Daniah Hanania Eqbal, gadis lulusan ilmu kedokteran itu sedang menjalani KOAS di Rumah Sakit Harapan Keluarga. Selama menjalankan KOAS, ia harus berhadapan dengan Dokter pembimbingnya yang galak. Dokter Arrazi Dabith Dzaki.
Arrazi memang terkenal Dokter paling galak diantara Dokter lain yang membimbing para anak KOAS, namun ketika berhadapan dengan pasien kegalakan Arrazi anyep,baik hilang di balik wajah tampan bin manisnya.
Suatu ketika Basim meminta Daniah untuk mengabulkan keinginannya, yaitu menikah dengan cucu dari sahabatnya, guna menepati janji mereka. Daniah tidak menolak atau mengiyakan, ia hanya meminta waktu untuk memikirkan keinginan Kakeknya itu. Namun saat tahu laki-laki yang di jodohkan kepadanya adalah cucu dari pemilik Rumah Sakit tempatnya KOAS, Daniah dengan senang hati langsung menerima, selain sudah kenal dengan laki-laki itu, Daniah pun berencana akan menggunakan kekuasaannya sebagai istri cucunya pemilik Rumah Sakit Harapan Keluarga untuk menendang Dokter itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 28 : DASTER
"Mau pulang atau masih mau lanjut jalan-jalan?" tanya Arrazi setelah mereka menghabiskan makan dan shalat zuhur di mushola kecil yang ada di samping restoran.
"Lanjuuuut!" ujar Daniah dengan nada suara sengaja di imut-imut kan.
"Oke." ujar Arrazi singkat, lalu meraih tangan Daniah dan menggenggamnya, melanjutkan perjalanan mereka.
Daniah tersenyum lebar, tak terhitung sudah berapa kali di taman wisata ini Arrazi menggenggam tangannya, juga beberapa kali Arrazi memperlakukan Daniah dengan perlakuan manis yang membuat Daniah meleyot dan ingin jingkrak-jingkrak karena bahagia.
Sampai ia lupa, bahwa laki-laki yang sedang mengenggam tangannya itu adalah laki-laki yang pernah membuatnya kesal, marah, gondok setengah mati karena sikapnya yang dingin, jutek dan galak. Juga yang sempat ingin ditendangnya dari rumah sakit.
"Hei, Daniah kan?" sapa seorang laki-laki yang sedang menggendong gadis kecil, juga ada seorang perempuan berjilbab navy, berada di depannya, menghentikan langkah Daniah dan Arrazi bersamaan.
"Daniah!"
"Loh Aisyah, Noah, eh ya ampun ini Sofea?" seru Daniah mengenali sepasang suami istri yang menyapanya itu, juga gadis kecil dalam gendongan sang Ayah. Daniah langsung melepaskan genggaman tangan suaminya dan beralih mencubit gemas pipi gembul gadis kecil itu.
"Iya Tante Nia." sahut sang Ibu.
"Ih, Ya Allah Sofea udah gede aja sih...lucu banget kamu." ujar Daniah dengan gemas. Gadis itu mencebikkan bibirnya tak suka di cubit pipinya.
"Iya lah Tante, masa Sofea mau kecil aja sih. Ya Sofea yaa..." ujar Noah Ayah dari Sofea, teman satu kampus Daniah, tapi beda jurusan. Begitu juga dengan Aisyah, istrinya Noah. Mereka menjadi pasangan hasil perjodohan di kampus.
"Iya Biiii........" seru Sofea dengan lucu, membuat Daniah dan Noah terkekeh.
"Oh, iya ya. Ya ampun nggak kerasa sih, rasanya baru banget kemarin Aisyah ngidam minta gue buat bikinin takoyaki sama dorayaki. Sekarang udah gede aja nih anak."
"Udah lama itu Nia, tiga tahun lalu." ujar Aisyah terkekeh.
"Ekhm." suara deheman yang berasal dari Arrazi yang merasa di cueki istri dan temannya itu, membuat Daniah menoleh kearah suaminya.
"Eh, hmmm....Aisyah, Noah kenalin, ini Mas Arrazi, suami gue." ujar Daniah mengenalkan Arrazi kepada sepasang suami istri itu.
Noah langsung mengulurkan tangannya. Arrazi menyambut uluran tangan itu.
"Arrazi."
"Oh, ini kenalin, Aisyah istri saya, teman sekampusnya Daniah juga." ujar Noah menunjuk istrinya. Aisyah menangkupkan tangannya. Perempuan itu leih paham kalau laki-laki yang bukan muhrim, haram untuk bersentuhan tangan.
"Aisyah."
Arrazi menangkupkan tangan juga.
"Arrazi."
"Kalian lagi jalan-jalan?" tanya Noah.
"Iya dong, emang cuma kalian aja yang pengantin baru sukanya jalan-jalan. Mana pake manas-manasin di grup segala lagi." sindir Daniah terkekeh, kala teringat kelakuan dua pasangan yang pernah pamer kemesraan di grup 'SQUAD BUKAN BEBAN ORANG TUA' setelah mereka menikah.
Noah mengajak Daniah dan Arrazi untuk bersantai di tempat yang di tempati keluarga kecil itu beristirahat, diatas padang rumput beralas karpet di bawah pohon yang rindang tersedia juga makanan dan minuman atas karpet itu. Anggaplah keluarga kecil itu sedang berpiknik.
"Whuuaa seru banget kalian piknik disini!" seru Daniah setelah duduk sambil memperhatikan sekitarnya.
"Piknik tipis-tipis lah ya." sahut Noah sambil menglus rambut ikal anak gadisnya yang berada dalam pangkuannya.
"Ayo Nia, Mas Arrazi, di minum, di makan juga ini." ujar Aisyah menyediakan di depan pasangan pengantin baru itu minuman dan makanan.
"Thanks ya Aisyah." ucap Daniah.
"Hei Sofea ingat Tante nggak? Tante loh yang di repotin sama Umi sama Abi kamu waktu lagi ngidam pas hamil kamu." ujar Daniah terkekeh kala mengingat kejadian saat ia di repotkan oleh sepasang suami istri itu untuk atas dalih ngidam. Aisyah dan Noah tertawa ikut teringat. Sementara Arrazi tetap diam dalam mode datarnya.
"Ya kan dulu lo sama si Ariq yang paling gercep kalo di minta tolong." ujar Noah.
"Bener tuh Nia, makasih banget loh." imbuh Aisyah.
Daniah terkekeh.
"Ya itu karena gue sama Ariq lagi nganggur aja."
"Ah si Ariq alesannya nganggur, padahal pengen pdkt sama lo."
"Apaan sih, nggak lah. Orang dia mah emang gampang kok diminta tolongnya."
"Dih si dodol nggak peka! Dia tuh cuma sama lo doang gampang di minta tolongnya,sama yang lain mah lewat."
"Apaan sih Noah. Nggak jelas banget, sumpah!" kekeh Daniah.
Ketiga orang itu asik mengobrol, seolah tidak menganggap keberadaan Arrazi di tengah-tengah mereka yang sedari tadi diam menyimak obrolan mereka, sambil memerintahkan sang istri yang terlihat kadang salah tingkah, kadang merona pipinya dan keseringan tertawa dan tersenyum saat mengobrol dengan sepasang suami istri itu.
Sementara gadis kecil yang sedari main boneka Teddy bear tertidur di pangkuan sang Ayah.
"Btw sorry banget ya Nia, kemarin pas kalian nikah kita nggak datang, soalnya pas banget ada keluarga dari Makassar datang ke rumah nginep lagi. Kan nggak enak ya kalau di tinggal." ujar Aisyah. Daniah mengangguk.
"Nggak papa sih, santai aja. Tapi kado sama amplop nya tetep gue tunggu ya." canda Daniah membuat sepasang suami istri yang sudah bergelar menjadi orang tua itu tertawa.
"Ya tunggu aja nanti."
"Tapi beneran loh Nia, gue kira lo bakal nikah sama si Ariq secara lo sama dia kan udah deket benget tuh ya.....Auuuhhh, Mi!" ujar Noah yang tiba-tiba meringis kesakitan karena cubitan sang istri di pinggangnya. Melihat kode yang diberikan Aisyah dari matanya, Noah langsung terdiam menyadari ada kesalahan dalam perkataannya. Lalu ia mengalihkan pembicaraan.
Sementara itu Daniah menoleh kearah suaminya yang sedari tadi berekspresi datar da tidak bicara apapun.
***
"Mas, kayaknya aku mulai kambuh deh." ujar Daniah saat mereka sudah berpisah dengan keluarga kecil teman kampusnya dan akan pulang.
"Kambuh apanya?" tanya Arrazi sambil memperhatikan wajah sang istri yang terlihat baik-baik saja.
Daniah mendekat lalu berjinjit dan berbisik di telinga sang suami.
"Jiwa matre aku kambuh." Daniah mengedipkan matanya, lalu menarik tangan Arrazi menuju toko oleh-oleh yang masih berada di dalam kawasan taman wisata.
Sampai di dalam toko, Daniah langsung mengambil keranjang dan memasukkan beberapa makanan yang menjadi oleh-oleh khas Bandung. Sementara Arrazi hanya mengikuti langkah istrinya, membiarkan istrinya itu mengambil apapun barang yang diinginkan.
Semoga dengan mengajaknya jalan-jalan dan membiarkannya belanja sesuka hati, membuat istrinya itu memaafkan dirinya atas kekasaran yang dilakukan kemarin pagi, juga melupakan keinginannya bercerai.
Meskipun Arrazi belum sepenuhnya menerima pernikahan ini, namun ia pun tidak mau bercerai secepat itu dengan perempuan yang sudah berhasil mengambil hati Kakek dan Neneknya, juga perlahan mengambil hatinya. Namun Arrazi tidak menyadari hal itu. Yang ia sadari adalah kehadiran Daniah didalam hidupnya mampu menghibur dirinya dengan tingkah konyol dan randomnya.
"Mas, siap-siap dompetnya jadi jeruk." ujar Daniah berbisik. Arrazi mengerutkan kening tak paham maksudnya.
"Nipis Mas. Hehehe." kekeh Daniah menjawab kebingungan suaminya.
Beberapa detik kemudian Arrazi baru connect. Lalu terkekeh. Garing sekali candaan istrinya itu.
Daniah kemudian berjalan menuju tempat baju-baju juga aksesoris. Ia memasukkan beberapa kaos yang dipilih setelah di banding-bandingkan dengan kaos yang lain ke keranjang dua. Karena keranjang pertama sudah penuh dengan makanan yang di bawa sang suami.
Belum puas dengan kaos yang sudah di masukkan ke keranjang. Daniah kembali mengambil dan merentangkan salah satu kaos berwarna navy lalu ia tempelkan ke badan suaminya, setelah beberapa detik di perhatikan, Daniah mengangguk-anggukkan lalu memasukkan baju itu ke keranjang. Arrazi hanya diam saja melihat kelakuan sang istri.
Kemudian Daniah melanjutkan langkahnya menuju tempat baju perempuan, ia asyik memilih baju, kali ini baju yang menjadi perhatiannya adalah daster bercorak batik, bunga-bunga dan beberapa model lainnya. Daniah teringat Maminya yang suka sekali pakai daster saat di rumah, hal itu menurun juga pada dirinya. Akhirnya Daniah mengambil tujuh daster dan dimasukkan ke keranjang yang di bawanya. Dan tidak lupa ada juga baju anak yang dia ambil untuk Fadillah.
Daniah menoleh sekilas kearah suaminya yang mengikutinya dibelakang, setelah melihat salah satu daster berwarna putih tulang bermotif bunga dengan model dada V, tali spaghetti dan panjang hanya sampai lutut, terkesan seksi. Ia menggigit bibir bawahnya.
Ambil nggak ya dasternya, malu nggak sih kalau dia lihat gue ambil baju kurang bahan itu di hadapan dia? Nanti dia mikir macam-macam nggak ya?
"Kenapa?" pertanyaan itu sontak membuat Daniah kaget.
"Nggak!"
Daniah menggeleng cepat dan kembali melangkah menyusuri toko lalu mengambil barang-barang yang diinginkannya.
"Kamu tunggu disitu, biar saya yang bayar." ujar Arrazi setelah Daniah mengatakan cukup dengan satu dua keranjang berisi penuh makanan dan barang yang diambilnya untuk oleh-oleh ke Jakarta. Arrazi menujuk dengan dagunya kearah bangku dekat pintu keluar.
Saat ini mereka sedang mengantri untuk membayar. Arrazi dan Daniah berada di urutan kelima antrian dan ada beberapa orang yang mengantri di belakang mereka.
Bukannya menuruti perintah sang suami, Daniah malah memepetkan badannya, lalu tersenyum lebar sambil memperhatikan wajah sang suami, tentunya Arrazi langsung memberi jarak selangkah dengan istrinya itu. Malu dilihat orang!
"Apa nyengir-nyengir?" ketus Arrazi merasa risih dengan sikap istrinya itu.
"Aku aja yang bayar." ujar Daniah mengulurkan tangannya ke depan Arrazi, minta uang.
"Nggak."
"Kenapa? Takut di peras lagi?" bisik Daniah sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Tunggu disana Daniah." ujar Arrazi dengan lirih namun tegas mengabaikan tingkah sang istri.
"Iya-iya." ujar Daniah, namun ia kembali mengulurkan tangannya.
"Apalagi?"
"Pinjam Hp." pintanya.
Dengan berdecak pelan, Arrazi memberikan HP-Nya kepada sang istri. Daniah langsung pergi setelah mendapatkan HP, ketempat yang di perintahkan suaminya.
"Lumayan juga hasil jepretannya." puji Daniah melihat hasil foto dirinya yang dipotret oleh sang suami.
Terlihat fotonya begitu begitu bagus juga pengambilan angle foto yang pas dan aesthetic. Sepetinya Arrazi memiliki bakat di bidang fotografi.
"Wuih, gila banyak bener foto gue, nggak sejali dua kali jepretan nih! Jangan-jangan nge-fans kali ya dia sama gue." celoteh Daniah sambil terkekeh melihat fotonya di galeri HP sang suami.
Kekehan Daniah terhenti saat melihat foto dirinya mencium bibir Arrazi, meski agak ngeblur. Melihat itu, Daniah teringat dan seolah masih merasakan sensasi yang dag dig dug ser saat itu, apalagi ditambah ekspresi wajah sang suami yang terlihat begitu terkejut.
"Kesambet setan romantis kali ya gue, bisa seberani gini nyosor bibir dia. Untung aja orangnya nggak marah.....hufttt."
TING!
Satu notifikasi chat dari Dhafir muncul. Awalnya Daniah mengabaikan chat pertama yang hanya sapaan, namun matanya membulat saat muncul kembali notifikasi chat kedua.
**Dhafir** : Zi, lo lagi Honeymoon sama si Nia? Berarti udah Unboxing dong yaaa. Gimana tuh rasanya :\>
Badan Daniah langsung meremang, bersusah payah ia menelan ludah, membaca chat dari sepupu suaminya ini. Ini apaan maksudnya Dhafir chat seperti itu? Apa harus sevulgar itu pertanyaannya?
Tak menyangka dibalik sikapnya yang humble dan kocak itu, ternyata otaknya gelap juga. Daniah menggulir notifikasi itu keatas layar, sengaja tidak ia buka diaplikasi, bisa gawat kalau dirinya ketahuan membaca chat seperti itu dari sepupu sang suami. Langsung ia matikan layar HP dan di genggamannya dengan dua tangan. Ah, otak Daniah jadi traveling kemana-mana.
***
Daniah dan Arrazi sudah kembali ke rumah Kakek Dzaki dengan menaiki mobil sang Kakek. Arrazi sudah minta tolong supir pribadi Kakeknya untuk menjemput saat masih mengikuti langkah istrinya berbelanja. Ia tidak menyangka Daniah akan belanja banyak oleh-oleh. Kalau begitu, seharusnya Arrazi membawa mobil saja, karena Arrazi tidak mungkin membonceng Daniah dengan membawa banyak barang belanjaan istrinya denga motor.
"Masya Allah, banyak banget belanjaannya Nia." ujar Kakek Dzaki melihat beberapa goodybag besar yang baru aja di bawa masuk oleh Arrazi dan Pak Gabriel, sopir pribadinya.
"Hehehe, iya Kek. Mumpung lagi disini, di traktir juga sama Mas Arrazi, kan lumayan Kek!" ujar Daniah dengan antusias. Kakek Dzaki tertawa.
"Ditraktir apanya, pemerasan iya!" sahut Arrazi lalu meneguk sebotol air mineral yang termasuk di dalam belanjaannya itu.
Daniah yang tadinya nampak senang, langsung menekuk wajahnya dan mencebikkan bibir mendengar kalimat yang diucapkan sang suami. Nggak bisa di jaga banget itu mulutnya di depan Kakek lagi bilangnya. Ck! Dasar laki-laki nggak punya perasaan!
"Bukannya pemerasan atuh itu namanya, wajar dong sudah jadi haknya Daniah dikasih nafkah sama kamu Zi." bela Kakek Dzaki membuat Daniah kembali tersenyum.
Sementara Arrazi beranjak dari tempatnya setelah menghabiskan sebotol air mineral, menuju kamar. Ia merasa gerah dan badannya lengket. Ingin mandi.
"Nia, maafin ya sikap Mas mu itu. Sebenarnya dia baik kok, nggak pelit juga. Tapi emang mulutnya aja yang agak pedes." ujar Kakek Dzaki menghibur sang cucu menantu agar tidak tersinggung dengan sikap cucunya itu.
Daniah mengangguk pelan, tetap tersenyum.
"Nggak papa Kek. Nia udah biasa sama Mas Arrazi yang kayak gitu. Apalagi di rumah sakit, ihhh dia tuh lebih serem dari Thanos kalo lagi ngambek." canda Daniah.
"Oh iya kah? Wah berarti kamu harus jadi Iron women nya Nia."
"Kok Iron women sih Kek?"
"Ya kan kamu perempuan, jadi women bukan Man toh? Iron man kan yang ngalahin Thanos?" ujar Kakek lalu tertawa.
"Eh, iya juga." kekeh Daniah.
Receh juga si Kakek.
"Duh kalian lagi ngobrolin apa sih, seru banget." tanya Nenek Dariah menghampiri suami dan cucu mantunya yang sedang mengobrol di tuang tamu. Nenek langsung duduk di samping Kakek Dzaki.
"Ini Mi, si Nia mau jadi salah satu Avengers yang ngalahin Thanos kalo lagi ngambek." jawab Kakek Dzaki sambil terkekeh.
Nenek Dariah mengerutkan keningnya tak paham, karena Nenek Dariah bukan orang yang menyukai film seperti itu. Kalau film di channel ikan terbang, tentu Nenek Dariah tahu. Setelah menjawab pertanyaan istrinya, Kakek Dzaki pergi sambil membawa sebungkus keripik pisang bawaan Daniah keluar.
"Nek, tadi Nia sama Mas Razi habis jalan-jalan ke taman wisata, nah ini oleh-olehnya. Nenek mau yang mana, ambil aja Nek." ujar Daniah memperlihatkan barang belanjaannya.
"Wah senengnya habis jalan-jalan. Coba Nenek mau lihat dasternya." ujar Nenek dengan antusias saat melihat daster berada diantara barang-barang belanjaan.
Daniah memberikan semua daster yang di belinya agar Nenek memilih mana daster yang diinginkan.
"Cantik-cantik Nia dasternya, ini kamu yang pilih semua?" tanya Nenek melebarkan salah satu daster panjang bercorak batik.
"Iya dong Nek. Nggak mungkin Mas Razi kan. Hehehe." canda Daniah saat ini ia sedang memisahkan baju, topi dan makanan untuk diberikan kepada Kakek Dzaki dan Nenek Dariah.
"Kalau ini baju pilihan Arrazi atau kamu, Nia?"
"Aku lah Nek.....Hah, kok?" mata Daniah membulat melihat daster berwarna putih tulang dengan corak bunga dan lengan spagheti yang sempat mencuri perhatiannya di toko tadi, sedang di lebarkan oleh Nenek Dariah di depannya.
"*Loh itu daster kok bisa ada? padahal nggak gue kan ambil tadi?. Apa jangan-jangan......" batin Daniah*.
"Ini pilihan Arrazi ya Nia." ujar Nenek menahan tawa melihat ekspresi wajah Daniah yang kaget, kini rona merah muncul di pipinya yang putih nan glowing itu. Tebakannya pasti benar.
Daniah nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Nenek Dariah mengembalikan daster seksi itu ketempatnya semula.
"Nggak papa Nia. Wajar kalau suami pilihin baju istrinya, buat menyenangkan hati dan matanya Nia. Kalau Arrazi yang pilih, berarti dia suka sama bajunya, dipakai ya Nia." ujar Nenek Dariah dengan santai dan bibir yang melengkungkan senyuman.
Namun tidak dengan Daniah, gadis yang baru menikah itu justru merasa sangat malu dengan adanya baju itu di dalam belanjaannya, meskipun ia semoat ingin mengambilnya tadi, tapi tidak jadi. Fix, ini pasti kelakuan Arrazi, suaminya.
Daniah tidak tahu kalau diam-diam Arrazi memperhatikan gerak-geriknya, saat Daniah memasukkan daster yang menjadi perhatian istrinya itu kedalam keranjang yang di bawanya saat Daniah melangkah pergi dari tempat daster-daster.
"Kakek Dzaki juga begitu Nia. Bahkan keseringan beliau yang pilihin baju buat Nenek kalau Nenek mau beli baju. Ya hitung-hitung nurut sama suami dan memanjakan mata suami sesuai dengan keinginannya kan ya Nia. Dapat pahala juga." lanjut Nenek Dariah. Daniah hanya nyengir mendengarnya.
"Oh ya, boleh Nenek tanya sesuatu Nia?" ujar Nenek dengan pelan.
Daniah mengangguk ragu. Entah apa yang akan ditanyakan oleh Nenek Dariah dengan suara seperti itu. Firasat Daniah sudah tidak enak. Semoga Nenek tidak bertanya seperti apa yang dipikirkannya.
"Apa Arrazi masih marah?"
Daniah tidak langsung menjawab.
"Masih marah kah?" tanya Nenek Dariah dengan mengerutkan keningnya.
Daniah menggeleng cepat.
"Nggak kok Nek. Mas Razi sudah nggak marah lagi. Kan udah ngajak Nia jalan-jalan sama jajan. Hehehe.." ujar Daniah sambil nyengir.
Di dalam hati ia menyumpahi dirinya sendiri, kenapa sudah berpikiran yang tidak-tidak dengan Nenek. Padahal Nenek tanyanya perihal kemarahan Arrazi. Otak Daniah saja yang lagi konslet, malah travel kemana-mana.
Huuufffttt berarti aman.
"Kalau berhubungan suami istri, sudahkan?"
"Hah?"
Kali ini Daniah menarik sumpahan terhadap dirinya. Ternyata dugaannya benar, Nenek akan bertanya seperti apa yang dipikirkannya itu.
"Loh kok hah?"
"Hmmm......"
"Sudahkan Nia?"
Daniah tidak menjawab ia hanya nyengir.
"Alhamdulillah. Nenek tunggu kabar baiknya ya!" seru Nenek Dariah mengartikan lain dari ekspresi wajah yang di tampilkan Daniah.
Gmn perasaan Arazzi menunggui istrinya , terjwb sudah perjuangan mama melahir kan mu.
Mk surga aga ditelapak kaki ibu
kisah mama Rara , dr Arazzi maupun Elisa mereka korban atas kezaliman sang ayah yg suka selingkuh.
untung dipertemukan dr Arazzi dgn istri yg bisa menyembuhkan luka sekaligus merangkul mama mertua dan adik tiri
Ambil yg baik jgn ditiru meskipun bkn kisah nyata