Felicia, seorang mahasiswi yang terjebak dalam hutang keluarganya, dipaksa bekerja untuk Pak Rangga, seorang pengusaha kaya dan kejam, sebagai jaminan pembayaran utang. Seiring waktu, Felicia mulai melihat sisi manusiawi Pak Rangga, dan perasaan antara kebencian dan kasih sayang mulai tumbuh di dalam dirinya.
Terjebak dalam dilema moral, Felicia akhirnya memilih untuk menikah dengan Pak Rangga demi melindungi keluarganya. Pernikahan ini bukan hanya tentang menyelesaikan masalah utang, tetapi juga pengorbanan besar untuk kebebasan. Meskipun kehidupannya berubah, Felicia bertekad untuk mengungkapkan kejahatan Pak Rangga dan mencari kebebasan sejati, sambil membangun hubungan yang lebih baik dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi'rhmta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3: Interaksi dengan Pak Rangga
Hari itu, seperti biasa, Felicia menjalani rutinitasnya di rumah Pak Rangga—menyiapkan makan siang, membersihkan ruang kerja, dan mengatur jadwal pribadi Pak Rangga. Namun, sejak beberapa hari terakhir, ada perubahan yang cukup mencolok dalam sikap Pak Rangga terhadapnya. Tidak lagi hanya urusan pekerjaan, kini perhatian Pak Rangga terasa lebih pribadi.
Pagi itu, Felicia sedang berada di ruang tamu besar, menyusun beberapa dokumen yang harus diserahkan pada Pak Rangga. Tanpa diduga, Pak Rangga muncul di pintu ruang tamu dan menatapnya dengan ekspresi yang tidak biasa—lebih lembut dan penuh perhatian.
"Felicia," suaranya dalam, tetapi kali ini tidak ada ketegasan seperti biasanya. "Aku rasa kamu terlalu sibuk. Cobalah untuk sedikit beristirahat."
Felicia terkejut. Biasanya, Pak Rangga tidak terlalu memperhatikan kesejahteraannya. Dia hanya fokus pada pekerjaan yang harus diselesaikan. "Tapi, Pak Rangga, saya masih banyak yang harus dikerjakan," jawabnya, mencoba tetap fokus pada tugasnya.
Pak Rangga mendekat dan duduk di kursi sebelah Felicia. "Aku tahu kamu bekerja keras, Felicia. Tapi kamu juga manusia, bukan mesin. Cobalah untuk menjaga dirimu."
Felicia tidak tahu bagaimana harus merespons. Perhatian Pak Rangga yang mendalam ini mengusik pikirannya. Biasanya dia hanya melihat Pak Rangga sebagai orang yang keras dan tidak peduli, namun sekarang, dia mulai merasakan sisi lain dari dirinya yang membuatnya bingung.
"Terima kasih, Pak Rangga," jawab Felicia, masih merasa tidak nyaman dengan perhatian yang diberikan kepadanya.
Pak Rangga tersenyum tipis, lalu berkata, "Kau tahu, aku tidak hanya menghargai kerja kerasmu, Felicia. Aku juga menghargai sikapmu yang selalu profesional."
Felicia menundukkan kepala, berusaha untuk menyembunyikan perasaan yang mulai mengaduk-aduk dirinya. "Itu tugas saya, Pak."
Pak Rangga tidak segera menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dan mendekati jendela besar yang menghadap ke halaman rumah. "Felicia, kadang aku merasa kamu lebih dari sekadar pekerja bagiku. Kamu tahu itu, kan?"
Felicia terkejut mendengar kata-kata itu. "Apa maksud Bapak?"
Pak Rangga berbalik, matanya tajam memandang Felicia. "Aku hanya merasa kau cukup kuat untuk menghadapi banyak hal. Aku menghargainya."
Felicia tidak bisa menjawab. Di satu sisi, dia merasa ada niat baik di balik kata-kata Pak Rangga, tetapi di sisi lain, perasaan curiga dan bingung mulai muncul dalam dirinya. Apa maksudnya dengan mengatakan hal itu? Apakah ada niat lain di balik perhatian yang diberikan?
Beberapa hari kemudian, Felicia sedang menyelesaikan pekerjaan rumah tangga lainnya ketika Pak Rangga masuk ke ruangan dengan membawa secangkir kopi. Dia duduk di meja dekat Felicia, tanpa mengatakan apa-apa, hanya memandanginya.
"Felicia," Pak Rangga akhirnya membuka suara. "Kamu sudah bekerja keras seharian. Kenapa tidak duduk sebentar? Nikmati kopi ini."
Felicia merasa aneh dengan ajakan itu. "Terima kasih, Pak Rangga, tapi saya harus segera menyelesaikan beberapa hal."
Pak Rangga tersenyum tipis dan meletakkan cangkir kopi di meja. "Kamu selalu sibuk, Felicia. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."
Felicia merasa ada yang berbeda dengan sikap Pak Rangga kali ini. Dia tidak biasa begitu lembut atau peduli, dan ini membuatnya semakin bingung. Apakah ini bentuk perhatian tulus? Ataukah ada maksud tersembunyi di balik kata-kata dan perlakuannya?
Setelah beberapa saat hening, Pak Rangga berbicara lagi, kali ini dengan nada yang sedikit lebih serius. "Felicia, aku ingin kau tahu, meskipun kita tidak ada hubungan pribadi yang dekat, aku menghargai keberadaanmu di sini. Kamu punya potensi yang lebih besar dari apa yang kau pikirkan."
Felicia terdiam sejenak, merasa bingung antara rasa tertekan dan rasa dihargai. "Terima kasih, Pak Rangga. Tapi saya hanya ingin melakukan pekerjaan saya dengan baik."
Pak Rangga mengangguk pelan. "Aku tahu itu. Tapi kadang-kadang, kita perlu sedikit lebih dari sekadar pekerjaan."
Perkataan itu membuat Felicia semakin bimbang. Ada momen-momen tertentu di mana Pak Rangga memperlakukannya dengan cara yang jauh berbeda dari sebelumnya, seolah memperlihatkan perhatian lebih. Namun, Felicia tetap merasa ada sesuatu yang tidak benar—sesuatu yang terasa seperti ada dua sisi dari Pak Rangga, satu yang peduli dan satu yang menguasai.
Sore itu, setelah selesai dengan pekerjaannya, Felicia duduk di sudut ruang tamu besar. Pikiran-pikirannya berkecamuk, mencoba memahami hubungan yang rumit ini. Adakah niat jahat yang tersembunyi di balik perlakuan Pak Rangga yang terlihat peduli? Ataukah dia benar-benar menunjukkan sisi lain dari dirinya yang lebih manusiawi? Semua pertanyaan itu terus menghantuinya, membuatnya semakin bingung dan terperangkap dalam perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan.
Pak Rangga, yang selalu tampak begitu terkontrol, kini semakin membuat Felicia merasa seperti berada di tengah-tengah ketegangan yang tidak bisa dia hindari. Dia tahu satu hal—hubungannya dengan Pak Rangga semakin kompleks, dan setiap langkah yang diambilnya harus hati-hati, karena entah niat baik atau niat buruk yang tersembunyi di balik perhatian Pak Rangga, Felicia merasa semakin terperangkap dalam permainan yang tidak ia pilih.