⚠️Warning⚠️
Cerita mengandung beberapa adegan kekerasan
Viona Hazella Algara mendapatkan sebuah keajaiban yang tidak semua orang bisa dapatkan setelah kematiannya.
Dalam sisa waktu antara hidup dan mati Viona Hazella Algara berharap dia bisa di beri kesempatan untuk menembus semua kesalahan yang telah di perbuatnya.
Keluarga yang dicintainya hancur karena ulahnya sendiri. Viona bak di jadikan pion oleh seseorang yang ingin merebut harta kekayaan keluarganya. Dan baru menyadari saat semuanya sudah terjadi.
Tepat saat dia berada di ambang kematian, sebuah keajaiban terjadi dan dia terbawa kembali ke empat tahun yang lalu.
Kali ini, Viona tidak bisa dipermainkan lagi seperti di kehidupan sebelumnya dan dia akan membalas dendam dengan caranya sendiri.
Meskipun Viona memiliki cukup kelembutan dan kebaikan untuk keluarga dan teman-temannya, dia tidak memiliki belas kasihan untuk musuh-musuhnya. Siapa pun yang telah menyakitinya atau menipunya di kehidupa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Viona terbatuk-batuk pelan. "Ehem, kalau gitu biar aku aja yang ngasih tau kamu." Viona takut jika orang-orang disekitar mereka akan mendengar suaranya, jadi dia dengan malu-malu mendekati Varell, berjinjit agar bisa menggapai telinga Varell dan akhirnya berbisik. "Itu artinya... aku mau bareng terus sama kamu disisa umur ku." Viona terlalu untuk mengatakan terlalu banyak lagi. Viona kembali berdiri dengan sempurna tanpa berjinjit, tetapi dia mendongak, menatap Varell dalam posisi yang benar-benar sangat dekat.
Pupil mata Varell tiba-tiba mengecil setelah mendengarnya. Apakah yang Viona katakan sebuah kejujuran? Aroma wangi samar dari tubuh gadis itu tercium di hidung Varell, harumnya seperti bunga gardenia yang murni. Melihat wajah mungil Viona yang lembut, jakun Varell menggeliat dan dia kehilangan ketenangannya dalam sekejap.
Varell tanpa sadar mengulurkan tangannya dan memeluk Viona dengan erat! Dalam jangkauan, kehangatan itu terasa seperti mimpi indah!
"Um..." Merasakan kekuatan yang luar biasa datang dari pinggangnya, Viona menegang sejenak.
Mereka berpelukan?! Ini sebenarnya adalah pelukan pertama mereka yang sesungguhnya. Setiap kali mereka bertemu sebelumnya, mereka selalu saling waspada. Di kehidupan mereka sebelumnya, satu-satunya momen intim yang mereka miliki adalah ketika Varell dengan marah mengurung tubuh kecil Viona dibawahnya. Saat itu, pendekatan Varell pada Viona adalah mimpi buruk bagi Viona.
Merasa tubuh Viona menegang, Varell mendapatkan kembali sedikit rasionalitasnya dan tersadar dari apa yang dia lakukan.
"Apa aku bikin kamu takut?." Tanyanya cepat dan lirih.
Viona menelan salivanya. "Sedikit."
Benar saja, tatapan mata Varell meredup, tetapi dia tidak marah. Selama Viona sudah memutuskan untuk menerimanya, Varell tidak perduli berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk memiliki Viona seutuhnya.
Pelukan tangan Varell tiba-tiba terasa mengendur.
Sementara itu ketika Viona merasakan bahwa Varell akan melepaskan pelukannya, Viona dengan tidak sadar mengulurkan tangan dan memeluknya kembali. Ketika dia kembali sadar, dia juga terkejut dengan tindakannya sendiri. Apa-apaan ini? Apakah dia kehilangan akal sehatnya tadi? Tetapi Viona tidak peduli lagi, mencium aroma maskulin samar ditubuh Varell, dia merasa nyaman dan berpikir bahwa Varell tidak seseram apa kata orang.
Viona tidak bisa melihat ekspresi Varell, tetapi ia bisa merasakan cengkraman tangan Varell di pinggangnya semakin erat, seolah-olah Varell ingin menyatukan tubuh mereka berdua. Viona berusaha menjulurkan kepalanya dan mendesah.
'Ah! Gue ngga akan lupa dan gue selalu tau kalau cuma lo bener-bener cinta sama gue.' Batin Viona, ketika mengingat bagaimana Varell di kehidupan sebelumnya berusaha menyelamatkannya dari kobaran api.
Sementara Varell dengan rakus mengendus aroma tubuh gadis dalam pelukannya, enggan melepaskannya. Sampai Viona tiba-tiba mengeluarkan suara merintih. "Ah... kalau kamu ngga mau ngelepasin aku... Aku bisa mati kejepit."
Varell terkejut dan segera melepaskan pelukannya. "Apa aku tadi nyakitin kamu?."
"Ngga, ngga apa-apa kok." Viona tersenyum menatap wajah tampan Varell yang kini hanya berjarak beberapa inci darinya. Ia kemudian menundukkan kepala sedikit, karena merasa sedikit malu. Wajah tampan Varell sungguh terlalu sempurna. Viona bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa dirinya tidak menyadari betapa tampan Varell sebelumnya?
"Eh, kita ngga seharusnya terus berdiri di sini, semua orang pada ngeliatin kita." Viona menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan terlihat malu-malu.
Aldy dan Ethan yang berdiri tak jauh di belakang Varell mendengarkan perkataan Viona, langsung mengalihkan pandangan mereka, melihat ke arah yang berbeda.
Hm dua asisten konyol itu tidak melihat apa pun. Namun mereka bisa merasakan ada benih-benih cinta yang mulai tumbuh.
"Ayo makan siang dulu." Bisik Varell. Dia sudah lama tidak bertemu dengan Viona selama beberapa hari dan dia juga melihat Viona yang seperti sedang kecapekan.
"Kamu mau istirahat dulu?." Tanya Viona.
"Ngga perlu." Jawab Varell dengan nada dinginnya, bersiap meraih tangan Viona dan berjalan pergi.
Namun, Viona sudah lebih dulu mengulurkan tangannya dan menghentikan Varell. "Kamu jangan berdiri dulu, duduk di kursi roda aja ya?!." Katanya.
Raut wajah Varell langsung berubah masam. Dia tidak ingin diperlakukan seperti orang cacat, dia ingin berjalan bersama Viona.
Tetapi Viona masih mencoba membujuk Varell. "Ayo duduk."
"Aku bisa jalan." Varell dengan sifat keras kepalanya menolak.
"Kalau aku yang dorong, kamu tetap ngga mau?." Tanya Viona terlihat sabar.
Varell terdiam sejenak, dia terlihat ingin langsung menganggukkan kepalanya, tetapi rasa gengsinya lebih besar. Setelah beberapa saat seolah tengah mempertimbangkan, Varell akhirnya sedikit mengangguk setuju. "Hmm, ini karena yang maksa."
Ethan yang mendengar bahwa Varell setuju, langsung mendorong kursi roda itu mendekat.
Viona menghela napas lega, juga tersenyum kecil, ketika mengingat nada bicaranya pada Varell seperti seolah dia sedang membujuk anak kecil. Viona tidak menyadari sisi kekanak-kanakan Varell sebelumnya.
Sementara itu Varell yang keras kepala terlihat dengan senang hati duduk di kursi roda. Dia menoleh dan melirik Ethan yang berdiri di belakang kursi rodanya. "Lo, pergi!."
Ethan merasa seakan-akan jantungnya tertembak dan mencengkeram dadanya. Apakah bos-nya baru saja mengusirnya?
Viona yang berada di sampingnya pun dengan patuh berjalan mendekat dan mendorongnya pelan-pelan. Namun setelah dua atau langkah, Varell merasa kasihan pada Viona. "Kalau kamu cape, biar Ethan aja. Ini tugas dia."
"Haha, aku ngga cape kok." Jawab Viona terkekeh geli. "Aku dorongnya pelan-pelan karena aku takut kamu ngga nyaman kalau cepet-cepet. Takutnya nanti aku ngga sengaja dorong kamu ke tangga."
Mendengar hal itu, Aldy dan Ethan langsung memperhatikan Viona dengan tatapan waspada. Bahkan para bodyguard pun datang untuk melindungi Varell di depannya ketika menuruni sebuah lantai bidang miring.
Padahal Viona tadi hanya bercanda. Kenapa orang-orang itu bertindak seolah-olah Viona sedang merencanakan pembunuhan atau semacamnya?
Setelah beberapa saat, mereka akhirnya bisa keluar dari bandara. Mobil Varell sudah terparkir didepan mereka, bersama beberapa mobil mewah lainnya di belakang.
Mobil paling depan adalah mobil Bentley hitam dan didepan pintu mobil yang sudah terbuka berdiri seolah ketua pelayan, bernama Pak Jordan yang selama ini telah melayani keluarga Bramasta. Pria tua itu terkejut ketika melihat Viona.
Dulu, tuan mudanya selalu dalam bahaya jika berada didekat Viona.
Meskipun Jordan telah mendengar bahwa sikap Viona pada tuan mudanya telah sedikit membaik, tetapi dia tidak bisa langsung mempercayainya, Jordan berpikir bahwa gadis kecil itu pasti ingin menipu tuan mudanya lagi dengan berpura-pura baik. Melihat Viona bersikap baik secara tiba-tiba, membuat Jordan merasa aneh.
Viona melihat Jordan dan tersenyum canggung. "Selamat siang, Pak Jordan." Sapanya dengan sopan.
Di kehidupan yang sebelumnya, ketika Viona terpaksa tinggal di mansion Varell, Jordan lah yang telah menjaga Viona, Jordan memastikan agar semua pelayan di mansion itu selalu menyiapkan apa pun yang Viona butuhkan. Tetapi Viona justru telah membuat berbagai masalah untuk Jordan.
Setiap hari, Viona akan mengancam akan bunuh diri dengan berbagai cara, membuat pria tua itu gemetar ketakutan dan hampir mati di tempat.
Sekarang, setelah terlahir kembali dan melihat Jordan lagi, Viona benar-benar merasa bersalah.
Mendengar sapaan Viona, wajah Jordan menegang dan tersenyum pada Viona sebelum akhirnya menoleh kearah Varell. "Tuan muda, Nyonya dan tuan besar sangat merindukan anda. Lebih baik kita langsung pulang sekarang."
"Jangan buru-buru." Varell mengambil tongkatnya dan dengan perlahan dia berdiri. "Lo bisa pulang dulu dan kasih tau mereka kalau gue akan pulang nanti malem!." Setelah mengatakan hal itu, Varell menoleh dan menatap Viona. "Makan siang ini, kamu mau makan apa?."
"Hmm... apa aja boleh." Viona mengusap hidungnya dan merasa sedikit kesal karena Jordan terus saja melayangkan tatapan tajamnya kearahnya. Seolah-olah pria tua tidak suka jika Varell berada didekat Viona.
Varell mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Viona. "Aku tahu restoran yang pasti kamu suka."
Saat Viona menatap tangan Varell yang menggenggam erat tangannya. Jantungnya mulai berdebar kencang.
Aneh... apa Viona merasa gugup sekarang? Mengapa dia selalu merasakan perasaan yang asing setiap kali Varell menyentuh atau sekedar menatapnya?
Melihat Viona yang hanya diam mematung, Varell mengira bahwa Viona masih takut dengan pelukannya tadi. Jadi, Varell kembali menarik tangannya dari Viona.
Terlalu agresif secara sekaligus bukanlah hal yang baik, itu mungkin akan membuat Viona ketakutan dan menyebabkan lebih banyak kerusakan daripada kebaikan.
"Silakan tuan muda." Kata Ethan..
Varell kemudian memberikan isyarat agar Viona masuk terlebih dahulu, lalu Varell duduk disebelah. Begitu Varell duduk, di dalam mobil yang tidak terlalu terbuka lebar ini, Viona tiba-tiba merasa gugup lagi. Gadis itu meletakan tangannya di lututnya dan memainkan jari-jarinya asal.
Tepat saat mobil hendak dinyalakan, Viona tiba-tiba teringat sesuatu. "T-tunggu!."
"Ada apa?." Nada bicara Varell berubah khawatir saat melihat betapa gugupnya Viona.
"Eh, aku lupa sama motor ku."
Mendengar hal itu, Varell mengernyitkan dahinya. "Kamu kesini naik motor?."
"I-iya." Jawabnya. "Aku bisa kok naik motor dan aku juga jago banget. Kalau kamu ngga percaya, aku bisa ajak kamu jalan-jalan pake motor."
Aldy yang duduk di kursi penumpang depan menggigit bibir bawahnya dan membayangkan ketika tuan muda mereka yang mengenakan jas dan dasi, mengendarai motor Viona dengan angin tertiup kencang mengenai wajah mereka. Gambaran itu terlalu indah, dia tidak dapat membayangkan dan tidak dapat menahan tawanya.
Tatapan mata Phoenix Varell sedikit menyipit. "Lo sita aja, Aldy. Turun dari mobil dan bawa motor itu ke garasi gue."
"Baik, Tuan muda." Jawab Aldy, diam-diam menggerutu bahwa seharusnya dia tidak tertawa.
"Loh itu ngga adil dong buat aku! Kamu yang udah ngasih motor itu, tapi kenapa kamu mau ambil motor itu lagi dari aku?!." Viona masih duduk didalam mobil dengan raut wajahnya yang cemberut.
dan maaf, Kak, untuk rating sebelumnya.
aku ngelag jadi salah pencet.
sekali lagi maaf, Kak 🙏🙏
kok gak peka banget
itu pasti kerjaan si anteknya ulat bulu /Smug/
hehehe, maling bibir /Curse/
kenapa bang, penasaran ya rasanya /Smirk/
lanjut kak, terimakasih /Kiss/
awas salah mijit vio, nanti otot-ototnya pada setres kan kasian karena kang mijit amatiran /Bye-Bye/
haddehh kalian ini kapan sih saling terbuka, biar tidak miskom hanya saling berasumsi Mulu, daku jadi gregetan /Slight/