Setelah menikahi Ravendra Alga Dewara demi melaksanakan wasiat terakhir dari seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil, Gaitsa akhirnya mengajukan cerai hanya dua bulan sejak pernikahan karena Ravendra memiliki wanita lain, meski surat itu baru akan diantar ke pengadilan setahun kemudian demi menjalankan wasiat yang tertera.
Gaitsa berhasil mendapatkan hak asuh penuh terhadap bayinya, bahkan Ravendra mengatakan jika ia tidak akan pernah menuntut apa pun.
Mereka pun akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing--seharusnya seperti itu! Tapi, kenapa tiba-tiba perusahaan tempat Gaitsa bekerja diakuisisi oleh Grup Dewara?!
Tidak hanya itu, mantan suaminya mendadak sok perhatian dan mengatakan omong kosong bahwa Gaitsa adalah satu-satunya wanita yang pernah dan bisa Ravendra sentuh.
Bukankah pria itu memiliki wanita yang dicintai?
***
"Kamu satu-satunya wanita yang bisa kusentuh, Gaitsa."
"Berhenti bicara omong kosong, Pak Presdir!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal-hal yang Disembunyikan
"Kenapa tidak dibalas?"
"Mungkin sedang menyetir."
Ravasya menoleh pada kakaknya yang masih merebahkan diri di atas karpet bersama Biyu. Bayi itu terlihat ceria seperti biasa. Tawanya memenuhi seluruh ruangan.
"Pukul berapa biasanya ibu anak ini pulang?" tanya Ravendra sembari menusuk-nusuk pipi gembul Biyu dengan jari telunjuknya. Ia benar-benar istirahat seharian, mengabaikan berbagai laporan yang masuk ke surelnya dan membiarkan ponsel pintarnya teronggok setelah Ravendra mengirim foto pada Alan.
"Biasanya pukul lima Biyu sudah dijemput, tapi katanya mulai kemarin dia akan lembur setiap hari. Semalam dia bahkan baru bisa menjemput Biyu pukul sebelas lewat."
Ravendra mengernyitkan dahi. Kenapa tiba-tiba lembur sampai selarut itu? Ia mengingat peraturan dan pekerjaan dadakan yang ia berikan pada para karyawan kemarin, tapi tidak ada yang bekerja sampai pukul sebelas.
Semua orang langsung pulang setelah menyelesaikan laporan yang diminta Ravendra. Ia tahu semua orang pulang paling lambat pukul sembilan. Lagipula sudah jelas peraturan yang ia berikan kalau wanita yang memiliki balita diperbolehkan pulang seperti biasa.
Jadi, sudah pasti ibunya Biyu bukan salah satu karyawan di perusahaan itu, kan?
"Oh, dia datang!" seru Ravasya saat melihat wanita cantik yang semalam datang menjemput Biyu sedang berjalan mendekat. Alisnya mengerut saat melihat wanita itu tidak sendiri. "Kenapa dia bersama Alan?" tanyanya pelan.
Mereka seperti terlibat obrolan yang sangat serius. Ravasya mendongak saat Ravendra tiba-tiba berdiri di sisinya, ikut menatap dua orang yang mengenakan payung berbeda warna berjalan berdampingan. Keningnya mengernyit saat melihat wanita yang semalam membuatnya hampir hilang kendali, sedang berjalan pelan di sisi Alan.
"Wanita itu? Maksudmu Gaitsa?"
"Kakak mengenalnya?"
"Bwa bwa!"
Ravendra yang memang mendekati Ravasya sambil menggendong Biyu, menatap anak itu yang memukul kaca jendela sambil tertawa. Entah ia senang melihat percikan hujan atau karena melihat wanita berpayung hitam yang tiba-tiba menatap ke arah mereka.
"Bwababa!" Biyu berseru sambil menggoyangkan kaki dan tertawa setelah Gaitsa melambaikan tangan.
Ravendra terhenyak. Apa-apaan itu? Gaitsa benar-benar ibu kandung Biyu? Lalu siapa Ayahnya? Pria itu merasa belakang lehernya dingin ketika mengingat kembali cerita Ravasya tentang Biyu.
"Dia seorang ibu tunggal. Kata para perawat di sini, suaminya berselingkuh dan meninggalkannya sejak Biyu masih dua bulan dalam kandungan."
"Mereka baru saja resmi bercerai sebulan lalu."
"Dia bahkan mendapat hak asuh penuh. Seluruh biaya hidup dan pendidikan Biyu diserahkan pada wanita itu. Mantan suaminya bahkan bilang tidak akan pernah mengajukan banding atau tiba-tiba menginginkan Biyu. Sepertinya dia benar-benar mencintai selingkuhannya."
Ravendra melirik dua orang yang sedang melihat ke arahnya. Gaitsa menatap bergantian antara Biyu dan Ravendra sebelum menunduk, kembali berjalan pelan. Sedangkan Alan melototi sambil memberikan jari tengah padanya.
***
"Kau akan bicara pada Ravendra?"
Gaitsa meletakkan payung di tempat yang tersedia, menoleh pada pria yang tidak mengatakan apa pun lagi sepanjang perjalanan mereka ke sini.
"Aku harus tahu dulu kenapa aku dan Ravasya tidak saling mengenal. Bukan hanya aku tidak tahu sama sekali tentang adik kandung Ravendra, kurasa dia juga tidak mengenalku sebagai anak yang dipungut ayahnya."
Wanita itu mendorong pintu kaca dan disambut dengan senyum salah satu perawat di sana.
"Biyu ada di lantai dua, di ruangan Dokter Ravasya."
Gaitsa mengangguk pada keterangan singkat itu dan berjalan menaiki tangga, meninggalkan Alan yang mengekor tanpa menimbulkan suara. Pria itu juga penasaran kenapa Gaitsa dan Ravasya tidak saling mengetahui keberadaan masing-masing.
Ayah mertuanya, Mahendra, selalu mengunjungi Ravasya tapi tidak pernah membawa Gaitsa bersamanya. Ravendra dan Alan sendiri berpikir bahwa wanita itu tidak ikut karena sibuk mengurus Dewara Grup atas perintah Mahendra.
Ravendra tidak menyukai wanita yang dibawa ayahnya entah dari mana, jadi pria itu juga tidak pernah menceritakan apa pun tentang Gaitsa. Mereka pikir itu adalah hal normal saat Ravasya juga tidak pernah membahas tentang Gaitsa.
Memangnya siapa yang akan penasaran dengan keadaan seorang gadis yang merebut seluruh atensi ayahnya? Kenapa Mahendra mengirim Ravasya dan Ravendra ke luar negeri hanya untuk membawa Gaitsa tinggal bersamanya?
Alan mulai menyadari kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi dan berniat mencari tahu sedetail mungkin. Ravendra yang sering berusaha bunuh diri tapi tidak ingat alasannya melakukan itu, Gaitsa dan Ravasya yang sepertinya sengaja tidak pernah diperkenalkan, juga kenyataan bahwa Mahendra mengirim dua anaknya ke luar negeri dan menjauhkan mereka dari ibu kandungnya.
Ada terlalu banyak rahasia yang harus dikuak. Tapi ... bagaimana kalau hal-hal yang disembunyikan Mahendra adalah demi kebaikan mereka bertiga? Bagaimana jika Ravendra, Ravasya dan Gaitsa akan terluka sangat dalam kalau mengetahui apa pun rahasia itu?
Gaitsa menghentikan langkah di ujung tangga, melihat seorang pria yang masih menggendong Biyu sedang menatap tajam padanya. Tatapannya terlihat sangat galak dan pasti meminta penjelasan tentang apa pun situasi yang terjadi. Tapi Gaitsa malah lebih penasaran dengan wanita cantik di samping Ravendra.
"Ravasya?" Gaitsa mendekat dan mengulurkan tangan. "Gaitsa Thirfa Thafana, ibunya Biyu. Maaf baru sempat memperkenalkan diri," ucapnya seraya tersenyum sopan.
"Ah, iya, namaku Ravasya. Senang bertemu denganmu." Ravasya balas tersenyum dan menjabat tangan Gaitsa yang terasa dingin.
"Aku ingin bicara denganmu, bolehkah?"
Ravasya mengerjap, melirik Alan yang mengangguk.
"Mau mengobrol di ruanganku?"
Gaitsa mengangguk setuju. Wanita itu mengalihkan atensi pada Biyu yang sejak kedatangannya sudah berceloteh dan berteriak ribut. Senyumnya terukir saat mendekat dan mencium pipi bayinya.
"Mama harus bicara dengan Tante Ravasya sebentar. Biyu sama Papa dulu, ya?" Gaitsa mengusap sayang surai gelap putranya sebelum melirik Ravendra yang terdiam kaku. "Kalau kamu membuatnya menangis, aku akan membunuhmu," ancamnya.
"Hah?"
Gaitsa segera menarik Ravasya yang juga sedang terkejut, mengabaikan Ravendra juga Alan yang terpana. Gaitsa masih menyebut kata 'Papa' untuk menggambarkan status Ravendra pada bayinya.
Di dalam ruangan, Gaitsa menerima secangkir coklat hangat yang diseduh Ravasya, tersenyum kecil ketika baunya membuat perasaannya lebih tenang. "Terima kasih," ucapnya tanpa melepas tatap.
"Jadi, bagaimana kakakku bisa menjadi papanya Biyu?"
"Aku juga ingin bertanya, bagaimana wanita yang kuanggap sebagai kekasih Ravendra adalah adik kandungnya?"
Dua wanita itu terdiam. Ravasya berkedip, kembali mengingat cerita tentang Biyu yang ditinggalkan sejak dua bulan dalam kandungan karena ayahnya berselingkuh dan memilih bersama wanita lain.
"Lihat ini," ucap Gaitsa, menyodorkan ponsel yang sedang menunjukkan video Ravendra dan Ravasya yang sedang berpelukan. "Aku ke kantornya untuk mengatakan masa depan seperti apa yang dia inginkan untuk pernikahan kami dan tidak sengaja melihat kalian."
"Pernikahan? Kalian sudah menikah? Tapi, kenapa aku tidak tahu? Lagipula ... Kak Raven memiliki trauma dengan wanita."
Gaitsa menatap Ravasya yang mengatakan fakta tidak masuk akal seperti Alan. Trauma terhadap wanita? Kenapa dan bagaimana?
"Dia menggunakan obat di malam pernikahan kami." Gaitsa tidak tahu harus memulai ceritanya dari mana. Wanita itu menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan.
"Tuan Mahendra membawaku dari panti asuhan saat usiaku sembilan tahun, pada hari di mana istrinya dinyatakan meninggal."
..rasain akibat bikin wanita sakit hati...bikin dia bucin thor biar ngak arogant