Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 : Ciuman pertama
Mata Zara membulat sempurna.
" Lakukan kewajibanmu sekarang juga. Kau belum memberinya padaku semenjak kita menikah."
Lengang, tak ada jawaban.
" Kenapa? Kau ragu?" Tantang Ezar.
Zara membatu, jantungnya berdegup sangat kencang. Dia sangat paham apa maksud Ezar.
Ezar tersenyum smirk. Bergerak perlahan mendekati Zara. Zara yang tidak siap tentu mundur perlahan, hingga langkahnya terhenti karena terbentur pinggiran tempat tidur.
Karena Ezar terus mendekat, Zara tak mampu mengimbangi tubuhnya hingga berakhir terjatuh di atas kasur nan empuk. Ezar tak menyia nyiakan kesempatan itu. Dia menindih tubuh Zara.
Ezar menatap wajah Zara intens. Bahkan sampai sampai tak berkedip. Berbeda dengan Zara yang justru tidak mau menatap Ezar.
" Apa yang kau lihat di situ?" Katanya dengan suara yang mulai melembut. Bahkan wajahnya semakin ia dekatkan ke wajah Zara, saking dekatnya, Zara bisa merasakan hembusan nafas Ezar yang memburu.
Meski malu, Zara akhirnya menatap Ezar.
Jantungnya seperti mau melompat keluar ketika tak lagi ada jarak di antara keduanya.
Jakun Ezar naik turun. Ia tidak sanggup melihat keindahan di depan matanya. Mulai dari mata yang bulat, hidung yang mancung, kulit yang putih serta bibir yang tipis dan berwarna pink alami, semua itu seperti memanggil untuk dia sentuh. Satu persatu tak luput dari indra penglihatan Ezar. Ini adalah pertama kali dia memandangi wajah seorang wanita selain Ghina. Dan entahlah, dia mulai merasakan sesuatu yang berbeda.
Dan semakin Ezar menatap wajah Zara semakin besar pula hasrat kelelakiannya. Tatapannya terpaku lama di bibir indah Zara. Tak sanggup lagi menahan, perlahan, benda kenyal miliknya mendarat sempurna di atas bibir Zara. Zara terkesiap. Dia menutup matanya rapat rapat dengan kedua tangan yang menggenggam seprai dengan erat.
Beberapa detik berlalu, Ezar melepasnya. Dan Zara bisa bernafas lega. Tapi itu hanya sementara, karena Ezar kembali menciumi Zara, kali ini tidak hanya seperti tokek yang menempel di dinding, tapi Ezar menciumi Zara dengan amat lembut dan sesekali menggigit kecil bibir Zara, ia melakukan itu, agar Zara mau membuka mulutnya. Dan ternyata perjuangan Ezar tidak sia sia, begitu Zara membuka mulut, lidah Ezar masuk dan membelit apapun yang ada di dalam sana.
Ezar sudah terbiasa berciuman. Berbeda dengan seseorang yang berada di bawah tubuhnya. Ini pengalaman pertama, dan Ezar bisa merasakan itu.
Sesekali ia melepas ciuman itu, membiarkan Zara memperoleh udara segar, lalu kembali melancarkan aksinya.
Suara nafas Ezar semakin memburu. Hasratnya semakin meningkat seiring ciumannya yang semakin dalam.
Jujur, Ezar ketagihan. Bibir Zara terasa manis untuknya. Sebenarnya, niat awalnya hanya menakut nakuti Zara, agar wanita itu berhenti membuat hatinya goyah.
Pria mana yang tidak luluh jika di hadapkan pada perhatian yang sangat besar dari seorang wanita, apalagi wanita itu sudah sah menjadi miliknya. Ezar hanya mecoba sebisa mungkin untuk bertahan. Bertahan dari gempuran pesona seorang Zara Aisyah Damazal.
Tapi, apa yang dia lakukan sekarang? Bertahan?
Ezar salah besar. Dia justru akan semakin terikat dengan Zara.
Egonya yang masih setinggi gunung Everest belum bisa mematahkan hatinya jika sebenarnya dia mulai mengagumi Zara.
Dia pernah mengatakan jika tidak suka wanita manja, itu hanya lah kamuflase belaka, karena pada hakikatnya, Ezar sangat menyukai sisi manja seorang wanita. Ghina Oktavia, kekasihnya tidaklah sedewasa Zara padahal umur keduanya terpaut jauh. Ghina jutsru lebih manja ketimbang Zara.
Ezar menghentikan ciumannya dan mengatur nafasnya yang semakin tidak karuan. Bibir Zara membengkak dan basah. Dengan menggunakan tangan kanannya, Ezar mengusap lembut bibir merah Zara.
" Jangan macam macam denganku, karena lain kali, aku tidak akan membiarkan mu lolos." Ucapnya lalu bangkit dan meninggalkan Zara yang terlihat kacau dengan rok yang sedikit terangkat ke atas. Dia takut kebablasan.
Ezar hilang dari balik pintu.
Zara baru bisa bernafas dengan lega. Tangannya mengusap bibirnya yang terasa menebal. Ini adalah ciuman pertamanya. Jangan tanyakan bagaimana jantungnya bekerja. Andai di periksa menggunakan stetoskop, itu akan terbaca takikardia. Di mana detak jantungnya melebihi batas normal.
Zara bangkit, mencoba ke kamar mandi, tapi kakinya seperti tak bertulang. Semua lemah. Tangannya masih gemetar. Mungkin dia takut atau justru dia menikmatinya, namun karena ini yang pertama kali untuknya, jelas jika Zara sangat kaget dan syok dengan apa yang baru saja di lakukan Ezar padanya.
Sekarang, dia mulai mengatur kinerja otaknya. Melangkah perlahan dan membersihkan tubuhnya lalu kembali ke tempat tidur. Selimut tebal ia tarik menutupi seluruh tubuhnya, berusaha untuk tidur, tapi bisakah matanya terpejam setelah melalui hal berbau erotisme barusan? Yakinlah..netra itu tidak akan terpejam mungkin hingga fajar menyingsing. Rasa nya masih sangat membekas meski itu sudah berlalu sejak beberapa jam lalu.
Sementara di sebuah kamar yang berada cukup jauh dari kamar Zara, Ezar merebahkan tubuhnya tanpa mengganti pakaian yang ia kenakan sejak pulang dari rumah sakit. Bayang bayang wajah Zara terus menghantuinya. Ciuman itu. Ezar tersenyum simpul, bagaimana tidak, dia yakin seratus persen jika dialah orang pertama yang mencium Zara.
Teringat begitu kakunya Zara membalas ciuman Ezar, sebenarnya itu tidak bisa di sebut membalas, karena yang Ezar rasakan lebih ke pasrah saja. Zara tidak tau apa yang harus dia lakukan.
" Calon dokter masa begitu. Kemana dia saat pembelajaran ilmu kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual? Minim sekali pengetahuannya." Gumam Ezar sembari tersenyum lebar.
Ezar kembali membayangkan semanis apa bibir Zara, tangan halus yang mencengkeram seprai sempat dia pegang dengan erat, bahkan Ezar menautkan jemari nya di antara jemari Zara. Dan kini, dia mulai penasaran dengan tubuh yang selalu terbungkus pakaian tertutup itu.
" Mungkinkah itu lebih indah dari yang ku bayangkan?" Ezar menggeleng lalu bangkit dan melangkah ke kamar mandi.
" Sial, aku harus bermain solo lagi malam ini."
*
*
Dan benar sesuai dugaan, Zara tidak bisa memejamkan matanya sedetik pun. Itu terbukti ketika dia sudah sibuk di dapur bahkan sebelum bi Surti bangun.
Dia mengolah berbagai bahan makanan untuk di jadikan masakan lezat. Dan tak butuh waktu lama, semua sudah siap di meja makan.
Semenjak menjalani kehidupan coasnya, Zara selalu berangkat lebih pagi di banding Ezar. Jadi setelah menyiapkan semua di atas meja, Zara bergegas mandi dan bersiap ke rumah sakit.
Ezar baru pulang dari mesjid saat Zara berjalan terburu buru menuju ke parkiran.
" Kau mau ke mana?" Kata Ezar memandangi Zara yang seperti di kejar setan.
" Rumah sakit."
Mungkin karena terburu buru ataukah mengira jika itu adalah abinya, Zara dengan takzim mencium tangan Ezar dan berpamitan sembari mengucap salam.
Ezar terpegun. Selama ini, memang Zara selalu menyambutnya tapi jarang melakukan interaksi sopan itu.
Mobil Zara sudah di gerbang, namun Ezar masih menatap tangannya yang baru saja di cium Zara. Dan beberapa detik kemudian, terbitlah senyum sumringah yang menghiasi bibirnya.
Langkahnya terhenti di dapur, tenggorokannya butuh di siram. Berjalan subuh ke mesjid yang butuh beberapa blok dari rumahnya membuatnya kehausan.
Namun, tatapannya terpaku kala melihat makanan di atas meja.
" Tumben bi Surti masak sepagi ini." Kata Ezar. Perutnya yang keroncongan menyuruhnya untuk duduk tanpa mandi dan berganti pakaian terlebih dulu.
Melihat Ezar yang sudah mendudukkan tubuhnya di kursi, bi Surti datang menghampiri.
" Masih ada yang tuan butuhkan?"
Ezar menatap meja, piring sudah tersedia, air minum juga sudah di tuangkan, sisa nasi dan lauk yang belum berpindah ke piring makannya.
" Apa Zara yang menyiapkan ini semua?"
" Iya tuan, bahkan sebelum saya bangun, semua sudah di siapkan nona Zara."
" Dia yang memasak?" Ezar menatap takjub makanan di atas meja.
" Iya tuan. Mau saya panaskan sup nya dulu tuan?"
" Boleh."
Ezar menunggu beberapa menit hingga semua siap.
Tidak butuh lama, kini lidahnya sudah di manjakan dengan masakan buatan gadis yang selalu dia sebut bocil. Bocil yang bisa membangkitkan hasrat seksualnya....
...****************...
stadium akhir 😩
kasian ghina
zara ank msih bayi knp la langsg lanjut pendidikn ny. fokus di rs, urus ank2 dn urus suami dulu knp. sayang x momen ny bnyak melewat kn tumbuh kembang si kembar. toh zara gk kekurangn materi tujuh turunan😁