Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ikut balapan
Aku memilih kantin sebagai tempatku makan siang. Makan bakso kayaknya enak deh.
"Mbak bakso dua mangkuk ya." Aku sendiri bingung dengan pesananku. Kenapa dua mangkuk ya. Padahal satu mangkuk saja harusnya cukup.
Dua mangkuk bakso pun akhirnya datang. Eumh wanginya sangat sedap sekali.
"Ya ampun. Badan aja kecil, makannya banyak banget." Bu eka tiba-tiba menepuk pundakku dari belakang. Ternyata dua mangkuk bakso sudah habis kulahap.
"Hehe. Iya nih bu. Enak banget soalnya."
"Ibu duluan ya." Bu eka berlalu.
"Iya bu."
"Mbak bakso ya satu." Mas Bara tiba-tiba duduk dihadapanku. Tumben ini orang makan di kantin. Aku bangkit karena sudah selesai.
"Please tungguin." Ia memegang tanganku pelan. Wajahnya terlihat begitu memelas.
Akupun akhirnya mengurungkan niatku dan duduk menemaninya. Entah kenapa aku nurut-nurut aja sama dia.
Kulihat ia begitu lahap memakan bakso. Aku heran, apa dia belum makan? Padahal kan mbak ana tadi membawa makan siang untuknya.
"Satu mangkuk lagi mbak." Mataku membola saat ia pesan satu mangkuk bakso lagi.
"Bukannya mbak ana tadi bawa makan siang ya?"
"Iya."
"Emang masih belum kenyang?"
"Belum. Aku gak makan dari kemarin." Aku terhenyak mendengar perkataanya.
"Kok bisa? Terus makanan yang mbak ana bawa tadi?"
"Aku gak berselera. Dan makanan yang ana bawa tadi aku suruh asisten lie yang memakannya."
"Kenapa begitu? Gak kasian apa mbak ana jauh-jauh bawa makanan buat mas malah gak di makan."
"Kasihan sih. Tapi aku benar-benar gak berselera. Aku ingin kamu yang nemenin aku makan." Ah mulai lagi. Pasang benteng pengaman Mayra. Jangan kembali terpancing olehnya.
"Bel masuk berbunyi. Aku harus profesional kan pak? Permisi." Aku meninggalkannya yang masih menyantap baksonya.
Jam pulang tiba. Mau langsung pulang ke rumah rasanya pasti suntuk, untuk mengajak kak satria ketemu juga rasanya gak mungkin. Sepertinya jalan-jalan mengelilingi kota akan sangat seru.
Aku menelusuri seluruh pelosok kota, aku bahkan tak sadar jika hari sudah berganti malam. Kulihat didepan sana begitu ramai kerumunan orang. Sepertinya sedang ada balapan liar.
Aku turun untuk mencari tahu. Ternyata benar, dua mobil sedang beradu kecepatan didepan sana. Ah kenapa rasarasanya aku pengen ikut ya. Aku mencoba berbicara dengan panitia dan mereka menerimaku.
Yeee aku akan menjadi pembalap nomor satu.
Bmmm bmmm bmmm ku injak rem dan gas bersamaan, membuat kepulan asap dari belakang menutupi para penonton
Ye ye ye.
"Satu dua go." Kutancapkan gas dengan kecepatan penuh saat balapan dimulai. Entah kenapa adrenalinku seolah begitu besar saat ini.
Ciiit bmmmm suara rem dan gas terus bersahutan. Benar-benar tak ada sedikitpun ketakutan didalam diriku saat ini.
Aku menginjak full pedal gas dibawah kakiku. Aku merasa menjadi pembalap sesungguhnya malam ini.
Ini sangat menyenangkan. Disaat aku berada dalam kecepatan penuh, tiba-tiba seekor kucing lewat. Membuatku harus mengerem dengan tiba-tiba.
Ciiiiiiit. Saking cepat dan mendadaknya rem yang kulakukan. Mobilku sampai berubah arah.
"Awww." Kepalaku sedikit terbentur setir.
Kepulan asap mulai keluar dari arah depan mobilku. Oh ya tuhan. Mobil baruku. Oh no. Jangan sampai terbakar. Aku keluar dan langsung membuka penutup depan mobilku. Ternyata lumayan panas ya. Aduh gimana ini. Mana sudah larut malam. Kuambil ponsel dari dalam mobil. Ku telpon malaikat penolongku.
Jika ada yang bertanya kenapa ponselku ada di tanganku. Jawabannya tadi aku mengambilnya diam-diam dari mobil mas bara.
"Hallo." Suara di seberang sana terdengar serak dan lemah. Ah tumben dia sudah tidur di jam seperti ini.
"Abaaaaang." Aku memanggilnya manja.
"Ada apa beby hem? Kamu ngelindur telepon abang malam-malam gini?"
"Abaaaang, tolongin aku."
"Tolongin apa malam-malam gini? Suami kamu jahatin kamu?"
"Mobilku keluar asap abang."
"Mobil? Keluar asap?" Suara Bang erik berubah segar.
"He.em."
"Kok bisa? Emang kamu ngapain dia?"
"Iya. Aku ajakin dia balap liar di kemang. Eh dia malah keluar asap. Aku takut abaaaang."
"Ya ampun Mayra. Ya udah sekarang share lok dimana. Abang kesana sekarang juga."
Setengah jam berlalu, kulihat mobil bang erik akhirnya muncul.
"Ya ampun Mayra. Sejak kapan kamu kayak gini hmm? Astaga. Mobil baruku." Bang erik mengacak rambutnya fruatasi. Ia membuka cup depan mobil yang tadi berasap.
"Iih abang. Kok mobil sih yang abang khawatirin. Lihat nih keningku juga berdarah." Ia menatapku dan langsung menghampiriku.
"Kenapa bisa hmm? Ya tuhan Mayra. Kamu kerasukan jin dimana sih? Ko mendadak kayak gini?" Bang erik nampak khawatir melihatku. Ia langsung membawaku masuk kedalam mobilnya.
"Mobil biar besok abang bawa ke bengkel. Sekarang kita pulang yah." Bang erik mengantarku pulang. Aduh pasti semuanya udah pada tidur. Mengingat ini udah jam dua pagi.
"Bang, pulang ke rumah papa aja yuk." Aku sedikit ragu karena takut mengganggu.
"Gak bisa. Suamimu pasti khawatir nungguin kamu."
"Gak bakalan bang."
"Udah ayo masuk." Bang erik mengantarku masuk. Kulihat lampu ruang tamu masih menyala. Apa ada yang belum tidur.
Belum sampai kami di depan pintu, pintu tiba-tiba terbuka.
"Ya tuhan May kamu kemana saja?" Mas Bara langsung memelukku.
" Aku khawatir dari tadi nungguin kamu. Ponsel kamu kenapa gak aktif terus?" Aku ingat jika aku memblokir nomornya.
"Ini kenapa hmm?" Wajahnya nampak khawatir melihat luka di keningku.
"Dia habis ikut balap mobil liar di kemang." Bang erik duduk santai di sofa. Wajahnya terlihat lelah.
"Balap mobil? Kamu gak berniat bunuh diri kan? Oh ya tuhan sayang. Maafkan aku." Ia kembali memelukku. Aku hanya mematung tak tahu harus berbicara apa.
"Pasti gara-gara aku kan kamu seperti ini. Aku minta maaf. Please jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup lagi May."
"Mas Bara ngomong apa sih. Siapa juga yang berniat mengakhiri hidup. Udah ah. Aku cape. Ngantuk juga. Makasih ya bang." Aku melambaikan tangan pada bang erik dan berlalu pergi meninggalkan mereka.
Aku terbangun dengan perut yang terasa berat. Ternyata ada lengan kekar yang melingkar disana. Apa bang Erik menginap semalam. Kucoba melepaskan pelukannya, namun bukannya lepas, pelukkan itu malah semakin erat.
"Diamlah. Biarkan tetap seperti ini." Suara mas Bara membuatku terhenyak. Ia membenamkan wajahnya pada ceruk leherku.
"Ini sudah siang mas. Aku sudah telat ke kantor." Aku mencoba melepaskannya, namun tak sedikitpun tangan itu meregang.
"Hari ini kita libur. Aku sudah menelpon HRD tadi. Ayo tidur lagi." Percuma saja aku berusaha melepaskan pelukannya, nyatanya tenagaku tak sebanding dengannya. Aku akhirnya pasrah.
Cukup lama aku hanya diam tak bicara ataupun bergerak. Tak mungkin juga aku tidur lagi kan? Ah setelah sekian lama akhirnya aku kembali merasakan pelukannya yang hangat.
"Aku sangat merindukanmu May. Sangat merindukanmu." Suaranya terdengar sangat pelan dan parau.
Stop May. Jangan lagi. Cukup satu kali kamu jatuh. Jangan pernah ulangi kesalahan yang sama May.
"Aku tahu aku telah menyakitimu. Tolong maafkan aku. Aku tak berdaya, aku-"
"Tok tok tok. Non, apa non sudah bangun? Ada tamu yang nyariin non."