Arunika seorang novelis khusus romansa terpaksa meninggalkan lelaki yang sudah 7 tahun menjalin cinta dengannya. Robin telah tega berselingkuh dengan temannya semasa kuliah, hal tersebut diketahuinya saat datang ke acara reuni kampus.
Merasa dikhianati, Arunikapun meninggalkan tempat reuni dalam keadaan sakit hati. Sepanjang jalan dia tak henti meratapi nasibnya, dia adalah novelis spesialis percintaan, sudah puluhan novel romantis yang ia tulis, dan semuanya best seller. Sementara itu, kehidupan percintaannya sendiri hancur, berbanding terbalik dengan karya yang ia tulis.
Malam kelabu yang ia jalani menuntunnya ke sebuah taman kota, tak sengaja dia berjumpa dengan remaja tampan yang masih mengenakan seragam sekolah di sana. Perjumpaannya yang tak sengaja, menimbulkan percikan cinta bagi Sandykala, remaja tampan berusia 18 tahun yang sedang mencari kesembuhan atas trauma percintaan masa lalunya. Akankah romansa akan terjalin antara keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asih Nurfitriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU IBU
Hari-hari berlalu dengan begitu cepatnya, pekerjaanku yang menumpuk, selesai sudah. Novel ke-25 sedang naik cetak. Hubungan percintaanku juga tidak ada kendala, hanya saja aku kerap mendapatkan telepon-telepon dari para wanita yang menyukai Sandykala, anak muda itu memberikan nomer HPku kepada setiap wanita yang meminta nomernya.
Kabar kedatangan Ibu dan Kakak Sandy pun sudah aku dengar jauh-jauh hari. Segala persiapan untuk menyambut kedatangan mereka sudah mulai di persiapkan. Walau sibuk dengan jadwal kuliah yang padat dan beberapa aktifitas kampus yang lain, Sandy tetap konsisten menyempatkan waktu untuk bertemu. Apalagi dia memilih untuk membeli apartemen, ya betul membeli satu unit apartemen yang berada di lantai yang sama denganku.
Sebenarnya aku senang karena semakin dekat dengannya. Namun sejak dia pindah ke sini, justru dia malah jarang tidur di tempatnya. Lebih sering berada di tempatku dengan alasan malas gerak. Aku pun harus memaksanya pulang untuk mandi dan ganti baju, itu juga tidak berlangsung lama, karena setengah jam kemudian, dia sudah muncul di hadapanku. Aku bisa apa coba dengan tingkah pria muda ini.
"Aku kembalii...!" teriaknya sambil memelukku dari belakang, aku sedang memasak untuk makan malam. Malam ini kami ingin sekali makan capcay seafood, jadi tadi sebelum pulang kerja aku sempatkan beli bahan-bahannya di supermarket.
"Ya Tuhan, kamu mandi atau tidak? Kenapa cepat sekali ke sininya?" tanyaku heran. Walaupun meski dia tidak mandi juga tidak mengurangi ketampanannya.
"Coba cium..!" jawabnya sembari menyodorkan wajahnya, fokus memasakku jadi buyar karena ulahnya.
"Aahh ya ampun, awas nanti wajah tampanmu kena panas..baiklah sudah wangi..oke..oke!" kataku khawatir, tapi bukannya menjauh, malah dia semakin menempel seperti perangko.
"Aku ingin begini sebentar...aku cinta kamu!" ujarnya tiba-tiba. Mungkin karena kangen dengan waktu kita yang semakin berkurang karena kegiatan masing-masing.
"Baiklah, biar aku selesaikan ini dulu ya! Bolehkah aku minta tolong untuk menyiapkan nasi? Sepertinya sudah matang.." pintaku kepadanya, dengan sedikit ekspresi manyun dia pun melakukan apa yang aku perintahkan.
Semuanya akhirnya siap di meja makan, karena malam ini cuaca agak dingin, Sandy pun menyiapkan teh camomile untukku. Kami pun mulai menikmati makan malam sambil menceritakan kejadian hari ini.
"Bagaimana kuliah hari ini?" tanyaku, rupanya bakat memasakku sedikit meningkat, rasanya lumayan juga.
"Aku senang bisa mengambil jadwal di pagi hari, karena masih awal, aku bisa melewatinya dengan baik. Bagaimana novel Nona?" tanyanya balik, melihat rambutku yang tergerai saat makan, dengan cekatan dia mengambil ikat rambut, dan mengikat rambutku agar aku lebih nyaman saat makan. Perhatiannya membuatku makin jatuh cinta kepadanya.
"Novelku sedang naik cetak, sepertinya aku butuh cuti untuk menyegarkan pikiran..!" jawabku. Badanku juga lelah, terlalu lama duduk di depan komputer pun tidak baik untuk kesehatan.
"Mau ke pantai? Atau ke puncak?" tanyanya memberikan opsi pilihan.
"Aku maunya bersama kamu..!" godaku, mendengar jawabanku dia tersenyum lebar. Sepertinya jawabanku sudah disalah artikan oleh imajinasi liarnya.
"Nanti badan kamu malah makin capek looo!" katanya menantangku. Aku hanya tertawa kecil mendengar jawabannya.
"Hei memangnya kamu mau apa??" tanyaku sok polos.Seperti biasa wajahnya yang nampak mesum itu tersenyum dengan nakalnya.
"Aku ini pria dewasa ya Nona, jangan lupakan itu!" kilahnya sok dewasa.
Kami pun akhirnya tertawa melihat tingkah konyol yang dilakukan antara anak belasan tahun dengan wanita jelang tiga puluh tahun.
...*****...
Pak Satrio memang luar biasa, saat weekend begini pun masih saja aku disibukkan dengan urusan Hendra Wijaya. Sejak project terakhir kami berhasil, beliau sepertinya gencar memintaku untuk lagi-lagi bekerja sama dengannya.
Beliau memintaku untuk menemani Hendra Wijaya sebagai pembicara dalam seminar Bulan Bahasa yang akan di adakan di kampus Sandykala.Aku yang berusaha tidak mengungkapkan jati diriku sebagai penulis novel best seller khusus romansa, enggan untuk menerimanya.
"Pak, saya kan memang sejak awal tidak ingin mempublish diri saya. Kalau saya tampil sebagai pembicara seminar, maka identitas saya akan terkuak...!" jelasku begitu diberitahu bahwa aku akan menjadi pembicara seminar.
"Kapan lagi kita bisa tampil di sana, kamu dan Hendra adalah dua pilar kesuksesan perusahaan ini. Perusahaan kita kan terkenal menghasilkan novelis-novelis yang kompeten.." kata Pak Satrio mencoba meyakinkanku.
"Saya yakin Hendra Wijaya lebih baik menjadi pembicara daripada saya Pak. Lagipula kan orang-orang akan bosan dengan kisah romansa, kisah misteri lebih banyak menariknya. Karena butuh kegeniusan dalam membuat alur ceritanya.." aku berusaha menolak dengan memberikan alasan yang terdengar lebih rasional.
"Kenapa kalian terlihat canggung begitu. Hendra juga awalnya menolak, namun setelah aku jelaskan, dia mau melakukannya denganmu.." tanya Pak Satrio sedikit curiga.
"Saya harap Bapak mau memahami,suatu saat saya akan mengungkap siapa penulis AR sebenarnya. Saya hanya butuh waktu yang tepat.." jawabku kepada beliau. Aku paham sekali Pak Satrio, kami sudah lama menjadi rekan kerja. Sikap beliau yang bijaksana dan tidak menjatuhkan rekan kerja adalah kelebihan yang beliau miliki.
"Baiklah, baiklah. Aku paham. Kalau begitu kamu membantunya di balik layar saja, atau kamu mau mencoba membuat cerita romansa misteri, sepertinya itu sedang happening, bahkan beberapa PH ada yang tertarik dengan karya kalian berdua.." ucap Pak Satrio, sungguh sedikit kejam. Aku yang baru saja menyelesaikan novel ke-25 ku malah diminta untuk menulis novel baru lagi.
"Pak,justru saya mau mengajukan cuti. Saya rasa isi otak saya sudah menguap, saya butuh mengisi daya untuk diri saya sendiri.." kataku sedikit lemas. Bahkan Jihan yang sedari tadi diam, akhirnya ikut bicara.
"Pak, sepertinya memang Aruni butuh cuti,lihatlah wajahnya yang semakin menua karena kerja keras bagai kuda..." imbuh Jihan, yang membuat Pak Satrio tertawa puas.
"Hahahaha, kalian kan masih kepala dua, jangan merasa sudah tua,.lalu aku ini apa? Tua bangka?hahaha!" kata Pak Satrio bahagia.
"Kamu memang bukan sahabatku Ji, bisa-bisanya kamu menjatuhkan harga diriku di depan beliau!" kataku memelas, Jihan hanya tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya.
"Apapun akan aku lakukan agar kamu bisa cuti sayangku.." ucapnya seraya mentowel pipiku.
"Okelah, ajukan cutimu segera, supaya bisa segera diapprove.." Ucap Pak Satrio. Setelahnya beliau meninggalkan ruangan dan meninggalkan aku berdua dengan Jihan.
"Salah satu alasanku cuti adalah karena sebentar lagi Ibu dan Kakaknya Sandy akan datang ke Indonesia Ji.." jelasku kepada Jihan.
"Jadi kamu akan bertemu dengan calon ibu mertua dan kakak iparmu? Apakah akan ada undangan pernikahan sebentar lagi?" godanya semakin menjadi.
Aku yang gemas dengan omongannya pun sedikit khawatir jika yang lain tahu bahwa aku berpacaran dengan anak belasan tahun.
"Ssssttttt, Ji jangan keras-keras, kamu kan tahu bahkan tembok di kantor ini punya telinga dan mulut" kataku penuh kehati-hatian.
"Baiklah,.segera urus berkas pengajuan cutimu..!" kata Jihan mengingatkan.
...*****...
"Memangnya aku boleh ikut menjemput Ibu dan Kakakmu?" tanyaku kepada Sandy. Dia memintaku ikut menjemput Ibu dan Kakaknya ke Bandara. Setelahnya kami akan menuju ke rumah utama,yang dulu Sandy tinggali.
"Wajib, karena Ibu mertua dan Kakak ipar yang meminta langsung!" jawabnya bersemangat. Dan sudah satu jam lebih aku memilih pakaian yang cocok untuk aku kenakan, aku biasanya mengambil sekenanya yang aku rasa nyaman. Tapi kali ini aku bingung, apa karena aku akan bertemu dengan Ibu dan Kakaknya?
"Aku bingung, sebenarnya aku tidak pernah sebingung ini saat memilih pakaian..!" kataku menjelaskan.
"Pakailah yang membuat Nona nyaman, jangan pedulikan omongan orang lain. Masih ada waktu 1 jam sebelum pesawatnya tiba.." imbuhnya menenangkanku. Tak lama setelahnya, aku menemukan sesuatu yang pas, dan bergegas berganti pakaian.
"Beri aku waktu lima menit ya, aku akan make up sebentar..!" kataku, aku pun memintanya ke ruang tengah.
Setelah aku rasa cukup, aku akhirnya keluar kamar dan menemui Sandy. Dia terlalu baik untuk jadi pacar karena tidak pernah mengeluh jika menungguku berpakaian.
"Wah, coba lihat, siapa si cantik ini, kenapa menggemaskan sekali.." katanya begitu melihat penampilanku. Seperti menjadi kebiasaannya sejak berpacaran denganku, dia selalu mengambil fotoku setiap waktu.
"Kamu selalu berlebihan deh, aku malu jadinya.." ucapku malu, biarpun dia sering memujiku, tapi kali ini aku benar-benar malu.
CEKREK!!
"Coba lihat, siapa yang tidak mau mempunyai menantu secantik ini.." katanya lagi sambil memperlihatkan fotoku yang barusan dia ambil.
"Hentikannnn!!! Kamu benar-benar ya!" balasku seraya memeluknya, aku benar-benar malu dengan pujiannya kali ini.
"Cukup pelukannya, aku takut menginginkan yang lain tiap kali kamu menyentuhku.." katanya nakal.
"Ayo berangkat!" ajakku sembari menggandeng tangannya.