergegas pergi.
Berkeliling dengan santai, tingkah Kevin seperti orang gila. Dia kadang berbicara pelan dengan semut, nyamuk, atau bahkan lebah yang punya daya jelajah luas. Orang-orang di sekitarnya berbisik membicarakannya namun tidak berkenan mendekati pemuda yang nampak udik itu. Bukan takut atau segan, lebih kepada jijik dan meremehkan.
"Wah, di sana kiranya", Kevin memandang area taman kota yang begitu asri namun tidak lembab sama sekali. Kevin merasakan gejolak energi di bawah tanah. Namun ia tidak boleh gegabah membongkar batu mulia di bawah sana atau dia akan dimusuhi satu kota.
"Oh, begitu saja", Kevin punya ide mengambil butir terkecil saja untuk menyenangkan Beny dan mengamankan posisinya di kota ini sementara.
Sekejap saja, Kevin telah mengambil sebutir batu permata biru berdiameter 3cm di bawah telapak kakinya. Ia memang memerintahkan akar pohon di dekatnya untuk mengambil yang paling kecil.
"Eh, tunggu dulu, kalau aku bisa mengalirkan energi kepada pohon, mungkin saja aku bisa mengambil energi dengan perantaranya juga", Kevin berpikir bahwa kemungkinan itu ada.
Kevin mencoba bersandar di batang pohon dan memejamkan mata. Perlahan ia mengalirkan energi untuk menggerakkan akar pohon agar menyentuh batu terbesar. Seperti mekanisme memancing air agar bisa dipompa keluar, itu lah yang dilakukan Kevin.
"Ahh, mantap benar. Harus berapa tahun aku tinggal di kota ini agar bisa menyerap sampai cincin ini penuh energinya?", pikir Kevin seraya menikmati aliran energi.
"Ah sudah lah, sekarang dinikmati saja. Berapa lama pun, itu tidak masalah", Kevin bergumam. Dengan teknik ini, Kevin bahkan tidak perlu mengeluarkan upaya seperti saat menyerap secara manual. Aliran energi itu terus mengisi cincinnya tanpa henti.
Kevin berhenti menyerap saat hari menjelang sore. Anehnya, pohon tempat ia berteduh, kini sudah berbunga.
"Eh, apa energi ini juga berguna untuk tumbuhan?", Kevin merasa heran. Terutama, bagaimana pendesain kota Dorman bisa melakukan hal sehebat ini.
"Tentu saja tuan. Kami merasa penuh daya untuk tumbuh dan beregenerasi", pohon itu menjawab rasa penasaran Kevin. Pemuda itu pun mengangguk paham setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya, bahwa suara itu adalah jawaban dari si pohon.
Kevin melangkah pulang. Ia tidak membeli makanan karena Beny menjanjikan akan memberi makan sehari sekali dan belum ia ambil hari ini.
Di dalam kamar, Kevin menyerap energi batu biru itu sebelum menyerahkannya kepada Beny. Tentu saja, jika ia menyerahkan dalam kondisi bawaan, ia akan langsung dicurigai sebagai pencuri.
Keesokan pagi, Kevin menyerahkan batu kemarin dan mendapat 70 koin emas kecil sebagai ganti.
"Kulihat keberuntunganmu begitu besar. Bahkan sehari saja kamu sudah mendapat batu sebagus ini", Beny sebenarnya penasaran dengan asal bebatuan yang dimiliki Kevin. Sepanjang hayat ia tinggal di kota Dorman, tak sekali pun ia atau pekerjanya menemukan batu sebagus ini.
"Ah, itu kebetulan kutemukan di taman kota. Di dalam saluran air. Mungkin seseorang menjatuhkannya", Kevin lagi-lagi harus berbohong untuk menjaga keselamatannya. Beny merasa itu hanya bualan, namun tidak mempermasalahkan asal hasilnya bagus.
"Oh ya bos. Bagaimana cara mengurus izin untuk mengunjungi hutan buatan milik kota Dorman ini?", Kevin tidak ingin terus berada di kota.
Setidaknya ia akan mengasah kemampuan dan menambah kekuatan di hutan meski berisiko. Tentunya ia hanya ingin tinggal di atas pohon dan menyerap sebanyak mungkin energi di bawah tanah hutan.
"Mudah saja, dengan kartumu itu, kau bebas berburu. Cukup tunjukkan kartu itu. Tapi, kudengar baru saja ada insiden pembunuhan di sana. Jadi, kau harus berhati-hati. Ingat, kau harus kembali setidaknya dua pekan sekali dan bawakan aku barang terbaik yang banyak. Hahahaha", Beny dengan mudah memberi izin.
Beny bahkan memberi sekotak makanan terkompresi siap saji untuk makan dua pekan. Tentu saja tidak gratis. Kevin menukar dengan 14 koin emas kecil.
"Baik lah bos. Aku berangkat sekarang", Kevin tak ingin berbasa-basi dan bergegas pergi. Tidak ada masalah berarti saat Kevin memasuki area hutan. Ia sudah menggunakan getah pohon untuk menutupi aroma tubuhnya agar tidak dikenali anjing pelacak sekalipun.
Dua pekan berlalu begitu cepat. Selama itu Kevin berhasil membuat dua mata cincin berpendar jika dilihat secara seksama.
"Hufh, besok aku harus kembali ke kota Dorman untuk melapor. Tapi, jika aku membawa batu sejenis, pasti dia akan curiga", Kevin bergumam di atas pohon. Dengan kemampuannya, tidak perlu membangun rumah pohon. Dahan pohon yang mengikuti perintah, sudah sangat memadai untuknya.
Saat sedang melamun, Kevin memandang cincinnya dan merasa aneh.
"Ini, sejak kapan yang dua ini berpendar?", gumam Kevin. Terakhir kali memperhatikan, tidak ada pendar apapun. Seakan itu hanya mata berlian palsu.
"Jangan-jangan", Kevin menduga bahwa ini terkait upayanya menyerap energi batu permata selama ini.
"Wah, kalau sudah penuh, apa yang akan terjadi ya?", Kevin mau tak mau jadi penasaran. Namun segera mengabaikan rasa penasaran itu sementara. Cepat atau lambat, rahasia cincin ini pasti akan ia ketahui juga.
"Hufh, sepertinya aku harus pergi dari kota ini dua pekan lagi atau aku akan dicurigai sebagai pencuri karena selalu membawa batu mulia serupa", Kevin sudah bertanya kepada sekian hewan, di hutan ini tidak ada benda lain selain batu permata yang memendarkan energi itu. Lelah berpikir, Kevin memutuskan tidur di sana. Selama menggunakan cincin itu, tidak ada hewan yang berani mengusiknya, termasuk ular, ulat, bahkan nyamuk sekalipun.