NovelToon NovelToon
My Boss Is My Ex Husband

My Boss Is My Ex Husband

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / Single Mom / Janda
Popularitas:4M
Nilai: 4.7
Nama Author: Adzana Raisha

Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.

Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.

Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Naik Jabatan

1 Bulan Kemudian.

Hari ini, sudah hampir 3 bulan lamanya Ruby menikmati masa cuti selepas melahirkan. Sudah waktunya bagi dia untuk kembali mencari pundi-pundi rupiah demi kehidupan dan masa depan putri kecilnya, Celia.

Bibir mungil kemerahan Celia sesekali bergumam, juga tubuh montooknya yang kini mulai aktif bergerak. Saat direbahkan di atas ranjang, bayi menggemaskan itu mulai berguling ke kanan dan kekiri. Berulang kali belajar tengkurap, namun gagal.

Ruby tergelak. Menikmati tingkah polah mengemaskan sang buah hati yang selalu membuatnya tersenyum. Semenjak kelahiran Celia, Ruby seperti mendapatkan suntikan semangat baru, yang sukses membuatnya hampir melupakan luka-lukanya di masa lalu.

Saat bayi Celia mulai merengek, sigap Ruby menggendongnya, menciumi pipi gembulnya sebelum disusui. Bayi cantik itu menghiisap dengan lahap sumber air kehidupan dari tubuh sang Ibu. Bola mata bening yang dinaungi bulu mata lentik itu sesekali mengerjap saat melihat wajah sang ibu. Ruby yang gemas menoel puncak hidung putrinya sembari tersenyum senang. Kini Celia adalah hidupnya. Celia, segalanya untuk dirinya. Ruby berjanji untuk terus giat bekerja demi menghidupi sang putri dengan layak.

"Ruby," panggil Fatimah begitu pintu kamarnya terbuka.

"Ya, Bibi."

"Sudah waktunya kau bekerja. Sini, berikan Celia pada Bibi," pinta Fatimah yang sudah duduk di hadapan Ruby. Perempuan paruh baya itu menyapa Celia, mengodanya, hingga bayi yang sudah kekenyangan menyusu itu melepaskan hisaapan dan beralih menatap Fatimah. "Nah, pintar. Gendong Nenek, yuk." Tampak bersemangat Fatmah menerima tubuh Celia hingga berpindah dalam dekapnya.

"Ruby, pergilah. Kiran sudah menunggu diluar." Selama Ruby bekerja, Fatimah lah yang mengganti tugas untuk menjaga bayi Celia. Awalnya Ruby berfikir untuk mencari pengasuh saja dalam pengawasan Fatimah, namun paruh baya itu dengan tegas menolak. Fatimah mengatakan jika ia mampu untuk mengurus Celia sendiri. Lagi pula Celia sudah seperti cucu kandungnya sendiri.

Ruby tersenyum tipis. Sesungguhnya begitu berat baginya untuk meninggalkan bayi sekecil Celia untuk bekerja. Bukan tak percaya pada Fatimah, hanya saja sepertinya ia selalu ingin bersama dan mendekap Celia sepanjang hari.

Andai Ibu dan Ayahmu tidak berpisah, Nak, mungkin Ibu tak akan pernah untuk meninggalkanmu walau sehari saja.

Ruby pun beranjak, ia sempat mencium pipi putrinya beberapa kali sebelum menuju lemari pendingin, untuk menyimpan stok asi yang cukup, hingga ia kembali.

"Ayo, Kak. Kenapa lama sekali?." Kirana muncul dengan memasang wajah pura-pura marah.

"Tunggu sebentar."

"Jangan katakan bila Celia akan Kakak bawa bekerja? Nanti yang ada malah kita keasyikan menggodanya." Meski berucap demikian, namun saat bayi menggemaskan itu menatapnya, Kiran seakan hilang kendali. Ia pun mendekat, menoel tubuh montook Celia di sana sini juga menciuminya tanpa henti.

"Kiran," tegur Fatimah. "Kau ini ya," ucap Fatimah sembari menjauhkan Celia dari tangan Kiran.

"Saking gemasnya aku bahkan ingin mengigitmu. Aaaa.." Kiran membuka mulut, berpura- pura akan menggigit jari kaki gemuk Celia.

"Kiran!" Fatimah setengah berbicara menegur Kiran. Kali ini bukan hanya teguran, bahkan tangan Fatimah terangkat untuk menjewer telinga putrinya.

"Aw..., Ibu," pelkik Kiran seraya menyentuh bagian telinganya yang memanas.

"Rasakan, salah siapa tidak bisa diam. Cepat pergi kerja. Cucuku bisa habis jika terlalu lama didekatmu." Kiran cemberut. Ia bangkit setelah menunggu Ruby siap. Hati Ruby dilingkupi rasa hangat. Bersyukur, saat Fatimah dan Kiran dapat meneima kehadiran Celia, sekaligus memperlakukan bayi itu dengan sangat baik.

💗💗💗💗💗

"Ruby, Tuan Wira memanggilmu di ruang kerjanya." Baru saja Ruby memasuki area dapur, namun Mario sudah menyambutnya dengan sebuah perintah.

"Ada apa?." Ruby bertanya dengan mengerutkan kening. Untuk apa Wira memanggilnya sepagi ini. Di hari pertamanya bekerja selepas cuti pula.

"Entah, Tuan Wira hanya memberi perintah seperti itu."

"Ah, baiklah. Aku akan ke ruangannya sekarang juga." Ruby pun bergegas, keluar dapur dan menaiki anak tangga menuju ruang kerja Wira.

Sesungguhnya berbagai pertanyaan memenuhi benak. Untuk apa Wira memanggilnya sampai ke ruangan. Biasanya jika ia melakukan kesalahan pun, Wira akan langsung menegurnya di dapur. Tanpa sungkan hingga dilihat para koki lain. Akan tetapi hal tersebut bukan hanya dialami oleh dirinya, pekerja lain pun rata-rata pernah merasakan. Di tegur, maki bahkan sampai mendapat surat peringatan.

Wira memang terkenal dingin. Akan tetapi di balik semua sikap dan bentuk kemarahaan, semua bertujuan untuk meningkatkan kualitas para karyawan dalam pekerjaan. Wira begitu menyukai kesempurnaan terlebih saat para koki mempersiapkan hidangan yang sudah dipesan oleh pelanggan. Pembeli adalah raja, dan seorang raja harus mendapatkan pelayanan maksimal. Baik rasa atau pun penyajian, sedikit saja para karyawan melakukan kesalahan, maka Wira pun akan turun tangan.

Ruby menarik nafas dalam sebelum menganyunkan empat ruas jemari untuk mengetuk pintu ruang kerja Wira yang tertutup rapat.

"Permisi," ucap Ruby selepas ketukan pintu.

"Masuklah," titah Wira dari dalam ruangan.

Ruby membuka pintu perlahan. Wajah Wira mulai terlihat.

"Ruby, kemari dan duduklah." Wira mempersilahkan Ruby untuk di sebuah kursi yang letaknya tepat di hadapannya, dan hanya dibatasi oleh meja kerja.

Ruby menelan ludah, ragu-ragu untuk mengikuti ucapan Wira.

"Ayo, duduklah. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu. Jika kau berdiri terus seperti itu, lalu kapan aku waktuku untuk mulai berbicara." Ucapan Wira tetap terdengar ketus seperti biasa, namun bibir dari pemilik wajah datar itu sempat tertarik. Pria itu tersenyum, meski hampir tak terlihat.

"Maaf, Tuan." Ruby bergerak cepat, menjatuhkan bobot tubuh di kursi.

"Heem." Wira terlihat merapikan tumpukan kertas di atas meja kerjanya. Sesekali ia berdehem, guna menetralisir rasa asing yang menjalar di sekujur tubuh ketika harus berhadapan dengan Ruby. Terlebih di dalam ruangan ini mereka hanya berdua.

"Saya hanya akan menyampaikan sebuah informasi atau pun keputusan dari pihak Resto selepas beberapa bulan ini memperhatikan cara kerjamu."

Glek.

Ada apa ini? Cara kerjaku? Apa aku akan dipecat?.

"Maksud, Tuan. Apakah cara kerja saya selama ini buruk atau.."

"Jangan menyela, tolong. Saya belum selesai bicara."

Ruby menggigit bibir, menahan kelu. Andai dirinya dipecat, lalu seperti apa nasib Celia?.

"Begini Ruby, selesai kami berunding, akhirnya kami menemukan suatu keputusan, untuk dirimu dan potensimu kedepannya. Selamat, mulai hari ini kau bukanlah asisten koki, tapi kau sudah resmi diangkat sebagai koki. Jabatanmu setara dengan Mario dan rekan Koki yang lain."

"A-apa? Sa-saya.? Tapi?." Raut kebingungan justru terlihat di wajah Ruby.

"Kenapa, kau tidak suka atau kau meragukan kemampuanmu sendiri?."

"Bu-bukan, Tuan. Hanya saja.." Ruby memilin kedua tangannya yang saling berpaut. Tidak, ia bukannya ragu akan kemampuannya sendiru. Hanya saja, ah, hanya saja ia masih belum siap.

"Baiklah Ruby, jika masih ada yang kurang jelas boleh ditanyakan."

Semua sudah lebih dari jelas, tapi kenapa waktunya secepat ini. Ini hari pertamaku bekerja selepas cuti loh.

"Ti-tidak, Tuan. Semua sudah jelas."

"Baiklah jika seperti itu, maka kembalilah ketempat kerjamu, dan selepas ini aku berharap kau tidak akan mengecewakan kami."

"Baik, Tuan. Saya permisi." Ruby menundukan kepala, tak disangka Wira pun melakukan hal yang sama. Selepas menutup pintu kerja Wira, Ruby menyandarkan tubuhnya di dinding. Air matanya luruh, bibirnya tak henti mengucap syukur dengan kedua punggung tangan menutup wajah. Ruby mulai terisak, tanpa perempuan itu sadari, seorang pria mengintip dari kejauhan. Tak berbeda dari Ruby, kedua bola mata pria itu berkaca-kaca. Selepas menarik nafas dalam, pria itu pun beranjak. Melangkah pergi sejauh-jauhnya, tanpa arah dan tujuan pasti.

Tbc.

1
Anjani Ananda
Luar biasa
sweetie belle
buset deh wira willy yg mana da lupa cerita bc ulang lg males 😮‍💨😮‍💨
Lilee
Luar biasa
Elly Rasmanawati
Kiram mau ya jadi ibu sambung Willy??
Elly Rasmanawati
kejjerrrrr lo margateth.....
Elly Rasmanawati
Ruby kalo mau rujuk lagi sm Sean,warah dulu si tangkurak mitoha n adik ipar mu...
Elly Rasmanawati
Luar biasa
Elly Rasmanawati
aku nangis thor...
Jessica
Luar biasa
Nurul Erra
Lumayan
Zareenakim🥰
Menggenggam yah thor
Siti Wahyu
apa ngk ada kelanjutan cerita Rio?
Atoen Bumz Bums
anak penurut Sama ibu atau mamak biasanya hidupnya bakal tentram bahagia
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya
Sugiarti Arti
Luar biasa
3sna
harta gono gini kmn?
3sna
brrti masih 1 kota,krn prjlnn naik taxi,kalo keluar kota gk mungkin,,mau habis brp dwt itu taxi
Ri Yanti
Luar biasa
paty
benar bego hanya krn ingin di puji jd nyakitin diri sendiri
paty
sean lo jgn jd bodoh mengikuti keinginan ibu lo
paty
sean lo blng bhw perbuatan ibu yg menjebak ruby sdh lo ketahui n bisa masuk penjara bknnya lsng pergi sj
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!