Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Langkah Baru
Pagi pertama setelah malam penuh kekonyolan itu dimulai dengan udara sejuk yang mengalir masuk dari jendela kamar Aku dan Galaksi. Matahari mulai menyelinap masuk melalui tirai, menghangatkan ruangan. Aku membuka mata perlahan, masih merasa asing dengan situasi baru ini. Aku melirik ke sebelah, tempat Galaksi masih tertidur nyenyak.
Wajah Galaksi terlihat damai. Sesekali nafasnya terdengar teratur, memberikan kesan tenang yang membuatku hampir tertawa kecil. Aku masih belum percaya bahwa pria ini kini adalah suamiku. Sepertinya dia benar-benar kekalahan, usai shalat shubuh, ia kembali tidur, begitupun aku.
“Hmm... jadi ini rasanya jadi istri orang,” gumamku sambil tersenyum tipis. Namun, saat Aku mencoba turun dari tempat tidur, Galaksi membuka mata.
“Kamu mau ke mana?” tanyanya dengan suara serak khas orang baru bangun.
“Mau bikin kopi,” jawabku singkat sambil mengambil sandal rumahku.
Galaksi mengulurkan tangan, mencoba menggenggam lenganku. “Lho, katanya malam pertama mau masakin aku sarapan. Jangan cuma kopi dong.”
Aku memutar mata. “Aku nggak janji masak, Galaksi. Lagian aku nggak jago masak. Jangan ngarep.”
Galaksi tertawa kecil sambil berguling dan duduk di ranjang. “Yaudah, kita bikin bareng. Kalau kamu nggak masak, aku yang masak. Deal?”
“Deal.”
Dapur yang Berantakan
Ketika kami tiba di dapur, Aku mencoba mengambil kendali dengan menyiapkan bahan-bahan sederhana. Namun, seperti biasanya, Aku terlihat lebih seperti orang yang terburu-buru daripada seseorang yang serius memasak.
“Aku potong bawang, kamu masak telurnya,” perintahku sambil mengeluarkan bawang merah dari lemari.
“Siap, Chef!” jawab Galaksi sambil menyalakan kompor.
Namun, semuanya tidak berjalan mulus. Ketika Galaksi mencoba memecahkan telur, ia terlalu bersemangat hingga cangkangnya ikut masuk ke dalam wajan.
“Galaksi! Kamu bikin apa sih?” Aku berseru sambil tertawa.
“Aku cuma masak telur, tapi ternyata lebih susah dari yang aku kira,” jawab Galaksi sambil mencoba mengeluarkan cangkang telur dari wajan dengan sendok.
Sementara itu, Aku yang memotong bawang malah terkena uap pedasnya hingga mataku berair. Aku mencoba mengusap mataku dengan punggung tanganku, tetapi malah membuat pedihnya semakin parah.
“Galaksi, tolong aku! Mataku pedih banget!” keluhku.
Galaksi langsung mendekat, mencoba membantu Aku dengan menyodorkan kain bersih. Namun, ia terlalu gugup hingga kain itu jatuh ke lantai.
“Ya ampun, kita berdua benar-benar kacau,” kata Galaksi sambil tertawa.
Pada akhirnya, kami menyerah dan memutuskan untuk membuat roti bakar saja. Ternyata aku hanya bakat membuat kopi saja, dan tak berbakat memasak makanan. Dan Galaksi tak mempermasalahkan itu, aku bersyukur menjadi istrinya.
“Ini lebih aman,” ujarku sambil mengoleskan mentega ke roti.
“Tapi ini seru, ya,” kata Galaksi. “Walaupun berantakan, aku senang bisa ngelakuin ini bareng kamu.”
Aku hanya tersenyum tipis, perasaanku campur aduk.
Kunjungan Ummi Ratna
Ketika Aku dan Galaksi selesai makan, bel apartemen berbunyi. Aku segera membuka pintu dan menemukan Ummi Ratna berdiri dengan senyum lembut.
“Ummi!” seruku dengan nada kaget. “Kok nggak bilang mau datang?”
"Assalamualaikum nak," Sela ummi tersenyum.
"Wa'akaikumsalam ummi sayang." jawabku menyalim Ummi Ratna, yang kini telah menjadi ibu mertuaku.
“Ummi nggak mau ganggu. Lagipula, ini kan pagi pertama kalian sebagai suami istri. Ummi cuma ingin memastikan kalian baik-baik saja,” jawab Ummi Ratna sambil melangkah masuk.
Galaksi yang mendengar suara ibunya langsung keluar dari dapur. “Ummi, tumben banget pagi-pagi ke sini.”
Ummi Ratna tersenyum kecil. “Tumben? Ummi cuma kangen kalian. Lagipula, Ummi mau ajak kalian sarapan di luar. Tapi sepertinya kalian sudah makan, ya?”
Aku mengangguk sambil tersenyum canggung. “Iya, Ummi. Baru aja selesai. Ummi sendiri sudah sarapan belum?"
“Baguslah. Ummi sudah sarapan sebelum kesini. Kalau begitu, Ummi cuma mau ngobrol sebentar.”
Aku, Galaksi dan Ummi duduk di ruang tamu. Ummi Ratna mulai bertanya tentang bagaimana malam pertama kami, membuat Aku tersipu malu sementara Galaksi terlihat Santai.
“Ummi senang kalau kalian baik-baik saja,” kata Ummi Ratna. “Tapi ada satu hal yang ingin Ummi ingatkan. Sekarang kalian sudah menikah, jadi jagalah hubungan ini dengan sebaik-baiknya. Jangan ada lagi salah paham seperti sebelumnya.”
Aku mengangguk pelan. “Iya, Ummi. Aku akan berusaha.”
“Bagus. Kalau begitu, Ummi nggak akan lama-lama di sini. Ummi cuma ingin memastikan semuanya baik,” kata Ummi Ratna sambil berdiri.
Setelah Ummi Ratna pergi, Aku merasa lega sekaligus tersentuh oleh perhatian ibu mertuaku.
Rencana Masa Depan
Malam harinya, Aku dan Galaksi kembali duduk bersama di ruang tamu.
“Senja, aku ingin ngomong sesuatu,” kata Galaksi sambil menatap aku, istrinya dengan serius.
“Apa?” Aku bertanya sambil memutar cangkir kopiku.
“Kita harus mulai bikin rencana masa depan. Aku tahu kita nikahnya mendadak, tapi aku nggak mau ini cuma sekadar status. Aku mau kita benar-benar membangun kehidupan bersama.”
Aku terdiam sejenak. Aku tahu apa yang dikatakan Galaksi itu benar. Namun, Aku masih merasa gugup menghadapi perubahan besar ini.
“Aku juga mau, Galaksi. Tapi aku masih belajar. Kamu tahu kan, aku bukan tipe perempuan yang lembut atau penuh perhatian. Aku takut nggak bisa jadi istri yang baik.”
Galaksi tersenyum tipis. “Senja, aku mencintai kamu apa adanya. Aku nggak butuh kamu berubah jadi orang lain. Aku cuma butuh kamu yang sekarang, yang apa adanya.”
Perkataan Galaksi membuat hatiku menghangat. Untuk pertama kalinya, Aku merasa bahwa pernikahan ini adalah langkah yang benar.
“Kalau begitu, kita sama-sama belajar, ya?” kataku akhirnya.
“Deal,” jawab Galaksi sambil mengulurkan tangan untuk berjabat.
Aku tertawa kecil, tetapi Aku tetap menyambut tangan suamiku.
Malam itu, kami menghabiskan waktu berbicara tentang impian, rencana, dan harapan kami berdua untuk masa depan. Meskipun perjalanan ini baru saja dimulai, Aku merasa optimis bahwa kami bisa melaluinya bersama, dengan segala kekonyolan dan kehangatan yang kami miliki.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi