Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Cinta Pertama Dokter Heni
Untuk mendukung feel dalam membaca pada part tengah chapter ini, Othor sarankan sembari memutar lagu berjudul "Love Me" by Punch (Ost. Do You Like Brahms).
Lebih cocok yang INDO-SUB dengan lirik.
Selamat Membaca💋
🍁🍁🍁
"Dokter Heni itu mantan tunangan mendiang Wakapolri," ucap Riko apa adanya. Ia tak ingin berbohong pada sahabatnya, Seno.
Riko sangat paham dari gestur Seno yang mencecarnya, dapat ia pastikan bahwa sahabatnya ini belum banyak berkomunikasi dengan Dokter Heni terkait hal pribadi atau masa lalu masing-masing secara mendalam. Dan Riko memilih berkata jujur karena ingin sahabatnya ini menyadari tentang takdir dan garis jodoh dari Tuhan. Lupakan masa lalu dan hiduplah dengan baik dengan jodoh yang diberikan Tuhan saat ini.
Terlebih ia sangat tahu bahwa Dokter Heni adalah wanita baik-baik, berpendidikan tinggi serta punya attitude yang baik pula. Bukan tipe wanita seperti Manda, mantan istri Seno. Yang hanya demi uang dan kepuasan batin sesaat lalu mencari di tempat lain yang sangat menjijikkan. Merusak rumah tangga sendiri dan juga rumah tangga wanita lain. Padahal dirinya seorang wanita dan juga seorang ibu.
"Mendiang Wakapolri yang mana?" tanya Seno mendadak linglung.
"Astaga, memangnya Wakapolri yang baru saja meninggal dunia itu ada banyak!" ketus Riko. Ia menghela napasnya sejenak sebelum berkata kembali.
"Ya, Wakapolri yang aku maksud itu mendiang komandanku yang meninggal dunia sampai beritanya viral itu. Yang pelayatnya pada datang meluber banyak dari segala penjuru padahal bukan artis. Memangnya Dokter Heni seperti mantan istrimu yang doyan aki-aki. Jelas beda kelas lah. Komandanku masih lebih muda daripada selingkuhan sianida yang satu itu. Lebih ganteng pokoknya dan lebih segala-galanya," ujar Riko menggebu-gebu. Sebab jika berbicara soal Manda dan Gani, seakan darahnya mendadak mendidih secara otomatis.
"Mereka berdua tunangan saat kapan? Bukankah mendiang Jenderal Prasetyo Pambudi sudah lama menduda sejak istrinya meninggal dunia," cecar Seno.
Lalu Riko pun bercerita bahwa sang komandan tidak jadi menikah dengan Dokter Heni di masa silam, karena mencintai Embun. Cinta bertepuk sebelah tangan.
Prasetyo Pambudi adalah cinta pertama Dokter Heni. Namun Pras hanya mencintai Embun dan menganggap Dokter Heni sebagai adik atau sekedar teman saja tidak lebih. Apalagi mereka berasal dari satu kampung yang sama. Akhirnya rencana pernikahan yang berlandaskan perjodohan antara Prasetyo Pambudi dengan Heni Widyastuti pun terpaksa dibatalkan.
"Ya, setahuku setelah beberapa tahun terjadi kegagalan rencana pernikahan mereka berdua, Dokter Heni menikah dengan laki-laki yang bernama Wisnu dijodohkan oleh ibunya. Namun usia pernikahannya hanya sebentar karena suaminya meninggal dunia akibat kecelakaan. Jadilah dia berstatus janda. Akhirnya sekarang Dokter Heni berubah status deh jadi istri Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang dinginnya mengalahkan es di kutub,"
Seno mendengus sebal mendengar ujung kalimat dari Riko barusan. Walaupun yang diucapkan sahabatnya juga tak salah. Memang pada faktanya begitu, namun ia tak mengakui.
"Dasar manipulatif! Jadi waktu itu dia berbohong pada kami. Dasar wanita semuanya sama saja. Tukang bohong!" batin Seno menggerutu.
Sepanjang cerita Riko tentang Dokter Heni, ujungnya yang ditangkap oleh Seno bukan hal positifnya tetapi celah kesalahan istrinya yakni berbohong perihal Prasetyo Pambudi ketika pertemuan pertama mereka beberapa waktu yang lalu.
☘️☘️
Berita kematian Wakapolri Jenderal Prasetyo Pambudi begitu menggemparkan seantero negeri. Tak terkecuali bagi seorang wanita yang tengah sibuk mondar-mandir di depan counter pembelian tiket di Bandar Udara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Wajah yang kusut, sayu dan sembab akibat berderai air mata tak membuat pesona dan kharismatiknya hilang. Dirinya begitu tercengang dan syok setelah tanpa sengaja menonton berita di televisi salah satu rumah warga, saat dirinya menangani pasien di Dusun Sukamulia, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur.
Berita duka untuk sebuah nama pria yang yang sejak dulu hingga saat ini masih sangat dicintai dalam hatinya. Prasetyo Pambudi.
Setelah menangani pasien di salah satu desa pelosok di Lombok Timur tersebut, ia pun meminta bantuan Pak Lurah di sana untuk membantunya bergegas ke bandara. Cuaca di Lombok sedang hujan deras sejak pagi. Alhasil waktu tempuh yang biasanya hanya sekitar dua jam perjalanan menjadi empat jam.
Banyak pohon tumbang di tengah jalan serta kemacetan saat sudah mencapai kota. Sebab, kala itu masih momen libur panjang anak sekolah dan perkuliahan serta bertepatan pula dengan akhir pekan. Sehingga banyak wisatawan baik domestik maupun turis asing yang tengah menikmati liburan di sana. Ada pula yang kembali ke kota masing-masing usai berlibur.
Sepanjang perjalanan ia terus menangis. Entah sudah berapa banyak lembar tisu yang ia habiskan. Dirinya tak menduga pria yang masih bersemayam di hatinya, kini pergi meninggalkan dunia ini begitu cepat.
"Dasar orang-orangan sawah! Kamu belum melihat Bening hamil dan melahirkan. Kenapa pergi secepat ini! Tak apa tak membalas cintaku karena aku tahu di hatimu hanya akan ada nama Embun seorang. Tidak ada tempat untuk wanita lain apalagi aku. Tapi jangan pergi seperti ini. Aku membencimu, Pras. Aku benci! Huhu..." batin Dokter Heni menangis tersedu-sedu.
Derap langkahnya langsung berlari menuju counter tiket. Namun naas seluruh tiket hari ini tak ada yang tersisa baik ke Bandung, Jogjakarta, Semarang maupun Jakarta.
"Maaf, Bu. Semua tiket yang ibu cari sudah ludes terjual sejak satu minggu yang lalu. Hanya bisa menunggu jika ada pihak calon penumpang lainnya yang membatalkan tiketnya. Maka ibu bisa membelinya," ucap petugas counter tiket
"Apa saya bisa pesan privat jet ke Jakarta?" tanya Dokter Heni.
"Maaf, Bu. Privat jet hanya bisa dipesan minimal dua hari sebelum keberangkatan. Namun saat ini berada di peak season. Slot pemesanan privat jet juga tengah full untuk satu minggu ini," ucap petugas dengan sopan.
"Lalu apa yang harus saya lakukan, Mbak? Kakak saya meninggal di Jakarta dan apa saya hanya harus duduk diam di sini tanpa melakukan sesuatu!" bentak Dokter Heni tanpa sadar.
"Maaf, Bu. Kami juga tidak bisa berbuat banyak dengan segala keterbatasan yang ada. Kami cek baru ada slot tiket kosong besok siang jam satu, kelas bisnis. Dan itu hanya tersisa satu buah saja. Apa ibu ingin mengambilnya ?" tanya petugas.
"Kakak saya dimakamkan besok pagi jam sepuluh. Kalau saya dari sini jam satu siang lalu sampai Jakarta jam tiga sore. Sudah terlambat, Mbak. Tolonglah," pinta Dokter Heni memohon dengan beberapa tetesan air mata masih membasahi pipinya.
"Maaf, Bu. Hanya itu yang bisa kami usahakan. Jika ibu ingin menunggu ada pembatalan tiket dari penumpang lain. Ibu bisa tunggu di bandara. Tetapi kami juga belum bisa memastikan hal tersebut," ucap petugas.
"Terima kasih, Mbak. Saya duduk di sana saja," ucap Dokter Heni lesu dan berjalan gontai ke tempat duduk yang tak jauh dari counter tiket.
Sudah selama hampir tiga jam dirinya berada di bandara seperti orang tidak jelas. Hanya untuk meminta belas kasihan pada penumpang lain agar memberikan tiket yang mereka miliki untuk ia beli. Bahkan Dokter Heni rela membayar tiga kali lipat dari harga tiket tersebut.
Akan tetapi, tidak ada yang mau mengiyakan permintaannya. Dikarenakan mereka juga memang telah memiliki jadwal tersendiri dan ada juga yang rombongan sehingga tak mau terpisah dari rombongannya.
"Tolong, Mbak. Saya harus ke Jakarta hari ini juga. Karena kakak saya meninggal," ucap Dokter Heni terpaksa berbohong kepada salah satu calon penumpang tujuan Jakarta. Sebab, ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Dirinya terus memelas asih pada calon penumpang yang terbang menuju Jakarta dan sekitarnya hari ini.
Namun sepertinya nestapa mengabulkan ucapannya tempo lalu saat dirinya berbincang dengan Papa Bening tatkala acara lamaran Bening dan Arjuna di Jogjakarta.
Ucapan yang tanpa sengaja keluar dari bibirnya. Niat hati hanya ingin bercanda namun Tuhan mengabulkan semua yang terlontar dari bibirnya.
"Pras, maafkan aku. Aku menyesal. Aku ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Aku mohon ya Tuhan, beri keajaiban untukku. Aku ingin memeluk Bening dan menguatkannya. Dia pasti sekarang butuh aku," batin Dokter Heni sendu.
☘️☘️
Awalnya ia sudah pasrah untuk terbang ke Jakarta dengan tiket yang sudah dibelinya. Jadwal keberangkatannya besok pukul 13.00 WITA. Sebab, tak ada penumpang yang mau membatalkan tiketnya.
Namun keesokan harinya saat pukul sembilan pagi, ia mendapat secercah harapan saat ada rombongan T N I AU dan AD menyapa dirinya bahwa mereka akan pergi ke Jakarta. Terlebih dalam rombongan tersebut terdapat satu orang yang tengah terluka usai latihan gabungan dan sedang tak ada dokter yang berada dalam pesawat tersebut.
"Saya bersedia, Pak. Saya akan coba membantu jika di udara tenaga saya sebagai dokter memang dibutuhkan. Terima kasih banyak atas tumpangannya," ucap Dokter Heni seraya tersenyum sumringah.
Seolah dirinya tengah mendapatkan secercah harapan atau oase di padang pasir tandus yang tengah mengelilinginya.
"Baik. Silahkan ikuti saya," ucap komandan rombongan prajurit tersebut.
"Terima kasih ya Tuhan," batin Dokter Heni mengucap syukur.
Walaupun ia nantinya dipastikan tetap datang terlambat pada prosesi pemakaman Prasetyo Pambudi, setidaknya berangkat dari Lombok lebih awal lebih baik daripada menunggu keberangkatan jam satu siang yang nanti dikhawatirkan delay karena cuaca atau hal yang lain di luar kuasanya.
"Semoga kamu bisa menungguku walau hanya satu detik, Pras. Jika pun tak bisa, minimal aku bisa memeluk Bening di dekat pusaramu," batin Dokter Heni seraya memanjatkan doa.
Bersambung...
🍁🍁🍁
bukan sukarela seperti yg km bilang
beneran apa bener teteh author
🤭🤭🤭
lo itu cuma mantan
buanglah mantan pada tempatnya
dasar racun sianida
💕💕👍👍
tampan se-kecamatan
🤣🤣🤣
🤦🤦🤦🤦
🤭🤭🤭🤭