“Memangnya aku sudah gak laku?, aku bahkan belum pernah mencoba mendekati seorang gadis.” Gerutu Kevin. -Kevin Alexander Geraldy-
Beberapa hari setelah ia tiba di jakarta usai menyelesaikan pendidikan dokternya, ia mendapatkan kejutan dari papi dan mommy nya, bahwa papi Alexander menginginkan Kevin menikahi seorang gadis, dan yang paling membuat Kevin begitu emosi adalah, pernikahan ini adalah buntut dari sebuah surat wasiat yang di terima Alexander 15 tahun yang lalu.
“Aku juga tidak ingin menikah denganmu, aku menikah dengan mu karena aku tak ingin image baik yang sudah menempel padaku rusak begitu saja,” balas Gadisya dengan emosi yang tak kalah dahsyat nya. “Aku hanya yatim piatu yang kebetulan beruntung bisa mewujudkan impianku menjadi dokter, aku tak memiliki apa apa, bahkan silsilah keluarga yang bisa ku banggakan, jadi setidaknya aku harus mempertahankan nama baikku, karena itu adalah harga diriku, dan aku bangga. -Gadisya Kinanti-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
"Maaf, semalam aku susah tidur, jadi sekalian saja aku bereskan baju bajumu.
Kevin mendekati Gadisya, kemudian berbisik "Jangan lakukan lagi, aku tak suka kamu menyentuh barang barangku." Hardik Kevin geram.
Kemudian ia pergi begitu saja, tanpa sarapan.
Gadisya mengangguk pelan, kuncup yang coba ia tumbuhkan, hari ini kembali layu.
Gadisya menarik nafas perlahan, "sabar Gadisya, perjuanganmu baru saja di mulai, ayo lupakan Kevin sejenak, mari bangkit dan cari pekerjaan, barangkali ada klinik yang membutuhkan dokter umum."
Mau tak mau, Gadisya harus mulai berpikir untuk mendapatkan pekerjaan baru, karena walau di memiliki suami, tapi hidupnya tak akan terjamin mengingat suaminya bahkan hanya memberinya status, tanpa embel embel cinta atau nafkah.
Kemarin sempat terpikir oleh nya untuk meminta pekerjaan pada ibu mertuanya, tapi dengan sangat berat ia tahan, karena malu harus mengemis pekerjaan, Gadisya tipe wanita mandiri yang biasa mendapatkan sesuatu dengan usahanya sendiri, mengingat kedua mertuanya sudah sangat berjasa dalam hidup dan pendidikannya, maka jika sekarang masih harus mengemis pekerjaan, pastilah sangat memalukan.
Karena tak ada yang harus dibereskan, Gadisya pun bersiap meninggalkan apartemennya, ia mulai dengan mencari sarapan.
Seporsi ketoprak, kini ada dihadapannya, sambil sarapan ia mencari cari lowongan pekerjaan di klinik atau rumah sakit, Gadisya menginginkan klinik atau rumah sakit tersebut ada di dekat apartemen, hingga tak perlu waktu lama menuju kesana, tapi sepertinya ia belum beruntung, karena sementara ini, lowongan pekerjaan berada jauh dari apartemen nya.
Tiba tiba ponselnya bergetar, menampilkan wajah cantik ibu mertuanya, Gadisya tersenyum sesaat, hatinya terasa hangat, karena sekarang ia memiliki seorang ibu lagi,
seperti dulu.
"Iya mom," jawabnya riang.
"Apa mommy mengganggu waktumu?" Tanya mommy Stella
"Tidak mom, saya kan masih pengangguran." Jawab Gadisya ringan tanpa beban.
"Hahaha … kamu bisa saja, kita ketemuan bisa?"
"Bisa mom, mommy dimana? Nanti Gadisya susul ke sana."
Lalu Stella menyebutkan alamat.
Gadisya buru buru menghabiskan sarapannya, setelah membayar ia bergegas mencegat taxi yang kebetulan lewat di depannya, tak butuh waktu lama ia pun tiba di tempat yang dituju.
Stella sudah menanti di sana bersama si bungsu Emira.
Emira tertawa riang menyambut kedatangannya, "kakak ipar." sapanya.
"Hai sayang, kok tidak sekolah?" Tanya Gadisya.
"Hari ini libur, sedang ada rapat guru." Jawabnya. Gadisya mengangguk.
"Mommy tidak ke rumah sakit?"
"Mommy kan spesial,"
Gadisya tersenyum, benar juga mommy nya anak pemilik rumah sakit, dan karena diprotes papi Alex, Stella jadi mengurangi jadwal praktek rawat jalannya di William Medical Center, jadi ia bisa melakukan aktivitas lain selain di rumah sakit.
"Bagaimana di apartemen baru?"
"Yaah begitulah … " jawab Gadisya canggung.
"Kok??" Tanya Stella dengan senyum tertahan.
Gadisya tersenyum malu, "Yaaah kan kami menikah juga mendadak mom, sepertinya banyak hal yang harus kami lalui, supaya pernikahan ini menjadi normal seperti pasangan pada umumnya."
Stella tersenyum, dia sangat mengerti bagaimana rasanya, karena ia sendiri pun mengalaminya.
"Tak perlu malu, mommy dulu juga begitu, yang penting saling mengerti dan memahami."
"Iya mom, akan saya ingat."
Mereka pun larut dalam obrolan ringan, canda tawa mengalir dengan alami tanpa dibuat buat.
"Oh iya, ada posisi dokter umum di rumah sakit, mommy harap kamu mau mengisinya,"
Gadisya tentu saja bahagia, pasalnya baru pagi tadi ia kebingungan mencari lowongan pekerjaan, dan sekarang ibu mertuanya bahkan menawarkan pekerjaan tersebut kepadanya, "tentu mom, saya mau sekali." Gadisya mendadak kikuk. "Tapi … "
"Tapi apa?" Tanya Stella memastikan.
"Apa tidak papa kalau saya mengisi kekosongan itu, saya takut ada pihak pihak yang tidak setuju mom." Jawab Gadisya resah.
Stella menyadari kekhawatiran menantunya, tapi biar bagaimanapun, saat ini Gadisya juga wajah dari keluarga Geraldy, dan keluarga William, jadi tak salah rasanya bila menantunya sendiri yang mengisi kekosongan posisi tersebut.
"Dengarkan mommy, tidak ada yang lebih pantas mengisi posisi tersebut selain dirimu, mommy bukan sehari dua hari mengenalmu, sejak sekolah hingga di bangku kuliah kamu selalu menunjukkan prestasi gemilang, jika ada yang berani berbisik di belakangmu, dia akan berhadapan dengan mommy."
Gadisya sangat bahagia mendengarnya, ternyata seperti inilah bahagianya memiliki orang tua, hingga setitik air mata bahagia jatuh membasahi pipinya.
Sesudahnya, Stella membawa Gadisya mengunjungi butik langganannya, apalagi tujuannya, tentu saja menghabiskan uangnya sultan.
Stella memborong begitu banyak gaun, dres, dan setelan kerja seri terbaru untuk menantunya, walau sekuat tenaga Gadisya menolak, namun Stella tak bergeming, karena mau tak mau Gadisya kini adalah menantu keluarga Geraldy, jadi penampilannya pun akan diperhatikan orang banyak, belum lagi jika ada acara pesta, atau jamuan resmi, tentu Gadisya pun harus mendampingi suaminya.
Malam hari nya, ketika Kevin tiba di apartemen, ia nampak terkejut manakala melihat begitu banyak paperbag berjajar di ruang tamu, sementara Gadisya entah berada dimana.
"Gadisya … " ini pertama kali Kevin memanggil nama Istrinya.
(Othor juga baru inget bang, kamu belum pernah memanggil nama istrimu 😁)
Yang dipanggil buru buru menampakkan wajah penuh senyuman, dari dalam kamar mereka. "Iya … "
Kevin tidak bertanya, namun netranya nampak menatap barisan paper bag yang memenuhi ruangan mungil apartemen mereka.
"Oh … ini, aku sudah berusaha menolaknya, tapi mommy memaksa," jawab Gadisya kikuk.
"Tak perlu menolak, ini adalah bagian terbaik menjadi istriku, walau hanya status palsu, nikmati saja tak perlu sungkan atau malu, karena ibumu dulu tak sempat menikmati ini semua." Sindir Kevin, Wajahnya terlihat sinis ketika mengucapkan nya.
Rupanya Kevin benar benar melaksanakan niat nya untuk semakin membuat Gadisya merasa tersakiti.
Gadisya yang semula tersenyum, mendadak muram. "Apa maksud perkataan mu?"
Tanpa ingin menjawab pertanyaan Gadisya, Kevin pun menuju kamar.
Gadisya mengejar nya, "jawab pertanyaanku, apa maksud dari perkataanmu?"
"Gadis sepintar dirimu, seharusnya faham maksud dari perkataan ku, tanpa perlu ku jelaskan."
Melihat Kevin begitu santai dan datar setelah mengucapkan kalimat nya, membuat Gadisya agak terpancing. "Dengar yah, aku menghargai pernikahan ini, karena memandang kebaikan kedua orang tuamu, tapi jika kamu terus terusan menghina ibuku, aku tak yakin akan berapa lama aku bisa berpura pura menjadi istri yang baik."
Kevin mendekati Gadisya, tangannya menyelipkan rambut Gadisya ke balik telinga, sebaris tawa sinis menghiasi bibirnya, kemudian ia berbisik, "jangan bermimpi aku akan menceraikanmu begitu saja, karena kamu harus merasakan neraka pernikahan ini lebih lama lagi." Bisiknya.
Kevin seperti tak memiliki beban ketika mengucapkan kalimat tersebut, rasa benci dan amarah, seolah menutupi logika dan akal sehatnya.
Gadisya terdiam dengan air mata meleleh di pipinya, "sebenci itukah kamu pada ibuku bang, hingga kamu tak melihat kalau aku sedang berusaha memperbaiki pernikahan tak masuk akal ini." Ujar Gadisya lirih, sementara Kevin sudah menghilang di balik pintu kamar mandi.