NovelToon NovelToon
The Line Of Destiny

The Line Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Menunggu selama empat tahun lebih tanpa kepastian, Anya bahkan menolak setiap pinangan yang datang hanya untuk menjaga hati seseorang yang belum tentu ditakdirkan untuknya. Ia tetap setia menunggu, hingga sebuah peristiwa membuat hidupnya dan seluruh impiannya hancur.

Sang lelaki yang ditunggu pun tak bisa memenuhi janji untuk melamarnya dikarenakan tak mendapat restu dari keluarga. Di tengah hidup yang semakin kacau dan gosip panas yang terus mengalir dari mulut para tetangga, Anya tetap masih berusaha bertahan hingga ia bisa tahu akan seperti apa akhir dari kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ke Mana Perginya Sasha.

Anya melihat kesibukan ayahnya dan pekerja di sana. "Ayah, aku datang!" seru Anya begitu mendaratkan tubuhnya di atas saung.

Pak Faisal menoleh dan tersenyum senang. "Oh, anakku sudah datang!" ucap beliau seraya meninggalkan pekerjaannya dan pergi menghampiri sang anak.

"Hari ini cuaca cukup mendung," gumam Anya.

"Ayah pikir kamu tidak akan datang untuk bawa makan siangnya," ucap pak Faisal.

"Mana mungkin aku enggak datang, Yah. Aku kan sudah menyiapkan bekal ini dari pagi tadi," jawab Anya seraya membuka satu per satu isi rantang.

Pak Faisal kaget melihat menu sebanyak itu yang dibawa Anya.

Ada sayur bening, sambal terasi, tumis udang, tahu goreng, dan tempe. Anya juga membawa kerupuk sebagai pelengkap lauk pauk, ditambah dengan buah-buahan segar.

"Siapa yang akan memakan ini semua?" tanya pak Faisal. Anya kemudian menunjuk ke arah para pekerja di sana yang masih sibuk menggarap tanah, dan ada yang sedang memberi pupuk pada beberapa tanaman. Padahal sudah saatnya makan siang, tapi mereka masih begitu bersemangat dalam bekerja. Mungkin karena disebabkan cuaca yang tidak sepanas kemarin.

Para pekerja berhenti dari aktivitasnya ketika mendengar panggilan Anya.

"Bapak-bapak, berhenti dulu! Kerjanya dilanjutkan nanti aja. Saatnya kita makan siang!" seru Anya.

"Dang, ayo kita makan dulu! Nanti aja lanjutnya!" kata pak Mamat.

"Sedikit lagi, Pak. Nanggung ini mah," sahut Dadang.

"Tinggalin aja, Dang! Cuma dikit lagi kok, lagian pak Faisal juga tidak mendesak kamu kan," tambah pekerja yang lain.

Akhirnya mereka berlima datang ke depan saung tempat pak Faisal istirahat.

Mereka membawa kotak makan siang masing-masing, dan mulai memakannya.

Pak Faisal kemudian meletakkan semua makanan yang dibawa Anya, lalu mengajak mereka untuk makan bersama.

Beliau menyuruh Anya untuk menggelar tikar di atas tanah, karena jika mereka semua duduk di atas saung tentunya tidak akan muat.

"Wah, makanan enak-enak ini. Ini dimasak sama Neng Anya sendiri?" tanya pak Mamat kagum.

"Tentu saja, anak gadis saya ini jago masak loh Pak Mamat!" puji pak Faisal. Beliau tersenyum lebar, perlahan terlihat rasa senang penuh kebanggaan terhadap anak perempuannya itu.

Pekerja yang lain mulai merasakan perbedaan yang sangat menonjol dari pak Faisal akhir-akhir ini, beliau sudah lebih sering tersenyum dan tidak sedingin dulu.

Walaupun sikapnya terkesan dingin, tapi beliau baik. Selalu memberikan upah tepat waktu, dan tidak lupa menyelipkan bonus di dalamnya akan kerja keras mereka dalam membantunya merawat kebun.

"Ah, Ayah terlalu memuji Anya. Ini masakan biasa aja, Yah. Semua orang juga bisa," jawab Anya merendah.

"Tapi ayah tidak bohong, masakan kamu bahkan lebih enak dari ibu." Pak Faisal tertawa setelah mengatakannya.

"Ayah, bahaya kalau ibu denger!" ucap Anya. Mereka yang mendengar obrolan bapak dan anak itu juga ikut tertawa.

Anya baru kali ini melihat ayahnya tertawa seriang itu, mungkinkah ayah sudah bisa berdamai dengan dirinya sendiri dan masa lalu?

"Ibu tidak akan dengar ini," kata pak Faisal setelah tawanya berhenti.

Makan siang hari itu dipenuhi dengan tawa riang, membuat bu Etty dan bu Ella kesal mendengarnya.

.

.

Setelah makan siang usai, Anya pun segera pamit pulang.

Anya mencium pipi ayahnya. "Ayah, aku pulang dulu, ya. Aku khawatir Sasha sendirian di rumah," kata Anya berpamitan.

Ayahnya tersenyum dan memeluk Anya. "Baiklah, Nak. Kamu hati-hati ya, nanti kalau ibu sudah pulang dari toko, kamu gantian ke toko!" pesan pak Faisal.

"Baik, Yah!"

Anya pergi ke tempat di mana motornya diletakkan, dia dan pekerja di sana saling mengucapkan selamat tinggal

"Sampai jumpa, Anya!"

Anya tersenyum dan berjalan meninggalkan kebun, siap menjaga adik kesayangannya dan juga sang keponakan.

Begitu tiba di rumah, bu Aila terkejut karena melihat Anya pulang sendirian, beliau pikir Sasha bersama Anya.

"Anya, kamu pulang sendiri? Ibu pikir Sasha bersamamu!"

Anya tersenyum. "Tidak, Bu. Aku khawatir meninggalkan Sasha sendirian, jadi aku pulang lebih cepat."

Ibu Anya lega. "Syukurlah! Ibu pikir ada sesuatu yang tidak beres. Bagaimana ayahmu?"

"Ayah baik, Bu. Beliau sedang sibuk di kebun."

Saat hendak masuk ke dalam kamar, Anya baru menyadari sesuatu. Tadi ibunya mengatakan kalau beliau berpikir bahwa Sasha bersamanya karena tidak di rumah, lalu di mana Sasha?

"Bu, tadi ibu bilang Sasha tidak di rumah! Dia juga tidak sama aku, lalu dia ke mana?"

Ibu Anya panik. "Tidak ada di sini! Ibu pikir Sasha bersamamu!"

Keduanya saling menatap, khawatir. Anya ingin mengabari ayahnya, namun dia takut kabar itu akan mempengaruhi kesehatan sang ayah.

Keputusan akhir, Anya pun menelpon Windi dan meminta bantuan pada sahabatnya.

.

.

Anya dan Windi mulai berhenti mencari di mana keberadaan Sasha. Mereka berdua sudah lelah berkeliling, dua anak buah Windi juga tidak bisa menemukan Sasha.

"Duh, ke mana sih sebenarnya Sasha?"

"Aku juga enggak tahu, Win. Begitu pulang dari kebun, aku dapat kabar dari ibu kalau Sasha pergi, dan dia ninggalin Fatih gitu aja. Syukur ibu pulang lebih cepat hari ini. Kalau enggak ada ibu, Fatih pasti bakal nangis seharian," ujar Anya sedih.

Windi menarik napas panjang, lelah rasanya dengan sikap Sasha yang berubah-ubah itu.

"Sebenarnya dia nyari apa ya? Gue pikir dia udah berubah beneran, Anya. Gue rasa ya, dia udah merencanakan ini dari awal, lalu berpura-pura baik supaya kalian tidak berpikir negatif lagi tentang dia," kata Windi berasumsi.

"Windi, kalau soal berubah, aku rasa dia beneran berubah. Mungkin ada yang ingin dia lakukan, makanya dia pergi dari rumah," ucap Anya mengeluarkan pendapatnya.

Saat mereka sedang ngobrol, Rehan dan Yogi datang. "Bos, kita enggak nemuin Sasha di mana pun." Yogi ikut duduk di tengah-tengah mereka.

"Udah tahu gue," balas Windi.

"Apa Sasha enggak nitip pesan gitu? Sebuah surat mungkin." Rehan menoleh ke arah Anya.

Anya menaikkan bahunya, jawaban bahwa ia tidak tahu. "Enggak tahu, Han. Aku buru-buru cari dia, enggak sempat masuk ke kamarnya lagi. Ibu juga udah panik banget," jawab Anya.

"Apa mungkin dia nyari ayah dari anaknya?" tebak Yogi.

Anya dan Windi kompak menoleh ke arah Yogi, mereka memiliki pendapat yang sama.

"Nah! Itu bisa jadi!" seru Anya.

.

.

Malam semakin larut, karena tidak kunjung menemukan Sasha, mereka berdua memutuskan untuk pulang.

Di tengah perjalanan, saat Windi mengantarkan Anya pulang. Seorang pemuda berhenti tepat di samping mobil mereka, kebetulan saat itu Windi juga tengah menepikan mobilnya, ia hendak turun dan membeli beberapa cemilan di sebuah minimarket yang masih buka.

"Sepertinya aku kenal dia," batin Anya.

Windi sudah lebih dulu masuk ke minimarket itu. Anya kemudian memutuskan untuk keluar dan menghampiri pemuda tersebut, dengan hati yang sedikit ragu disapa juga pemuda itu.

"Permisi, Mas." Laki-laki itu langsung menoleh begitu mendengar suara Anya.

"Mbak ngomong sama saya?" tanya lelaki itu, matanya melihat sekeliling, tidak ada orang lain di sana selain mereka berdua.

"Ya, di sini enggak ada orang lain selain kamu," kata Anya.

Ia pun tersenyum canggung, dia heran kenapa perempuan berhijab seperti Anya menghampirinya di tengah larut malam seperti ini. Dia malah menaruh rasa curiga, diam-diam laki-laki itu melangkah pelan ke belakang, entah apa yang ada dalam pikirannya.

"Jangan takut! Aku bukan orang jahat kok. Aku cuma ingin memastikan kalau kamu ini temannya Arya kan?"

Belum sempat dijawab, Windi sudah keluar dari minimarket dengan menenteng dua kantong plastik berisi makanan ringan dan beberapa minuman kaleng.

"Lo ngapain keluar, Nya?" tanya Windi.

"Win, dia temannya Arya!" tunjuk Anya.

Lelaki yang dianggap sebagai teman Arya mulai merasa jika kondisinya saat ini sedang dalam bahaya, ia berniat kabur. Dia menduga kalau Arya sudah melakukan kesalahan besar lagi.

"Lo yakin?"

"Aku yakin," jawab Anya.

Windi meletakkan barang-barangnya ke dalam mobil, dan kemudian menarik cowok itu agar sedikit menjauh dari minimarket.

"Sekarang katakan di mana Arya!" Windi memegang kerah baju lelaki itu.

1
P 417 0
mbak syifa dong/Sleep/
P 417 0: mkanya jgn buru2/Proud/
🥑⃟Riana~: salah ya/Shame//Facepalm//Facepalm//Joyful/ makasih otw revisi 🚴🚴🚴
total 2 replies
P 417 0
hanna🤔🤔anya kali
🥑⃟Riana~: repot/Shame/
P 417 0: /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/kn jd ada kerjaan kmu/Silent/
total 3 replies
P 417 0
windi ini mnurt aku sahabat terbaik buat anya/Hey/
P 417 0
keinginan orang tua itu emng mlihat anakny bhgia dan itu udah pasti.namun terkadang mreka tidak pduli dengan perasaan anknya dan lbih kpda memaksakn kehendak .emng sih nggk semua orang tua bgitu /Sleep/
P 417 0
emng demit bisa jatuh juga kah🤔
🥑⃟Riana~: bisa, kalau punya kaki/Sweat/
total 1 replies
P 417 0
membiarkan/Silent/
P 417 0
insyaallah bukan in sha allah/Hey/
P 417 0
hmmm.dri sini keknya bncana mulai terjadi😌
P 417 0
ini ayah kndung bukn sih🤔
P 417 0: lah /Proud/aku jga mna tau
🥑⃟Riana~: masa ayah tiri/Shame/
total 2 replies
P 417 0
"nggk mau punya mntu"...lbh enk deh kyaknya/Silent/
P 417 0
terkadang temen emng lbih mengerti apa yg kita rasa dripada kluarga sendri/Sleep/
🥑⃟Riana~: Betul, tumben bener/Shame/
total 1 replies
P 417 0
di bab ini nggk ada koreksi.ada pesan di dlmnya😊mnrt aku sih ini bgus krna di zmn sekarng ank2 muda lbh mngikuti egonya .nggk pnh berpikir apa yg terjdi kmudian.dan bila sdah trjdi yg ada cmn pnyesalan. dri itu peran orang tua izu sangat pnting
P 417 0
dlm artian mnusia hnya bisa berencana/Smile/
P 417 0
ini pastinya bner/Hey/
P 417 0
yg ini mngkin bisa di cek lgi/Silent/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!