NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dijodohkan Orang Tua / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nike Nikegea

Benci Jadi cinta mengisahkan perjalanan cinta Alya dan Rayhan, dua orang yang awalnya saling membenci, namun perlahan tumbuh menjadi pasangan yang saling mencintai. Setelah menikah, mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti konflik pekerjaan, kelelahan emosional, dan dinamika rumah tangga. Namun, dengan cinta dan komunikasi, mereka berhasil membangun keluarga yang harmonis bersama anak mereka, Adam. Novel ini menunjukkan bahwa kebahagiaan datang dari perjuangan bersama, bukan dari kesempurnaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Nikegea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 : kehadiran si kecil

Setelah beberapa bulan, kehidupan Rayhan dan Alya terasa semakin sempurna. Mereka sudah menjalani kehidupan yang penuh kebahagiaan, saling mendukung, dan bekerja keras untuk masa depan mereka bersama. Suatu malam, saat mereka duduk berdua di teras rumah mereka, mereka mulai membicarakan hal yang baru—membangun keluarga.

“Alya,” Rayhan mulai, sambil menatap langit malam yang cerah, “kita sudah punya banyak impian dan tujuan yang kita capai bareng-bareng. Tapi ada satu hal yang aku rasakan, aku pengen punya anak. Anak kita, yang bakal jadi bagian dari kita. Gimana menurut kamu?”

Alya menoleh ke arah Rayhan, mendengarkan dengan seksama. Wajahnya sedikit tersenyum, tapi ada perasaan hangat yang menyebar di dadanya. “Aku juga berpikir begitu, Ray. Kita sudah siap, kita sudah cukup dewasa. Aku merasa, kehidupan kita akan lebih lengkap dengan kehadiran anak.”

Rayhan tersenyum lebar mendengarnya. “Aku tahu, kita bisa jadi orangtua yang baik. Kita akan saling mendukung, kayak yang selalu kita lakukan. Aku ingin melihat anak kita tumbuh di tengah cinta dan kebahagiaan.”

Alya mengangguk, merasa haru dengan kata-kata Rayhan. “Aku juga ingin itu, Ray. Kita akan jadi orangtua yang hebat, aku yakin.”

Malam itu, mereka duduk dalam diam, menikmati perasaan tenang yang datang setelah keputusan besar ini. Mereka merasa lebih siap dari sebelumnya untuk menyambut anggota keluarga baru yang akan mengubah hidup mereka.

---

Beberapa bulan setelah itu, Alya merasa ada yang berbeda dalam tubuhnya. Dia merasa lebih cepat lelah dan mual-mual setiap pagi. Awalnya, dia berpikir itu hanya kelelahan biasa, tapi gejalanya semakin terasa. Setelah beberapa minggu, dia memutuskan untuk melakukan tes kehamilan. Hasilnya—positif.

Alya terdiam, matanya terbuka lebar saat melihat hasil tes itu. Jantungnya berdegup kencang, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Dia segera menghubungi Rayhan untuk memberitahukan kabar bahagia ini.

“Alya? Kenapa teleponnya tiba-tiba? Apa ada yang salah?” Rayhan menjawab telepon dengan suara cemas, mengira ada masalah besar.

“Ada yang mau aku kasih tahu, Ray,” suara Alya terdengar bergetar. “Aku hamil, Ray. Kita bakal jadi orangtua!”

Rayhan terdiam sejenak, tidak percaya dengan kabar yang baru saja ia dengar. Kemudian, terdengar tawa kecil dari sebelah sana, suara bahagia yang membuat hatinya berdebar. “Alya… serius? Kita akan jadi orangtua?”

Alya tertawa pelan. “Iya, Ray. Aku baru tes, dan hasilnya positif. Kita akan punya anak.”

Rayhan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Dia tahu bahwa ini adalah langkah baru dalam hidup mereka, dan dia siap untuk menyambutnya.

“Ini kabar paling bahagia yang aku denger, Alya. Aku nggak sabar untuk menjalani semua ini bareng kamu. Kita akan jadi orangtua yang hebat, aku janji,” ujar Rayhan dengan suara penuh semangat.

Alya tersenyum lebar. “Aku juga, Ray. Kita akan jalani semuanya bareng-bareng, seperti biasa.”

---

Beberapa bulan kemudian, setelah mengetahui bahwa Alya hamil anak pertama mereka, mereka mulai mempersiapkan segalanya. Rumah mereka disiapkan untuk kedatangan anggota baru—mereka mengatur kamar bayi, membeli perlengkapan yang diperlukan, dan mendiskusikan nama untuk anak mereka. Setiap hari, mereka semakin sibuk, namun mereka tetap menikmati setiap momen dalam perjalanan ini.

Suatu sore, saat Rayhan baru pulang kerja, ia melihat Alya sedang duduk di sofa, memeluk perutnya yang mulai membesar. “Kamu lagi ngapain, sayang?” Rayhan bertanya sambil tersenyum.

Alya menoleh dengan senyum hangat. “Cuma mikir, Ray. Rasanya nggak sabar nungguin si kecil lahir. Aku yakin hidup kita bakal lebih indah setelah dia datang.”

Rayhan duduk di sampingnya dan meletakkan tangan di perut Alya, merasa jantungnya berdegup kencang. “Aku juga, Alya. Kita akan jadi orangtua yang terbaik buat anak kita. Aku nggak bisa bayangin betapa bahagianya nanti kita.”

Alya meletakkan tangannya di atas tangan Rayhan. “Aku percaya kita bisa, Ray. Kita akan tumbuh bersama si kecil, dan membuat rumah kita penuh cinta.”

---

Beberapa bulan setelah itu, pada suatu pagi yang cerah, Alya merasa kontraksi pertama datang. Mereka langsung pergi ke rumah sakit, dan di sana, mereka disambut oleh dokter dan perawat yang siap membantu. Rayhan, meskipun cemas, tetap berusaha tenang dan memberikan dukungan penuh kepada Alya.

Setelah beberapa jam yang menegangkan, akhirnya lahir seorang bayi laki-laki yang sehat. Alya memeluk anak mereka dengan penuh haru, dan Rayhan tak bisa menahan air matanya melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Alya.

“Ray… ini anak kita,” bisik Alya dengan suara lembut, matanya berkaca-kaca.

Rayhan mendekat, merangkul mereka berdua, dan menatap anak mereka yang baru lahir dengan penuh cinta. “Iya, Alya. Ini anak kita. Kita akan jaga dia, dan ajarin dia segala hal yang kita pelajari. Kita akan jadi orangtua yang baik buat dia.”

---

Setelah kelahiran anak mereka, hidup Rayhan dan Alya berubah drastis. Mereka yang dulu berdua, kini harus membagi perhatian dan waktu mereka dengan seorang bayi yang butuh kasih sayang dan perhatian lebih dari yang mereka bayangkan. Namun, meskipun tidur mereka terganggu setiap malam dan pekerjaan rumah yang semakin menumpuk, mereka merasa bahwa kehadiran anak mereka adalah hadiah terbesar yang pernah mereka terima.

Suatu pagi, setelah mengganti popok anak mereka yang baru terjaga, Alya duduk di kursi sambil menyusui. Bayinya, yang mereka beri nama Adam, tampak tenang di pelukan ibunya. Rayhan yang baru pulang dari kantor, melihat mereka dari pintu kamar dan tersenyum.

“Lihat siapa yang udah mulai jadi ibu super,” kata Rayhan dengan suara lembut, meskipun wajahnya sedikit lelah setelah seharian bekerja.

Alya tersenyum lelah, tapi bahagia. “Aku mulai ngerti kenapa orang bilang jadi ibu itu nggak gampang. Tapi, lihat dia, Ray. Semua kelelahan jadi nggak berarti.”

Rayhan duduk di samping Alya, meraih tangan Alya. “Aku bangga sama kamu, Alya. Kamu luar biasa.”

Alya menatap Rayhan, merasa sangat berterima kasih. “Aku nggak akan bisa melakukan ini sendirian, Ray. Kita harus saling bantu, kan?”

Rayhan mengangguk. “Tentu, kita pasti bisa. Kita akan hadapi semua ini bersama.”

---

Namun, meski kebahagiaan datang bersama bayi mereka, kehidupan sebagai orang tua tidak selalu mulus. Adam, yang mulai tumbuh, membuat rutinitas harian mereka jadi lebih padat. Rayhan yang bekerja penuh waktu harus sering lembur, dan Alya, yang kini mengurus anak mereka sepenuhnya di rumah, merasa kesulitan mengatur waktu.

Suatu hari, Rayhan pulang lebih larut dari biasanya. Saat ia masuk ke rumah, ia melihat Alya duduk di ruang tamu, dengan mata yang lelah dan tangan memegang ponsel. Adam sudah tidur di kamar, dan rumah terasa sunyi.

“Kenapa nggak tidur, sayang?” tanya Rayhan, khawatir melihat Alya tampak begitu lelah.

Alya menghela napas. “Aku cuma pengen punya waktu sebentar buat diri sendiri, Ray. Rasanya nggak ada waktu buat aku. Semua berfokus ke Adam, dan kadang aku lupa apa yang aku butuhkan.”

Rayhan mendekat, duduk di sampingnya. “Alya, aku ngerti banget. Aku juga merasa kesulitan. Kerjaanku banyak, dan aku jadi nggak bisa banyak bantu di rumah. Tapi, aku janji, aku akan lebih banyak bantu kamu. Kita harus berbagi tanggung jawab ini.”

Alya menunduk, merasa sedikit terbebani. “Aku nggak mau jadi ibu yang nggak bisa mengatur semuanya, Ray. Aku ingin jadi istri dan ibu yang sempurna buat kamu dan Adam.”

Rayhan mengelus rambut Alya dengan lembut. “Kamu nggak perlu jadi sempurna, Alya. Kamu sudah luar biasa. Kita saling bantu, kita saling berbagi tugas. Aku nggak akan biarkan kamu merasa sendirian.”

Alya menatap Rayhan, merasa terharu. “Aku cuma butuh waktu untuk kita, Ray. Kadang aku merasa kita terlalu sibuk dengan dunia kita sendiri sampai kita lupa saling merawat.”

Rayhan tersenyum lembut, menyentuh wajah Alya. “Aku janji, kita akan luangkan waktu untuk kita. Kita bisa buat waktu buat kita berdua, meskipun sibuk. Ini akan jadi ujian bagi kita, tapi kita pasti bisa.”

Alya mengangguk, merasa sedikit lega. “Terima kasih, Ray. Aku butuh itu.”

---

Minggu-minggu berikutnya, Rayhan dan Alya berusaha keras untuk menyeimbangkan peran mereka sebagai orangtua dan pasangan. Rayhan mulai lebih sering membantu di rumah, sementara Alya juga mencoba mencari waktu untuk dirinya sendiri, meski hanya beberapa menit. Mereka mulai lebih menghargai setiap detik bersama, mulai dari makan malam bersama hingga tidur malam yang nyenyak setelah Adam tertidur.

Namun, tantangan baru datang ketika pekerjaan Rayhan semakin meningkat. Ia harus melakukan perjalanan bisnis yang panjang, meninggalkan Alya dan Adam di rumah. Kali ini, kehadiran Rayhan di rumah terasa sangat penting bagi Alya, yang mulai merasa kelelahan lagi.

“Alya, aku harus pergi untuk beberapa hari. Aku tahu ini nggak mudah, tapi kita bisa melaluinya. Aku akan tetap sering telepon dan cek keadaan kamu,” kata Rayhan saat mereka berbicara sebelum keberangkatannya.

Alya menatap Rayhan dengan tatapan lelah, tapi tetap penuh pengertian. “Aku ngerti, Ray. Kamu harus bekerja, dan kita butuh itu. Aku cuma… merasa kadang aku nggak cukup kuat sendirian.”

Rayhan mendekat, memeluk Alya erat. “Aku tahu kamu kuat, Alya. Tapi kita nggak perlu sendirian. Kita ada satu sama lain. Jangan ragu buat minta bantuan siapa pun kalau kamu butuh.”

Alya mengangguk, meski hatinya terasa berat. “Aku akan baik-baik saja, Ray. Aku akan coba sekuat mungkin.”

Rayhan memandangnya dengan penuh kasih, mencium kening Alya sebelum akhirnya berangkat. “Aku akan selalu pulang ke kamu, Alya. Kita akan terus berjuang bareng-bareng.”

---

1
Niat
suka banget, aku suka ngebacanya 🤩
semangat kak 🤗
Niat
ini novel pertama yang ku baca 😊
sumpah aku jadi ketagihan bacanya 😁😁
Tae Kook
Thor, ini cerita adalah yang pertama kali aku baca dan membuatku ketagihan.
Coralfanartkpopoaf
Meresapi setiap detail dalam cerita ini. 🧐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!