Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Prang ....!
"Itu apa ya?" tanya Rosa, mempertajam pendengarannya.
"Ibu!" Hana menunjuk rumah Adrian, kemudian keduanya berjalan terburu-buru menuju rumah Adrian. Meninggalkan pakaian yang masih menumpuk di dalam baskom.
"Ibu?" Rosa melihat ibunya terpejam dalam pangkuan Adrian.
Adrian menyandar bu Susi di sofa dengan perlahan.
"Ibu kenapa?" tanya Rosa, ia mendekati ibunya dan menggoyang bahu sang ibu.
Adrian terdiam, duduk di samping Bu Susi dengan mata berkaca-kaca. Dia masih tidak habis pikir akan semuanya ini. Segala macam pikiran memenuhi kepalanya, berbagai macam dugaan pula seketika ikut berderet dalam pikirannya.
Hana melihat mangkuk yang sama dengan di rumahnya, pecah menjadi beberapa bagian diatas lantai keramik.
Hana tertegun sejenak, kemudian memunguti pecahan mangkuk tersebut, mengumpulkan di dalam kertas putih kosong yang ada di bawah meja Adrian.
Sesekali memandangi ibu mertuanya yang masih menutup mata, dan Adrian tertunduk lesu dengan raut wajah kusut.
"Bu, bangun.." Rosa terus merengek, ia jadi semakin khawatir setelah beberapa menit ibumu tak kunjung sadar.
"Ibu hanya terkejut." ucap Adrian pelan.
"Terkejut kenapa?" tanya Rosa.
Adrian mendesah berat, kemudian menatap Rosa dengan lekat. "Terkejut karena aku adalah anak teman lamanya yang tidak pernah melahirkan." jawab Adrian.
Rosa dan Hana tercengang, mencerna ucapan Adrian dengan perlahan, mengulang ucapannya berkali-kali di dalam kepala masing-masing. Lalu kemudian keduanya saling melempar pandangan.
"Maksudnya?" tanya Ros lagi, ia merasa tak yakin dengan dugaannya.
"Entahlah." kata Adrian. Mengusap wajahnya dengan gusar.
Sedetik kemudian ponselnya berdering keras.
"Ogi." ucapnya.
"Cepatlah, ibumu harus segera di operasi." kata Ogi melalui telepon. Adrian pun melongok kan kepalanya melihat halaman.
"Pulanglah, tidak perlu menunggu ibu, ada aku dan kak Hana." kata Rosa.
Adrian menoleh Bu Susi, dia masih ingin di sini tapi...
"Pergilah." ucap Hana pula, mengerti kebimbangan Adrian.
"Baiklah." ucapnya, pria itu bergegas meninggalkan rumahnya dengan perasaan khawatir akan Bu Susi juga mengkhawatirkan ibunya.
"Apakah ada yang terjadi?" tanya Ogi yang sedang menyetir.
"Seperti dugaan kita. Tapi ada yang aneh. Semalam ibu sama sekali tidak terkejut ketika melihat ku, tapi setelah dia melihat foto yang kau berikan, ternyata dia mengenal Mama."
Ogi menoleh Adrian, kemudian kembali fokus menyetir dengan mulut bungkam, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu.
Di rumah sakit, para dokter sudah siap dengan alat-alat operasi dan hanya menunggu Adrian.
"Syukurlah kau sudah datang." Seorang dokter menghembus nafas lega dengan kedatangan Adrian yang sedikit terlambat dari jadwal yang di rencanakan.
"Aku akan menemui Mama." ucap Adrian. Ia pun masuk ke dalam ruangan ibunya di rawat.
Mendekati sang Mama dengan tatapan sendu, kemudian menggenggam tangan perempuan yang sudah membesarkan dan menyayanginya itu dengan erat.
"Ma, maafkan Adrian yang terlalu sibuk beberapa hari ini." ucapnya mengecup punggung tangan Ibunya.
"Adrian sudah tahu kalau Adrian bukan anak Mama. Tapi Adrian tetap menyayangi Mama apapun alasannya.
Mama harus bangun, mama harus sembuh. Mama jangan menyerah, karena Adrian masih butuh Mama." ucapnya kini air matanya luruh membasahi punggung tangan dokter Mila.
Namun begitulah, sudah beberapa Minggu ini dokter Mila hanya terbaring dengan tubuh yang dingin. Tak ada respon sedikitpun ketika diajak bicara.
Meski begitu ia tetap berharap ibunya dapat sadar setelah melakukan bedah di kepalanya, kecelakaan yang menyebabkan kepala dokter Mila terbentur keras hingga menyebabkan darah menggumpal di otak.
"Adrian ingin mama sembuh. Ingin Mama melihat Adrian menikah seperti keinginan Mama. Bantu aku mewujudkannya Ma." rengek Adrian, kemudian memeluk tubuh dokter Mila cukup lama, lalu mengecup keningnya.
Adrian terus larut dalam tangisnya, bersiap untuk melepaskan sang mama dalam sebuah operasi besar yang cukup beresiko.
"Adrian berharap ini adalah keputusan yang benar." bisik Adrian, memeluk ibunya begitu lama.
Namun pipinya merasa ada yang bergerak mengusik.
Adrian meraba wajahnya sendiri, kemudian memandangi wajah ibunya yang basah karena air matanya.
Samar, pelan tapi Adrian meyakini jika bulu mata ibunya bergerak, air mata yang jatuh tepat di mata ibunya itu seperti telah mengganggunya. Matanya mengernyit seolah ingin mengusir tetesan air mata Adrian.
"Mama!" panggil Adrian, tentu para dokter yang menunggu di luar itu mendengar dan segera masuk.
"Mama... Mama." panggil Adrian, mengusap mata ibunya dengan tissue, menggenggam tangan ibunya yang mulai terasa hangat.
"Mama sadar." dia tersenyum tapi juga menangis terharu.
Hingga beberapa detik berikutnya, mata yang mengernyit itu perlahan-lahan terbuka.
"Syukurlah." para dokter ikut bahagia melihat perubahan yang tak disangka. "Ini keajaiban." ucap mereka senang.
Adrian membiarkan para rekannya melakukan tindakan medis, Ia mengusap wajahnya dan tak henti bersyukur.
"Akhirnya Mama sadar." ucap Adrian, menyadarkan tubuhnya yang berkeringat di dinding.
Beberapa saat kemudian, Adrian kembali menemui ibunya yang sudah sadar.
"Ma!" panggil Adrian pelan, perempuan yang dipanggilnya itupun mengalihkan pandanganya tepat di wajah Adrian.
"Terimakasih sudah kembali." ucap Adrian lagi, ia menggenggam tangan ibunya begitu erat, mengecupnya berkali-kali.
Perempuan itu tersenyum tipis, lalu membuka mulutnya perlahan.
"Maaf." ucapnya lirih, air matanya mengalir pelan tanpa bersuara.
Sedangkan di rumah Rosa, gadis itu sedang menyuapi ibunya yang sudah sadar tapi tak mau berbicara melainkan melamun.
"Makan Bu." ucap Rosa , membujuk dengan bibir mengerucut.
"Biar Akak yang bujuk Ibu." Hana meraih sendok dan mangkuk dari tangan Ros. Tapi tetap saja Bu Susi tidak mau makan.
"Sini, biar bapak bicara sama ibu. Di luar ada nak Fairuz." kata Bapak, duduk menggantikan kedua anak mantunya yang tampak putus asa.
"Makan Bu, lihat itu Fairuz datang dengan kabar bahagia. Dia ingin pernikahannya dengan Hana di percepat."
Ibu Susi menoleh, dan menatap sendu kepada suaminya.
Sedangkan di luar, Fairuz datang bertamu bersama Yusuf. Jika Fairuz datang dengan kabar bahagia, berbeda dengan Yusuf, pria berkulit hitam manis itu hanya diam menunduk tak banyak bicara.
"Ada apa Mas Fairuz datang tiba-tiba?" tanya Hana, tak biasanya Fairuz datang tanpa memberi tahu terlebih dahulu.
"Aku sudah berbicara dengan bapak, aku datang memang ada hal yang penting." jawabnya.
"Ape?" tanya Hana, mereka duduk di kursi yang bersebelahan, sedangkan Yusuf duduk di dekat pintu sambil memandangi halaman rumah Rosa.
"Aku ingin kita menikah bulan depan, tepatnya tanggal lima belas. Sekitar tiga Minggu lagi."
"Bulan depan?" tanya Hana, menatap wajah pria yang sejak lama mengaguminya diam-diam. Bahkan saat pertama Hana di bawa pulang oleh Rayan, ustadz Fairuz yang baru saja pulang dari pesantren ternama itu langsung terpesona hingga tak berkedip ketika mengucapkan selamat dalam acara syukuran sederhana di rumah itu.
"Ya, apakah Hana tidak keberatan?" tanya Fairuz.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..