Dibiarkan, tidak dihiraukan, dimakzulkan. Hal itulah yang terjadi dalam kehidupan Keira yang seharusnya Ratu di kerajaan Galespire.
Dan setelah menjalani setengah hidupnya di penjara bawah tanah. Keira akhirnya menghadapi maut di depan matanya. Tubuh dan pikirannya tak sanggup lagi menanggung kesedihan. Membuat tubuh renta dan lemahnya menyerah.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Keira berjanji. Kalau bisa menjalani kehidupannya sekali lagi, dia tidak akan pernah mengabdikan diri untuk siapapun lagi. Apalagi untuk suaminya, Raja yang sama sekali tidak pernah mempedulikan dan menyentuhnya. Yang selalu menyiksanya dengan kesepian dan pengkhianatan. Dia akan menjadi Ratu yang menikmati hidup.
Setelah meninggal, Keira membuka mata. Ternyata dia kembali ke saat malam pernikahannya. Dia mengubah air mata yang menetes menjadi senyum. Dan mulai merencanakan kehidupan bahagianya. Menjadi seorang Ratu yang disukai banyak pria. Sehingga dia tidak akan pernah kesepian lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Raja, apa Anda membutuhkan pijatan?" tanya Mary lalu menyentuh dada telanjang William. Ternyata setelah beberapa malam, mereka akan melaksanakannya.
Baru saja William ingin mencium wanita yang dicintainya, seseorang berteriak kencang di depan ruangannya.
"Raja, ada utusan dari Kerajaan Sphere datang ke istana" teriak penasehat istana.
Kerajaan Sphere? Kerajaan yang sedang diselidiki oleh William karena menjual beberapa wanita dan anak-anak ke beberapa wilayah kerajaan Galespire. Mau apa mereka kemari?
"Panggil Malone!!" perintah William.
"Raja, apa Anda harus pergi?" tanya Mary. Meski sangat menggoda dengan tubuhnya, urusan kerajaan tidak boleh ditunda. Dia berganti pakaian dan menghadapi utusan dari Kerajaan Sphere. Memastikan kerajaan itu tidak seperti dugaannya. Karena kalau apa yang dicurigai William benar, maka dia tidak akan segan menyatakan perang. Dengan Kerajaan Sphere.
"Kecurigaan Anda ternyata benar Yang Mulia" kata Malone setelah pertemuan dengan Kerajaan Sphere selesai.
"Mereka bermaksud menyembunyikan fakta itu. Bagus sekali mereka datang kemari sebelum aku memusnahkan semuanya"
"Putra kedua Raja Sphere yang menjadi otak dari perbuatan ini telah ditangkap. Semoga saja semua antek-antek pangeran kedua itu tidak melanjutkan aksinya" ujar Malone.
"Pastikan pangeran kedua mereka benar-benar dihukum. Aku dengar, Raja sangat menyayangi putranya yang berani dan bodoh itu"
"Anda tidak percaya mereka?" tanya Malone.
"Aku hanya ingin semua berhenti disini. Tidak boleh ada wanita dan anak-anak yang dijual untuk alasan apapun"
"Siap, Raja"
Saat Malone memegang pedangnya, tampak balutan kain di tangan Jenderalnya itu.
"Lukamu, sudah lebih baik?"
Sekarang, Malone tampak tidak nyaman. Sengaja menyembunyikan luka yang telah terbalut itu di belakang tubuhnya.
"Terima kasih atas kebaikan Anda mengirim dokter istana untuk mengobati saya, Raja. Padahal Anda tidak perlu melakukannya"
Jelas sekali Malone tahu kalau yang memanggil dokter istana bukanlah William. Tangan kanan William itu pasti tidak ingin ada kesalahan pahaman antara dia dan wanita asing itu.
"Siapapun yang memanggil dokter istana untukmu, yang terpenting adalah tanganmu cepat pulih" kata William lalu mengingat wanita yang segera berlutut dan memohon ampun padanya untuk masalah ini.
"Terima kasih, Raja. Anda yang paling bijaksana" puji Malone.
"Kembalilah ke kamarmu dan istirahat!"
"Saya akan memastikan utusan dari Kerajaan Sphere selamat sampai perbatasan"
"Baiklah"
William kembali ke ruangannya dan tidak menemukan Mary.
"Nona Mary kembali ke kamarnya Tuan. Apa saya perlu memanggilnya ke ruangan Anda?" tanya pelayannya.
"Tidak perlu"
Pagi-pagi sekali, William terbangun dan ingin mendapat laporan dari Malone tentang kerajaan Sphere. Sayang sekali Malone tidak ada di kamarnya.
"Setelah kembali dari perbatasan, Jenderal Malone mengajak dua prajurit untuk mengikutinya. Katanya melaksanakan perintah dari Anda, Yang Mulia Raja" lapor salah satu prajurit yang bersiap di istana.
"Mulai latihan lebih pagi! Aku ingin kalian siap kapanpun kita harus pergi"
"Baik Raja"
Urusan ini menyita banyak waktu. Tapi, William sudah lama tidak berperang. Ada rasa rindu menghunus pedang dan menebaskan ya ke leher musuh. Tiba-tiba dia mendengar suara langkah ringan mendekat. Lalu berhenti di dekat pilar istana.
Seorang wanita. Apa Mary? Tidak mungkin. Saat Mary melihatnya, wanita kecil itu tidak akan takut untuk mendekat. Sedangkan yang sekarang, hanya bisa melihat William dari jauh.
William mencoba bertanya tujuan wanita itu kemari pagi-pagi sekali. Tanpa ragu, wanita asing itu menjawab akan pergi ke kamar Malone. Seharusnya William tidak marah. Karena dia hanya mencintai Mary. Tapi sebagai seorang Ratu, wanita itu tidak boleh memperhatikan orang lain. Sebelum memperhatikan Raja, dirinya. Karena itulah tanggung jawab seorang Ratu di kerajaan ini.
"Mohon maaf Raja. Saya sudah salah. Saya mohon ampun"
Sekali lagi, memohon ampun. Apa wanita itu pikir semua bisa diselesaikan dengan memohon ampun dengan berlutut seperti ini? Karena tidak bisa menahan kesal, William tiba-tiba memegang erat leher wanita itu.
Diluar dugaan, wanita itu tidak menunjukkan rasa takut sama sekali di wajahnya. Melainkan ekspresi datar seolah-olah wanita itu sering diperlakukan seperti ini. Dan lagi, mata yang menatap William, seolah tidak takut menunggu kematian.
Setelah berperang selama bertahun-tahun. Hanya satu jenis musuh yang sulit untuk dikalahkan oleh William. Yaitu musuh yang tidak takut mati.
Dia segera melepas tangannya, dan wanita itu tidak terbatuk. Hanya menghirup napas panjang demi memperbaiki jalan napas yang sempat ditekan keras oleh William.
"Pergi kau!!" katanya tidak ingin berhadapan dengan wanita itu lagi. Dia ... Merasa terintimidasi dengan kesanggupan wanita itu menahan serangannya.
"Baik Raja. Saya akan pergi"
William melihat langkah ringan wanita asing itu. Dia sangat yakin wanita itu tidak memiliki kemampuan membela diri sama sekali. Tapi apa yang menyebabkan tatapan tidak takut mati itu?
Dia harus memeriksa apa sebenarnya yang terjadi pada wanita itu sampai menjadi seperti ini.
Di sebuah daerah yang penuh dengan pasir panas. Seorang pria tampan yang mendengar berita tentang Ratu baru segera memacu kudanya ke istana.
"Tuan, Anda harus lebih lambat sedikit!" teriak prajurit yang menyertai pria tampan itu.
"Aku tidak sabar lagi melihat Ratu baru kita. Dari sepuluh tahun lalu, aku ingin melihat bagaimana wanita yang tampak tangguh itu harus tunduk di depan Raja"
Kuda terus berlari kencang menuju kerajaan. Sebelum matahari tenggelam, pria tampan itu turun dari kuda dan bergegas menuju kamar Ratu. Prajurit di kuda lain, bergegas melarang Tuannya.
"Tuan, ini tidak sopan" kata mereka berusaha menahan majikannya.
"Minggir kalian. Aku tidak sabar lagi"
"Bagaimanapun, Nona itu telah menjadi seorang Ratu. Istri Raja. Anda tidak boleh sembarangan masuk ke dalam kamar seorang istri Raja"
Lalu seorang wanita dari kamar yang lain keluar. Memakai gaun dengan belahan dada yang terlihat. Pria tampan itu melihat gaun yang dipakai wanita dan merasa kecewa.
"Selamat sore Ratu" sapa para prajurit, lalu memaksa pria itu ikut menunduk hormat pada wanita kecil dengan gaun yang tampak sangat murahan itu.
"Apa kalian tidak tahu ini adalah sayap istana tempat tinggal Ratu? Kenapa kalian masuk kemari? Apalagi dengan tampilan yang begitu kotor?!" bentak pelayan wanita itu.
"Mohon maaf Ratu. Kami baru saja sampai dari perjalanan panjang. Dan ingin segera menyambut Ratu yang baru"
Wanita kecil itu tertawa angkuh. Apa ini Ratu yang baru? Seingat pria tampan itu, calon Ratu memiliki badan yang lumayan tinggi. Tapi itu sepuluh tahun lalu. Apa tinggi badan bisa menyusut?
"Apapun alasan kalian, tidak boleh datang ke kamar Ratu sembarangan!! Atau kalian ingin dihukum Raja karena mengunjungi kediaman istri yang sangat dicintainya?"
Wanita dengan senyum angkuh itu segera berbalik pergi. Meninggalkan pria tampan dan prajuritnya disana.
"Tidak, dia bukan Ratu" kata pria tampan itu menimbulkan reaksi keras dari prajuritnya.
"Dia istri yang dicintai Raja. Apa Tuan tidak dengar tadi?
Tidak tahu tentang tinggi badan atau bentuk wajah. Tapi pria tampan itu sangat yakin. Wanita yang dicarinya, bukanlah wanita yang dicintai oleh Raja.
Sebuah pintu terbuka lagi. Kali ini, seorang wanita dengan gaun biru berpotongan sederhana tanpa hiasan manik atau permata keluar dari kamar. Pandangan mata lurus ke depan, gaya jalan halus tanpa hentakan alas kaki. Inilah wanita yang dia cari selama ini.