Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Akan tetapi, dibalik semua itu, ternyata Arya sedang menyembunyikan jati diri yang sebenarmya. Siapakah Arya,?
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KSYT-2
Tafasya menoleh kearah wanita yang sedang duduk dikursi tamu dengan raut wajah bingung. Ia baru saja mendengar ucapan sang ibu yang terdengar sangat tak suka akan suaminya.
"Maksud ibu apa?" tanya wanita berwajah cantik itu dengan penasaran.
"Ibu memiliki calon yang tepat untukmu. Dia bekerja disebuah perusahaan yang sangat terkenal. Jika kamu menikah dengannya, maka kamu akan hidup bahagia. Ia bersedia untuk memberikan mahar mobil mahal untukmu, asalkan kamu mau menerima lamarannya, dia sudah lama menyukaimu," Ani membenahi posisi duduknya, lalu meletakkan tas jinjing miliknya diatas meja.
Tafasya beranjak duduk. Ia masih belum mengerti dengan maksud sang ibu. "Maksudnya, ibu meminta aku berpisah dari Mas Arya?" tanyanya mencoba meyakinkan maksud dan tujuan dari ucapan sang ibu.
"Ya iyalah. Jadi apalagi! Apa kamu mau hidup miskin terus. Kamu itu cantik, seharusnya kamu mendapatkan pasangan yang kaya dan dapat membuatmu berjalan-jalan keliling luar negeri. Ini jangankan keliling luar negeri, keliling kompleks saja mungkin kamu jarang, karena motor kamu cuma satu, itupun motor butut!" Ani semakin lantang mengutarakan kekesalannya.
Wanita paruh baya itu terlihat berapi-api mengeluarkan emosinya yang selama ini ia simpan dengan cukup lama. Ia merasa menyesal ketika mengetahui puterinya menikah dengan pria kere dan bekerja sebagai penjual bakso keliling. Mau diletak dimana harga dirinya yang mendapatkan cibiran dari teman-teman arisannya yang mengatakan jika menantunya hanya pria miskin.
Bahkan para teman sosialitanya kerap membanggakan para menantu pria mereka yang memiliki pekerjaan bergensi dan juga penghasilan yang fantastis, serta mampu memberikan uang saku untuk para ibu mertuanya dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga dapat membuat suasana arisan yang dipenuhi dengan kecongkakan.
"Ibu malu punya menantu seperti Arya, sudah miskin, pekerjaannya tukang bakso keliling pula!" Ani menimpali ucapannya dan berusaha memprovokasi Tafasya.
"Tapi aku masih cinta sama mas Arya, Bu," Tafasya mencoba membela suaminya.
"Persetan dengan cinta! Kamu fikir kamu bisa makan dengan hanya cinta?! Kamu fikir cinta bisa buat kamu bergaya dan membeli barang-barang branded!. Wanita secantik kamu itu perlu modal besar untuk mempertahankan kecantikanmu agar tidak luntur!" Ani terus mencekoki puterinya dengan segala racun yang membuat istri akan durhaka pada suaminya.
"Iya, jika kakak mau dijodohkan dengan Om Bondan, maka si Om akan beri aku sepeda motor yang bagus, kan lumayan untuk berangkat kekampus ga harus nebeng terus," Sony ikut memprovokasi.
Sesaat Tafasya mengerutkan keningnya. Ia merasa janggal dengan sebutan kata 'Om' yang diucapakan oleh sang adik.
"Maksudmu, Om? Orangnya sudah tua? Dan kalian ingin menjodohkanku dengan orang yang sudah tua, gitu maksudnya?" cecar Tafasya.
"Bukan tua, dia masih berusia 56 tahun, masih kuat, kaya dan perkasa," Ani menyela ucapan puterinya.
"Assalammualaikum...," ucap Arya dan juga putera kecilnya secara bersamaan.
Terlihat Rayan membawa sebuah mobil-mobilan beremot yang harganya cukup mahal.
Seketika bocah itu memperlihatkannya pada sang ibu. "Bu, Oma, lihat ayah belikan mobil-mobilan baru," ucapnya dengan raut wajah yang begitu ceria.
Ani menghampiri sang cucu, lalu merampas mobil mainan tersebut dengan kasar dan melemparkannya ke lantai.
Braaaaaak...
Seketika mobil itu rusak dan membuat Rayan tercengang melihat sikap kasar sang nenek.
"Oma jahat," ucapnya berlari memungut mobil mainannya dengan wajah yang begitu sangat sedih.
Arya yang melihat hal tersebut tersentak kaget, sebab tidak ada angin tidak ada hujan sang ibu mertua berlaku kasar pada puteranya. Sedangkan puteranya berlari memasuki kamar membawa mobil mainannnya dengan tersedu menahan pilu.
"Mengapa ibu berlaku kasar pada Rayan?" Arya mencoba menjaga nada bicaranya agar lebih terkontrol, meskipun saat ini hatinya sangat sakit melihat puteranya diperlakukan seperti itu.
"Kamu coba berfikir. Apa yang sudah dapat kamu berikan untuk Tafasya-hah?!" jawabnya dengan lantang, dan tentu saja suaranya terdengar hingga ketetangga yang membuat mereka kepo akan apa yang terkadi.
"Aku sudah memberi tempat tinggal dan juga nafkah untuk puteri ibu, aku tidak menelantarkannya," sahut Arya dengan meredam emosinya.
"Apa kamu fikir itu semua sudah sangat membanggakan?! Ibu malu punya menantu seperti kamu. Kerjanya cuma penjual bakso keliling! Lihat itu suaminya si Ayu, dia punya jabatan penting diperusahaan, mobilnya tiga! Kamu bisa apa? Motor juga butut!" Ani semakin berapi-api untuk mengintimidasi sang menantu.
"Mungkin saat ini aku belum dapat membelikannya, tetapi doakan untuk kedepannya agar aku dapat membelikan apa yang terbaik untuk anak dan istriku," sahut Arya dengan hati yang luka.
"Halaaah, banyak omong kamu. Saya tidak mau Tafasya terus hidup miskin. Kamu harus menceraikannya, sebab ibu sudah memiliki calon yang kaya raya dan bersiap untuk menerima Tafasya dengan lamaran yang cukup fantastis!" Ani mempertegas ucapannya, ia tak perduli jika apa yang ia katakan menyinggung perasaan sang menantu.
Deeeeegh...
Jantung Arya seakan lepas dari tempatnya. Ia tak menyangka jika sang ibu mertua tega mengatakan itu semua padanya, dimana saat ini statusnya dengan Tafasya masih suami istri yang merupakan ibu dari Rayan.
"Bu, Tafasya istriku, dan aku berhak penuh atas dirinya!" sanggah Arya mencoba mempertahankan harga dirinya sebagai seorang suami. Bagaimana mungkin ia harus merelakan sang istri yang ia cintai dinikahkan kepada orang lain.
"Dia puteriku, aku yang melahirkannya, maka aku juga berhak untuk menentukan kebahagiaannya!" Ani tak ingin kalah dalam perdebatan ini. Ia sudah bosan hidup melarat terus dan ditambah lagi ia kini sudah sendiri karena suaminya meninggal dunia secara misterius dan membuat tagihan hutang yang terus membengkak.
Arya menatap sang istri yang kini berdiri dan hanya menjadi penonton diantara keributan yang tercipta.
Tafasya mendengus kesal, lalu meninggalkan sang suami yang saat ini masih bersitegang dengan ibunya.
Tampak Sony yang sedari tadi diam , beranjak bangkit, lalu menghampiri pria yang saat ini masih menggunakan berdiri dengan tatapan penegasan.
"Bro, kalau tidak sanggup membahagiakan istri gak usah belagu. Biarkan kak Tafasya bahagia, dan kamu carilah wanita yang setara denganmu, setidaknya yang ekonominya rendah sepertimu," pemuda tak tahu diri itu ikut mencampuri, dan hal ini semakin runyam dengan hadirnya pihak ketiga yang dapat membuat rumah tangga seseorang terberai.
"Aku tidak akan menceraikannya, apapun itu, meskipun kalian memaksa!" jawab Arya menegaskan. Ia mencoba bertahan demi buah hati mereka yang mana pasti membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya, dan ia tak ingin Rayan harus menderita karena keegoisan sesaat.
"Dasar kamu keras kepala! Lihat saja apa yang akan ibu lakukan pada kamu!" Ani mengancam dengan bersungguh. Ia tak ingin ucapannya dianggap sebagai gertakan semata.
Arya menatap ibu mertua dengan tak berkedip. Jika saja itu buka wanita yang melahirkan istrinya, mungkin ia sudah meninju mulut tak beradab itu hingga merontokkan giginya. "Tolong tinggalkan rumah ini, Bu. Jangan rusak kebahagiaan rumah tanggaku, jika ibu tidak ingin merasakan hal yang sama!" pria itu mencoba mengingatkan.
ini pas banget, ini menunjukkan jika tafasya yg sekr bukanlah tafasya yg dulu
terima kasih thor