Warning ❗
Mengandung kata-kata mutiara (sebaliknya).
Bacalah dengan bijak, tidak suka pun tak apa bisa skip ya🤗
Alexa gadis berusia 20 tahun, anak broken home. 3 tahun lamanya ia tinggal sendiri disalah satu rumah mewah setelah kedua orang tuanya cerai, dan melanjutkan kehidupan mereka bersama pasangannya masing-masing.
Kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua. Menjadi Alexa tidak membatasi dirinya didunia malam. Kerap kali ia selalu menghabiskan malam bersama teman-temannya dan pulang larut malam dalam keadaan mabuk.
Pada suatu hari ia bertemu seseorang disebuah club malam dan berkenalan dengan seorang pemuda.
Satu malam yang panjang, mengubah kehidupan Alexa pada saat itu.
Next untuk mulai baca👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Perasaan berkecamuk setelah apa yang sudah terjadi, Alexa terus melamun hingga pak Tama harus menegur nya karena Alexa tidak bekerja dengan baik.
Pria bertubuh gempal itu menghampiri nya."Alexa!" tepukan tangan dari pak Tama membuyarkan lamunannya.
Ia terperanjat seketika melihat pria bertubuh gempal itu sudah berdiri disamping dengan wajah kesal.
"Pak .. Tama"
Tergeleng-geleng pak Tama melihat wajah Alexa yang terlihat pucat seperti seorang maling yang ketahuan.
"Kamu mikirin apa sih, saya perhatikan dari tadi kamu melamun terus.. Apa kamu gak sehat? kalau kamu sakit sebaiknya kamu pulang, dan ..." menggantungkan ucapannya.
Alexa mengernyit memperhatikan wajah pria itu seolah tengah menyelidiki sesuatu, dan Alexa mencoba memperhatikan apa yang tengah ia perhatikan dari dirinya yang mungkin terlihat aneh oleh pak Tama.
"Ada apa pak?" heran.
Pak Tama menghela nafas berat, pria itu menatap tajam kearah Alexa membuat wanita itu semakin dibuat tidak mengerti.
"Kamu sudah menikah?"tanya nya, seketika membuat Alexa tercengang mendengar ucapan pak Tama yang tiba-tiba mengatakan hal itu.
"Menikah?"
Pria itu tak menjawab, namun satu jari ia tunjukkan pada bagian lehernya dengan celingukan.
Alexa pun paham dengan kode yang di berikan oleh Tama, ia baru sadar jika bagian lehernya masih menyisakan warna kemerahan yang ditinggal kan oleh Evan semalam.
Tama enggan mengucap kan nya ia takut jika Alexa akan malu dan bisa jadi terdengar oleh pegawai lainnya.
Gegas gadis itu menutupi bagian lehernya yang terdapat warna kemerahan, perasaannya tidak karuan setelah pak Tama terus memperhatikan nya.
"Jika terus terjadi seperti itu sebaiknya kamu menikah, tidak baik berlama-lama berhubungan tanpa kepastian"
Ucap Tama seolah ia mengetahui sesuatu. Alexa segera pergi dan mencari cara untuk menutupi bagian tubuhnya, beberapa saat ia pun muncul sebuah ide. Gadis itu mengambil sebuah plester luka dan menempelkan nya di tempat itu agar ia tak mempermalukan diri nya sendiri.
Sejenak ia terdiam menatap dirinya didalam cermin entahlah perasaannya sulit untuk ditafsirkan.
Ia melamun kesorangan menatap wajah nya sendiri penuh kesedihan namun ia tak bisa menyalahkan atas apa yang sudah ia perbuat selama ini. Mungkin inilah yang disebut dalam peribahasa 'Apa yang kau tabur itulah yang akan kau tuai.
Tersungging senyum menyeringai tipis diwajahnya, ia merasa ingin tertawa tentang kisah hidupnya yang begitu tragis. Kini ia pun harus dihadapkan percintaan yang membawanya ke tepi jurang.
"Kasihan sekali Lo, Lex. Sudah kurang kasih sayang orang tua. Gak di perhatiin, udah injak-injak, tambah lagi David dan teman-temannya. Wow .. Dan Lo masih bertahan sejauh ini, sekarang Lo cari gara-gara sendiri, suka sama orang yang jelas-jelas udah jadi keluarga. Kasihan banget hidup Lo, Lex"
Ucapnya sendiri ditengah lamunan yang kini satu persatu masalah hidupnya teras semakin menumpuk hingga berputar mengelilingi kepalanya.
"Dah lah .. Terlanjur basah juga, kan. Sekalian aja nyebur, tanggung" ucapnya lagi seraya menempel kan plester diarea lehernya yang terekpos warna kemerahan.
Alexa gegas keluar dan kembali pada kegiatan nya. Sementara itu Evan yang baru datang terlihat begitu semangat dan fresh. Menunjukkan ekspresi yang sangat menyenangkan, ia melihat wanitanya tengah asyik bekerja hingga tak menyadari kedatangan Evan sudah berdiri dibelakang punggung nya seraya memperhatikan dirinya.
...
...
...
"Pah, papa sekarang dah sehat jaga kesehatan jangan lupa makan teratur gula darah papa naik lagi loh, belum kolesterol. Ridwan akan pantau papa agar asupan makanan papa teratur. Tolong jaga papa, ya?"
Sofie menghadap pada seorang pria tua berusia 70 tahunan, tengah duduk diatas kursi rodanya.
"Baik, mbak nanti aku jagain papa sebaik mungkin. Kalau boleh mbak lebih seringlah berkunjung kemari agar papa ..." belum sempat menyelesaikan ucapannya Sofie sudah lebih dulu memotong pembicaraan nya dengan Ridwan.
"Mbak sibuk, lagi pula kamu disini juga gak sendiri kan istri kamu bisa ikut jaga dan awasi kesehatan papa, mbak punya Clara dan Evan yang harus mbak perhatiin, mbak harap kamu mengerti. Kalau ada apa-apa kamu kan bisa langsung hubungi mbak, gak mungkin juga mbak harus bolak balik." ucapnya.
Sofie memang seolah tak perduli, ia hanya mementingkan kepentingan pribadi bahkan papanya saja yang kini hanya bisa duduk dikursi roda tak sedikitpun memberikan rasa iba pada wanita itu.
Melihat sikap istrinya Anwar tidak mampu melawan perkataan nya, sifatnya yang sulit dinasehati akan percuma bagi Anwar.
Wanita itu takkan pernah mendengar kan apa perkataan orang lain terhadap nya apalagi mengenai keluarganya sendiri.
Sofie hanya memiliki satu saudara laki-laki yaitu bernama Ridwan, namun sikap mereka bertolakbelakang. Bahkan setelah papanya Sofie memberikan modal uang besar untuk mereka berdua menikah sikapnya terhadap keluarga pribadinya sangat berubah drastis.
"Sofie .."
"Diam kamu, mas!" sentil Sofie seketika membuatnya bungkam.
"Tidak apa-apa, mas. Mbak Sofie benar kok, gak seharusnya aku merepotkan mbak Sofie lebih banyak lagi."Ridwan tersenyum getir.
Anwar sangat tidak enak hati, ia merasa tidak bisa mendidik istrinya sendiri agar lebih peduli dan menghormati keluarga nya namun, karena ia anak pertama sepertinya tidak berlaku bagi Sofie untuk bersikap baik terhadap keluarga nya sendiri.
"Ya sukur deh kalau kamu sadar, mbak gak akan bisa selalu bantu kamu, Ridwan. Kamu dong sekarang yang harus jaga papa, kerja keras agar kebutuhan papa gak selalu bergantung sama, mbak. Masa iya mbak lagi.. Mbak lagi ... Sekali-kali mbak juga pengen liat kamu bertanggungjawab juga mbak cuma mau huaja merasa tenang, gak selalu memikirkan kamu dan keluarga disini. "sungutnya.
Ucapannya begitu nyelekit, namun Ridwan sedikitpun tidak ingin membalas nya. akan tetapi ia memberikan senyuman, senyuman yang merasa kan sakitnya ucapan Sofie sebagai anak perempuan dari keluarga Herlambang seperti 'Lupa daratan.
"Sofie, dia adik kamu. Anak macam apa sih kamu?"cecar Anwar tak habis pikir kepada istrinya ia mampu mengucapkan hal itu terhadap adik kandungnya sendiri.
Bahkan ia tak menyangka Sofie jauh lebih buruk dari Alena, terlintas dibenak nya Anwar merasa malu pada keluarga Ridwan bahkan papanya Sofie pak Herlambang hanya bisa diam tanpa bersuara mendengar ucapan putrinya sendiri.
"Ridwan tolong jangan masukan ke hati, kamu tahu kan kakak kamu seperti apa?"
Ridwan mengangguk pelan, lagi-lagi pria paruh baya itu hanya bisa tersenyum kecil tanpa membalas ucapan Sofie yang sudah menyinggung nya.
"Aku paham, gak apa-apa mas."
Setelah beberapa saat kemudian Anwar dan Sofie pergi berpamitan untuk segera pergi. Sedangkan Clara gadis itu hanya menunggu dimobil tidak ingin ia turun atau menyapa kakek, dan paman nya sedikit pun.
Gadis itu tidak jauh beda dengan ibunya acuh, dan tidak sedikitpun memiliki simpati terhadap kakek dan keluarga juga kerabat lainnya.
Gadis itu duduk begitu tenang sembari memainkan ponselnya asyik mendengarkan musik tanpa perduli pada celotehan Sofie.