NovelToon NovelToon
Menggapai Rindu (Daddy)

Menggapai Rindu (Daddy)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Patahhati
Popularitas:2.6M
Nilai: 4.7
Nama Author: Andreane

Kembali ke masa lalu, adalah sesuatu yang mustahil bagi Nara.

Tapi demi memenuhi keinginan terakhir sang putri, ia rela melakukan apapun bahkan jika harus berurusan kembali dengan keluarga Nalendra.


Naraya bersimpuh di hadapan Tama dengan deraian air mata. Ia memohon padanya untuk menemui putrinya dan membiarkan sang putri melihatnya setidaknya sekali dalam seumur hidup.


"Saya mohon temui Amara! Jika anda tidak ingin menemuinya sebagai putri anda, setidaknya berikan belas kasihan anda pada gadis mungil yang bertahan hidup dari leukimia"

"Sudah lebih dari lima menit, silakan anda keluar dari ruangan saya!"

Nara tertegun begitu mendengar ucapan Tama. Ia mendongak menatap suaminya dengan sorot tak percaya.

****

Amara, gadis berusia enam tahun yang sangat ingin bertemu dengan sang ayah.

Akankah kerinduannya tak tergapai di ujung usianya? Ataukah dia akan sembuh dari sakit dan berkumpul dengan keluarga yang lengkap?

Amara Stevani Nalendra

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Waktu dua puluh hari

..."*Gagal dan t**erpuruk, adalah pengalaman berharga yang mengajarkanku apa itu sabar, apa itu kuat, dan apa itu hidup*"...

...(Naraya)...

...🌷🌷🌷...

Mereka saling tatap dengan debaran jantung yang tak menentu. Sorot nanar dari manik hitam Nara seolah mewakili perasaannya yang sangat menyesali kenapa harus bertemu di waktu yang sama sekali tidak tepat dan belum siap.

Sementara pak Ramdan, hanya tatapan sarat akan kebencian yang tampak di raut wajahnya.

Andai saja bisa, mungkin pak Ramdan akan menampar berulang kali wanita yang sudah mengacaukan hidup sang putri, andai saja tak ada hukum, mungkin pak Ramdan sudah membunuhnya. Dan andai saja wanita yang berdiri di hadapannya saat ini adalah sosok yang tidak berkuasa, mungkin dia akan mencaci maki dengan ribuan sumpah serapah. Namun mengingat bagaimana latar belakang Rania dengan harta dan tahtanya yang melimpah, membuat pak Ramdan harus mengendalikan dirinya sendiri dari wanita monster seperti Rania.

"Mommy"

Suara Amara yang terdengar parau, membuat mereka tersadar dari aksi saling menatap. Ketiga orang itu langsung mengalihkan perhatian pada suara anak kecil yang kini berada dalam gendongan Emir.

Sebagai dokter, Emir sudah memutuskan untuk membawa Amara pulang karena tidak perlu memberikan perawatan intensive.

Emir membawa Amara ke luar sebab gadis itu merasa bosan berbaring di atas bed yang paling Amara benci.

"Ara" sahut Nara lalu menelan salivanya, sedetik kemudian netranya beralih pada bu Rania yang menampilkan ekspresi terkejut.

"Kata papa Emir Ara boleh pulang mom, iya kan Pa?"

Mata gadis itu menatap Emir dengan sorot sendu. Emir membalas dengan anggukan kepala lengkap dengan senyum mengembang.

Semetara Nara langsung melangkah ke hadapan Emir.

"Boleh pulang bang?" Naraya bertanya untuk memastikan.

"Boleh Na, tapi harus banyak istirahat, jangan ke sekolah dulu besok"

"Ara dengar kata papa?"

Gadis kecil itu mengerjap sebelum kemudian mengangguk merespon ucapan mommynya.

"Ibu Rania" kata Ara menatap wanita yang masih berdiri kaku dengan gurat yang sulit di artikan. "Kenalkan, ini mommynya Ara, yang itu" Ara menunjuk pak Ramdan dengan jari telunjuknya. "Kakek Amara"

Mendengar ucapan Amara, dengan susah payah bu Rania menghirup napas yang terasa seperti tercekat di rongga hidung. Wanita itu seolah tak percaya dengan apa yang terjadi siang ini, terlebih lagi perkataan si gadis kecil itu, jantungnya seketika berdebam dengan sangat kencang. Kilas balik atas perbuatan buruk dan fitnah terhadap Nara pun menari-nari di otaknya.

"Mom, bu Rania ini mirip dengan omma Ara kan? iya kan mom?"

Nara tak sanggup menggeleng apalagi mengangguk mengiyakan ucapan Ara. Ingatannya seolah singgah ke beberapa tahun silam ketika Rania menyuruhnya untuk menggugurkan kandungan.

"Ara sama kakek ke mobil ya, Mommy ada perlu dengan papa Emir"

"Tapi kita pulang sama-sama kan mom?"

"Iya kita pulang sama-sama sayang, tapi Ara ke mobil dulu tunggu mommy di sana sama kakek"

Tanpa menunggu lama, pak Ramdan pun melangkah mengambil alih Amara dari gendongan Emir.

"Ayo sayang kita pulang" kata pak Ramdan tersenyum. "Sun tangan papa Emir dulu"

Di sana, Rania mengingat-ingat sosok Emir yang pernah di ambil gambarnya oleh para pesuruhnya untuk membuat Tama cemburu.

Pria itu adalah papa dari Amara? apa selama ini memang benar, jika Nara berhubungan dengan pria itu?

Aah ada banyak lelaki berbeda yang dekat dengan wanita ini, dia benar-benar pintar dalam hal memilih pria. Wanita rendahan seperti dia, bisa mendapatkan sosok dokter Emir dari kalangan orang berada. Dia juga pernah menjerat putraku ke dalam muara cintanya.

Picik sekali dia.

Larut dalam lamunan serta prasangkanya, bu Rania bahkan tak menyadari jika saat ini dia hanya berdua saja dengan Nara.

"Bu Rania" Panggil Nara ketika pak Ramdan, dan Emir sudah pergi dari sana.

Rania tersentak, tapi tetap saja semburat kebencian masih terlukis di wajahnya.

"Apa kabar bu?"

"Oh, jadi Amara adalah anakmu?" ujarnya dengan tatapan sinis. Alih-alih menjawab, Rania malah melempar pertanyaan balik. "Apa karmamu jatuh pada Amara, karena sudah menghianati putraku?"

Nara terkekeh lirih sebelum kemudian berbicara "Bahkan waktu sudah berlalu begitu lama, tapi anda masih bangga dengan keangkuhan anda, dengan kebencian anda pada saya"

"Apa maksudmu wanita jal_"

"Berhenti mengatai saya wanita ******" potong Nara cepat berusaha menjaga intonasi nada bicaranya. "Biar bagaimanapun, wanita ****** yang anda maksud masih sah sabagai menantu anda"

"Jangan GR kamu, sebentar lagi anakku pasti menceraikanmu, karena dia akan bertunangan dengan gadis bermartabat yang sederajat dengan kami"

"Oh ya?" sahut Nara. "Pastikan sebelum menikah, putra anda menceraikan saya terlebih dulu dan mengirimkan akte cerai ke rumah yang anda beli untuk saya" Nara mengatakannya dengan sorot tajam.

"Jadi kamu tetap tinggal di rumah itu"

"Tentu saja, dan bahkan rumah itu sudah saya bangun menjadi rumah elit dan mewah"

"Bukan hal yang sulit merenovasi rumah itu untuk istri seorang dokter Emir" timpal Rania.

Lagi-lagi Nara terkekeh geli dengan ucapannya.

"Jadi anda mengira dokter Emir adalah suami saya?" Naraya menerbitkan senyum sinis lengkap dengan gelengan kepala. "Apa karena Amara yang tak lain adalah cucu anda, memanggilnya papa?"

"Cucu?"

"Iya, cucu yang sempat ingin anda bunuh bahkan ketika masih di dalam perut"

"Belum tentu dia cucu saya"

"Saya bahkan berani jika harus tes DNA untuk membungkam mulut anda, dan jika saya mau, saya kirimkan hasil DNA itu pada putra anda"

"Jangan macam-macam kamu?"

"Kenapa? apakah anda takut?"

"Jika kamu berani mengganggu putraku, maka aku akan melakukan hal yang lebih kejam dari sebelumnya"

"Bu Rania, bu Rania" cicit Nara sembari tersenyum miring. "Sayalah yang akan membuat hidup anda menderita, sama seperti anda yang sudah membuat hidup saya bagaikan di neraka, saya bersumpah"

Bu Rania bungkam, tak menyangka jika Nara dengan sangat berani mengancamnya.

"Anda tahu, bagaimana hidup di hantui rasa bersalah kan?" tanya Nara dengan tatapan menghujam. "Suatu saat, akan saya buat anda menyesal, saya jamin itu"

Usai mengatakan itu, Naraya berbalik lalu melangkah pergi dari hadapan Rania.

Sementara Rania, wajahnya memanas, tangannya mengepal kuat, dan dadanya bergemuruh hebat. Ia merasa hidupnya sedikit terancam apalagi Nara kembali dengan Amara darah daging dari anak semata wayangnya.

"Kurang ajar kamu Nara, beraninya mengancamku, akulah yang akan membuatmu menyesal" ________

Setibanya di rumah, Amara di sambut oleh Daffa yang membuka pintu mobil begitu mobil berhenti di depan mini market milik pak Ramdan. Daffa langsung mengangkat tubuh Amara dengan gemas kemudian membawanya masuk ke dalam rumah.

"Mom, kita kan udah di Indonesia, kenapa daddy belum jenguk Ara?"

Nara yang tengah menyisir rambut Amara, langsung mempertemukan netranya melalui pantulan cermin. Hatinya sedih ketika melihat beberapa helai rambut Amara yang terselip di sisir.

"Kapan ketemu daddy?" Amara kembali bertanya ketika sang mommy tak kunjung menjawabnya.

"Ara sabar ya, daddy saat ini sedang keluar kota, daddy lagi cari uang banyak-banyak buat sembuhin Amara"

"Lama?"

Nara berpikir sejenak sambil menekan bibirnya ke dalam. "Hmmm, nanti kalau sudah pulang, mommy kasih tahu Ara deh"

"Tapi kapan?" tanya Amara seraya mendongak menatap Nara.

"Bulan depan ya sayang"

"Bulan depan itu kapan?"

"Setelah tanggal tiga puluh sayang"

"Setelah tanggal tiga puluh?" tanya Amara, persekian detik, otaknya di buat berfikir. "Sekarang tanggal sepuluh" gumam Ara sambil menghitung dengan jarinya. "Dua puluh hari lagi ya mom?"

Dalam hati, Naraya harus bisa mempertemukan sang putri dengan daddynya.

"Yaa Rabb, semoga bisa membawa mas Tama ke hadapan Amara dalam waktu dua puluh hari"

*****

Keesokan harinya,,,

"Benar Na, tentang Rania kepala rumah sakit di tempat mas Aksa bekerja?"

"Benar Sa" jawab Nara, mereka kini tengah menikmati makan siang di sela-sela isirahat kantor. "Kamu kata siapa?"

"Mas Aksa lah siapa lagi?"

Nara mengernyit heran, sebab saat itu tak ada Aksa di sana.

"Mas Aksa tahu dari bang Emir, dan bang Emir tahu dari papa Ramdan" kata Khansa seolah paham dengan kebingungan Nara. "Aku sempat nggak percaya dengan ucapan mas Aksa semalam, karena bagiku nggak mungkin banget bu Rania yang ramah dan murah senyum itu adalah Rania yang sama yang sudah mengancurkan hidup putra dan menantunya"

"Dia memang orang baik Sa" kata Nara dengan pandangan menatap jus jeruk di gelas Khansa. "Dulu dia sangat baik padaku, tapi sikap baiknya berubah semenjak tahu hubunganku dengan mas Tama"

Khansa mengangguk kemudian kembali bersuara. "Terus bagaimana pertemuan kamu dengan suamimu"

"Dia nggak mau menemui Amara" sahut Nara nadanya terdengar lirih. "Aku nggak tahu jika mas Tama tetap kekeh pada pendiriannya"

"Kita lakukan tes DNA Na"

"Bagaimana caranya? kita harus memiliki sample DNA dari daddynya Amara bukan? minimal rambut, atau kukunya?"

"Apa kita kirim ART ke rumah suamimu, untuk mencuri rambut atau sikat gigi miliknya?"

"Aku rasa percuma Sa, karena mas Tama pasti nggak akan membiarkan pembantunya masuk ke dalam kamar, kecuali orang yang benar-benar bisa di percaya olehnya"

"Tapi biar bagaimanapun, Tama harus tahu kalau Amara adalah anak kandungnya"

"Mungkin aku akan meminta bantuan pak Aldi"

"Pak Aldi?" Tanya Khansa dengan kening mengerut. "Siapa dia?"

"Dia sepupunya mas Tama, dia bahkan menawarkan diri mau jadi papa pura-puranya Amara jika mas Tama tetap nggak mau mengakui Amara?"

"Kamu akan membohongi putrimu Na, kamu nggak akan berusaha untuk memenuhi permintaannya"

"Tentu saja aku akan berusaha Sa, lagian aku juga belum menyetujui tawarannya, tapi jika di perlukan, mau bagaimana lagi?"

"Aku tidak setuju jika harus menghadirkan papa palsu untuk Amara, aku akan menyeret Tama jika dia tidak mau mengakui Amara"

"Kamu tahu Sa, aku berjanji pada Amara untuk mempertemukan dia dengan mas Tama bulan depan"

"Bulan depan?"

"He'em"

"Ok aku akan membantumu" Sahut Khansa mantap"

Next...??

1
Vien Habib
Luar biasa
Damai Damaiyanti
visum fong lapor polisi ,,,
Damai Damaiyanti
rania masih aj kerass kepala g sadar" buwt cacat aj biar kapok
Damai Damaiyanti
di ceburin ke comberan tuh bunda,g cocok di panggil " BUNDA",nek lampir weh ,
maria handayani
/Shy/
Damai Damaiyanti
setelah 7 thn baru diselidikin ,,parah si tama
Damai Damaiyanti
mertua durjana
Damai Damaiyanti
arogan bgt ibunya tama
Vitriani
Lumayan
Budi Raka
Luar biasa
an
baaguus
Andaru Obix Farfum
Luar biasa
Miss Vhanilla
banyak bertele tele
Elsi Rovionita
Kecewa
Anne: jangan baca karya yang lain ya!!!!!!!!
total 1 replies
Elsi Rovionita
Buruk
Narti Gendeng
luar biasa karyamu thorrrr
arie nuz laila
author cukup jeli dg karakter tana ya, bagusss, tapi bikin gemes pengen ngebejek si tama, jelas2 video editan, koo masih aja
Nurhasanah: iya bener, aku juga kesel, klo emang ragu sama Nara, knpa mau nikah LG, bikin gemes, pengen bejek tuh si Tama 😡
total 1 replies
arie nuz laila
ternyata da ibu yang seperti model rania , semoga cukup di novel, anak adalah anugrah, kok sepertinya egois dg dirinya sendiri
Rahma Lia
Luar biasa
Muhammad Fauzan
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!