Hidup tak selalu sesuai apa yang kita inginkan.Saat uang dijadikan tolak ukur,saudara pun terasa orang lain.Saat kita berada dibawah tak ada yang mau mengakui saudara tapi saat kita punya segalanya semua sanak saudara datang mendekat. "Kau harus sukses nak,biar bisa membeli mulut-mulut yang sudah menghina kita"kata-kata dari ibu masih terngiang sampai sekarang.
Sandra terlahir dari keluarga miskin dan selalu di hina oleh adik ipar sendiri. Mereka selalu menganggap bahwa orang miskin itu tidak pantas bersanding dengan keluarga mereka.
Nasib siapa yang tau,sekarang boleh di hina karna miskin tapi kita tidak akan pernah tau kedepannya seperti apa. Lalu bagaimana nasib Sandra apakah ia bisa membeli mulut - mulut orang yang menghina keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Padahal ada beberapa bingkisan masih ada sebelahnya. Aku yang mendengarnya langsung berbisik di telinga ibu.
"Sudahlah bu,ayo kita pulang." Ku elus lembut tangannya.
Ibu tersenyum kepada kami,walau ada guratan kekecewaan dimatanya.
"Kalau begitu kami permisi dulu ta." Lirih ibu dengan sopan.
Bibi Ita terlihat tak perduli dengan ibu,sekan-akan kami ini terlalu hina dimatanya.
Baru beberapa langkah kami meninggalkan rumah bibi Ita,terdengar ada suara yang memanggil.
"San,Sandra..tunggu." teriak seorang laki - laki.
Kami menoleh mencari suara yang memanggil aku barusan.Terlihat pak herman suaminya dari bibi Ita berjalan kearah kami sambil membawa dua buah bingkisan.
"Ini ada sedikit buat kalian." Ujarnya sambil menyerahkan dua bingkisan yang ada ditangannya dan sebuah amplop.
"Ga usah paman,nanti kalau ketahuan bibi bisa panjang urusannya." cegahku.
"Ga pa..pa..bibi kalian ga bakal tau,dia lagi asik ngobrol sama teman-temanya.Sekarang buruan kalian pulang." Ujar pak Hendra.
"Makasih paman,kalau begitu kami pamit dulu." Ujarku hormat pada suami tante Ita.
Ibu cuma melihat kami tanpa berucap sepatah katapun. Entah apa yang dia pikirkan.
Lalu kami bergegas pulang menuju rumah dengan perasaan bahagia. Tak sabar rasanya membuka bingkisan dan amplop yang diberikan paman.
Matahari sudah terbenam tak kala kami sampai dirumah,ibu terlihat membereskan bawaan yang tadi paman kasih.
"Sandra mandi dulu nak,sekalian mandiin adik mu ya?" Ucap ibu lembut.
"Baik bu." Lalu aku bergegas memanggil Rima untuk mandi. Tak lama setelah kami selesai mandi ibu bergegas membersihkan badannya yang terasa lengket.
Terdengar suara ibu memanggil "Sandra...Rima.... ayo kesini nak,kita makan malam dulu."
Kami bertiga duduk di tikar lusuh satu-satunya yang kami miliki. Ibu membuka bingkisan yang tadi kami bawa,senyum terlukis diwajah ibu.
"Alhamdulillah malam ini kita bisa makan enak." Ujar ibu dengan mata berkaca-kaca.
Kami bertiga menikmati makan malam yang begitu spesial hari ini tanpa ada suara. Raut bahagia terpancar dari wajah kami.
Setelah selesai makan aku dan ibu duduk sambil bercerita, sementara Rima asik main dengan mainannya.
"Bu coba dibuka amplop yang tadi diberi paman bu." Ujarku antusias.
Tangan ibu terhenti,ketika membuka amplop dan mengeluarkan lima lembar uang pecahan seratus ribu. Terlihat air mata ibu luruh tak terbendung. Sudah begitu lama ibu tak pernah memegang uang sebanyak ini.
Aku pun ikut terharu melihatnya. Tidak menyangka bahwa masih ada orang yang begitu baik dan peduli dengan kami.
"Ternyata suami bibi Ita itu baik banget ya bu." ujar Sandra terharu.
"Alhamdulillah ya nak,dengan uang ini bagaimana kalau kita mulai membuka usaha kecil-kecilan." Tanya ibu meminta pendapat aku.
"Emang kita mau jualan apa bu." Sahut Sandra.
"Gimana kalau kita jualan nasi uduk dan lontong sayur saja,kita bisa dagang didepan rumah ." ujar Ibu bersemangat.
"Sepertinya ide ibu bagus juga,nanti Insya Allah aku akan bantu ibu." Kekeh Sandra .
"Bukanya kamu mau kerja san.?"
"Belum ada panggilan bu,selama belum ada panggilan aku lebih baik bantu ibu jualan." Ujarku tersenyum.
"Baiklah besok kita kepasar beli bahan-bahan yang diperlukan,Udah malam sekarang lebih baik kita tidur biar ga kesiangan."
Kami bertiga akhirnya tidur dengan hati yang sangat bahagia. Hari esok menunggu,hari yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Moga ini menjadi jalan pembuka perbaikan ekonomi keluarga kami. Sehingga tidak ada yang menghina keluarga kami.
...****************...
Terimaksih buat pembaca setia karya - karya aku. Terimaksih like dan komennya,tanpa kakak2 semua aku bukanlah siapa2 dan tidak akan mungkin sampai di titik ini. 😊😘😍🙏
Tinggalkan jejak dengan memencet tombol like dan komen yang banyak agar Author semangat menulis bab selanjutnya😊😘😍🙏