NovelToon NovelToon
Berondong Itu Adik Tiriku

Berondong Itu Adik Tiriku

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Berondong / Ketos / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: NinLugas

Veltika Chiara Andung tak pernah membayangkan hidupnya akan jungkir balik dalam sekejap. Di usia senja, ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang perempuan misterius yang memiliki anak lelaki bernama Denis Irwin Jatmiko. Namun, tak ada yang lebih mengejutkan dibanding fakta bahwa Denis adalah pria yang pernah mengisi malam-malam rahasia Veltika.

Kini, Veltika harus menghadapi kenyataan menjadi saudara tiri Denis, sambil menyembunyikan kebenaran di balik hubungan mereka. Di tengah konflik keluarga yang rumit, masa lalu mereka perlahan kembali menyeruak, mengguncang hati Veltika.

Akankah hubungan terlarang ini menjadi bumerang, atau malah membawa mereka pada takdir yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan anak Kandung

"Aku bukan anak kandung Caroline," ucap Denis yang membuat Veltika mematung di tengah suasana yang dingin malam itu.

Veltika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi memegang gelas wine. Kata-kata Denis barusan seperti menggema di dalam kepalanya. "Aku bukan anak kandung Caroline." Kalimat itu terdengar jelas, menusuk ke dalam pikirannya, membuat segala hal yang ia tahu tentang Denis selama ini runtuh seketika.

Ia menoleh perlahan, tatapannya tertuju pada Denis yang duduk tenang di sampingnya, seperti tidak ada yang berubah. Namun, di balik ketenangan itu, Veltika bisa merasakan sesuatu yang lain—sesuatu yang selama ini disembunyikan lelaki itu.

"Apa maksudmu, Denis?" tanya Veltika dengan suara bergetar. Ia mencoba tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak oleh rasa penasaran dan kebingungan.

Denis mengangkat gelas wine-nya, meneguk isinya perlahan sebelum akhirnya meletakkannya kembali di meja. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah bersiap untuk membuka rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat.

"Caroline bukan ibu kandungku. Dia hanya wanita yang menikahi ayahku setelah ibuku meninggal. Sejak kecil, aku tahu aku berbeda… aku bukan bagian dari mereka. Tapi aku tetap dibesarkan seperti anaknya," ucap Denis pelan, suaranya terdengar datar, namun penuh makna.

Veltika terdiam, matanya tidak lepas dari wajah Denis yang tetap tenang. "Kenapa kau tidak pernah memberitahuku sebelumnya?" tanyanya akhirnya, nada suaranya lebih tajam dari yang ia maksudkan.

Denis menatapnya, matanya gelap namun ada kilatan emosi yang sulit dibaca. "Karena aku ingin kamu tahu di saat yang tepat," jawabnya. "Dan sekarang, Veltika, saat itulah. Aku ingin kamu mengerti bahwa aku… bukan sepenuhnya bagian dari keluarga Caroline. Aku bukan adik tirimu yang sebenarnya."

Kata-kata itu menggantung di udara, menciptakan jeda yang panjang dan mencekam. Veltika merasakan hawa dingin malam semakin menusuk kulitnya, meskipun bukan udara yang membuatnya menggigil. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membingungkan dan membangkitkan perasaan yang selama ini ia coba pendam.

"Jadi… siapa kamu sebenarnya, Denis?" bisik Veltika, nyaris tak terdengar.

Denis tersenyum tipis, senyum yang samar dan penuh misteri. "Aku hanya seseorang yang ingin berada di dekatmu, Veltika. Apa itu tidak cukup?"

Veltika merasakan dadanya berdegup kencang. Jawaban Denis bukanlah yang ia harapkan, namun entah kenapa ada sesuatu dalam kata-kata itu yang membuatnya terjebak dalam perasaan yang bercampur aduk—antara kebingungan, kelegaan, dan ketertarikan yang tak bisa ia tolak.

Malam itu, di bawah langit yang gelap, rahasia yang baru terungkap menjadi awal dari sesuatu yang lebih dalam dan rumit antara mereka berdua.

Denis menundukkan kepalanya, matanya menatap kosong ke arah lantai teras. Suaranya terdengar pelan, hampir seperti bisikan, namun Veltika bisa merasakan setiap kata yang diucapkannya sarat dengan emosi yang selama ini terpendam.

"Caroline adalah adik ibuku," ucap Denis dengan nada yang dalam. "Kenyataannya… dia menikah dengan ayahku bukan karena cinta, tapi agar aku bisa merasakan keluarga yang utuh. Mereka ingin aku tumbuh seperti anak-anak lain, tanpa kekosongan itu. Tapi… baru beberapa bulan setelah mereka menikah, ayah jatuh sakit. Dia tidak kuat… menahan rindu kepada ibuku."

Veltika terdiam. Kata-kata Denis terasa seperti pukulan telak di hatinya. Ia tak pernah tahu bahwa di balik sikap santai dan senyum angkuhnya, Denis menyimpan luka mendalam yang begitu rumit. Sebuah cerita yang tidak pernah ia duga akan keluar dari mulut lelaki yang selama ini ia pikir hanya seorang berandalan kaya yang tak peduli dengan dunia di sekitarnya.

Denis menarik napas dalam-dalam, seolah berusaha menahan beban yang telah lama ia pikul. "Aku mencoba kuat… tapi ayah tidak. Dia menyerah. Setelah itu, aku merasa sendirian lagi. Caroline… dia berusaha, tapi dia bukan ibu kandungku. Dia hanya bayangan dari sesuatu yang hilang."

Tanpa sadar, air mata mulai menggenang di mata Veltika. Ada sesuatu dalam cara Denis bercerita—kesedihan yang dalam dan kerinduan yang tak terucapkan—yang menyentuh hatinya hingga ke titik terdalam. Ia tidak bisa menahan diri.

Dengan spontan, Veltika meraih Denis dalam pelukannya.

Hangat tubuhnya bergetar ketika tangannya melingkari punggung Denis, seolah ingin menenangkan setiap luka yang ia bawa. "Aku… aku tidak tahu, Denis. Aku tidak tahu kamu melalui semua itu," bisik Veltika, suaranya bergetar oleh emosi.

Denis terdiam sejenak dalam pelukan itu, seolah terkejut dengan reaksi Veltika. Tapi perlahan, ia membalas pelukan itu. Tangannya yang hangat melingkari pinggang Veltika, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa tidak sendirian lagi.

"Terima kasih, Kak Vel," ucap Denis pelan di telinganya. "Setidaknya, malam ini… aku tidak merasa sendiri."

Denis tersenyum tipis mendengar protes Veltika. Dia melepaskan pelukan mereka perlahan dan menatap wajah kakak tirinya dengan mata jenaka yang penuh arti.

"Ya enggak, dong," jawab Denis dengan nada menggoda. "Tua? Enggak juga, sih. Tapi… ‘Kak Vel’ kan lebih sopan. Masa aku manggil nama aja? Kalau aku panggil ‘sayang,’ gimana?" lanjutnya, sambil menyeringai nakal.

Veltika memutar matanya, setengah kesal setengah malu. "Denis, kamu itu…" ucapnya, mencoba mencari kata yang pas untuk menegur, tapi kata-katanya tertahan di tenggorokan.

"Apa? Aku apa?" Denis semakin mendekat, menatapnya dengan tatapan penuh teka-teki. "Aku ini adik tirimu, kan? Jadi, panggilan ‘Kak Vel’ seharusnya wajar, ya?"

Veltika menghela napas panjang, mencoba mengabaikan degup jantungnya yang tiba-tiba terasa lebih kencang. "Ya udah, panggil apa aja deh, asal jangan bikin aku merasa tua."

Denis tertawa kecil. "Deal. Mulai sekarang aku panggil… Vel. Biar terdengar lebih dekat," katanya sambil menatapnya dalam-dalam. "Tapi, kalau nanti aku berubah pikiran, jangan protes, ya."

Veltika berdecak pelan, tapi senyum tipis tak bisa ia sembunyikan. Malam itu, di antara dinginnya udara dan cerita masa lalu yang memilukan, ada kehangatan yang perlahan-lahan tumbuh di antara mereka.

***

Pagi itu, sinar matahari lembut menerobos masuk melalui celah-celah tirai kamar Veltika. Cahaya keemasan menyapu ruangan, menciptakan bayangan-bayangan halus di dinding berwarna krem. Aroma samar lavender dari lilin aromaterapi yang padam semalam masih tertinggal di udara, bercampur dengan wangi khas kain seprai yang bersih.

Di atas ranjang king-size dengan seprai berwarna putih gading, tubuh Veltika dan Denis terbaring berdekatan. Kulit mereka bersentuhan, menghangatkan satu sama lain dalam pelukan yang penuh keintiman. Veltika, yang masih terlelap, terlihat tenang dengan rambut hitam panjangnya yang terurai di atas bantal, sebagian menutupi wajahnya yang cantik dan damai.

Denis, yang terbangun lebih dahulu, menatapnya dalam diam. Tatapannya penuh dengan rasa yang sulit diungkapkan—antara kekaguman, kerinduan, dan kesadaran akan hubungan rumit yang mereka jalani. Ia menggeser helai rambut yang menutupi wajah Veltika dengan lembut, jari-jarinya menyentuh pipinya yang hangat. Veltika mengerang pelan dalam tidurnya, tubuhnya bergerak mendekat ke arah Denis, seolah mencari kenyamanan dalam kehangatan tubuhnya.

Di luar, suara burung-burung pagi terdengar bersahut-sahutan, menyanyikan lagu alam yang kontras dengan suasana di dalam kamar yang penuh dengan keheningan. Jam di dinding berdetak pelan, seolah menghitung detik-detik kebersamaan mereka yang tak pernah mereka rencanakan.

Denis menunduk, mengecup lembut kening Veltika sebelum berbisik di dekat telinganya, "Pagi, Vel." Suaranya rendah dan serak, membangunkan Veltika dari tidur nyenyaknya.

Mata Veltika perlahan terbuka, pandangannya masih buram oleh sisa-sisa tidur. Saat kesadarannya kembali sepenuhnya, ia menyadari kehangatan tubuh Denis di sampingnya. Wajahnya memerah, tetapi ia tidak segera menjauh. Mereka saling bertukar pandang dalam keheningan, menyadari bahwa pagi ini adalah awal dari sesuatu yang baru—sebuah perasaan yang tak pernah mereka bayangkan akan hadir di antara mereka.

1
Widyasari Purtri
q mampir kak.setangkai mawar untukmu
NinLugas: terimakasih
total 1 replies
Nikodemus Yudho Sulistyo
Menarik. pasti lebih banyak intrik nantinya. lanjut...🙏🏻🙏🏻
NinLugas: iya ni mau lanjut nulis lg, semngt juga kamu ka
Nikodemus Yudho Sulistyo: tapi menarik kok. semangatt...
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!