Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Satu
Weny tetap berjalan menuju mobilnya. Mengindahkan panggilan Alex. Dia tak mau meminta maaf dengan Laura karena merasa tak bersalah.
"Tunggu di sini sebentar ya. Aku panggil Weny dulu," ucap Alex.
Alex merasa tak enak hati karena Weny yang tak mau minta maaf pada Laura dan pergi saja tanpa peduli dengan panggilan pria itu. Weny yang mau masuk ke mobil mengurungkan niatnya karena tangannya ditarik.
"Lepaskan, Alex! Sakit ...," ucap Weny.
"Aku mau kamu minta maaf sekarang juga dengan Laura!" perintah Alex.
"Kalau aku tak mau, kenapa?" tanya Weny dengan suara tinggi.
"Kamu pasti tau jika kesabaranku itu sangat tipis!"
"Kau mau apakan aku? Kau mau bunuh aku seperti saat kau melenyapkan Naura?" tanya Weny dengan suara yang sangat menantang.
"Jaga ucapanmu ...!" Alex lalu mendorong tubuh Weny hingga membentur mobil.
Matanya tajam menatap wanita itu. Alex lalu memandang ke arah Laura berdiri. Dia melihat wanita itu masuk ke mobil.
"Kau takut ada yang mendengarnya? Takut masuk penjara?" Weny mengucapkan dengan nada mengejek.
"Kau yang akan masuk penjara, aku tak melakukan itu. Kau lah pelakunya!" seru Alex.
"Kenapa ...? Kau mau mengancam ku? Aku tak takut. Ingat Alex, jika aku masuk penjara kau juga harus ikut. Aku melakukan semua itu juga atas perintahmu!" Weny balik mengancam pria itu.
Mereka berdua asyik berdebat sehingga tak menyadari jika Laura mendekati. Wanita itu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
"Tak ada bukti jika aku yang memintamu melakukan itu. Lagi pula aku tak memaksamu!" ucap Alex.
Alex mencengkram erat rahang Weny sehingga wanita itu meringis. Dia tak menyangka jika hubungan mereka akan begini jadinya. Dalam pikirannya mereka akan menikah secepatnya dan bersama selamanya.
"Jika aku tau ternyata kau itu buaya buntung, tak mungkin aku mau membantumu. Setelah mendapat mangsa baru, kau melupakan aku!" seru Weny.
Laura yang telah berada di dekat mereka lalu menghidupkan gawai dan merekam semua obrolan mereka.
"Kau saja yang bodoh. Aku tak pernah menjanjikan akan menikahi mu secepatnya. Kalaupun aku menikah lagi, tak akan mau secara resmi. Kau pikir aku mau membagi hartaku jika suatu hari berpisah. Aku tak akan pernah menikahi wanita manapun secara resmi!" seru Alex.
Laura yang mendengar itu menggelengkan kepalanya. Ternyata Alex lebih serakah dari yang dia pikirkan. Tak mau menikah hanya karena takut harta miliknya dibagi dua jika suatu hari berpisah.
Tiba-tiba pandangan pria itu kembali tertuju ke tempat di mana Laura tadi berdiri. Saat tak melihat ada wanita itu, dia lalu melepaskan cengkraman pada wajah Weny.
Laura yang menyadari pandangan Alex berusaha mengendap dibalik mobil-mobil menuju ke tempat semula. Dia tak mau Alex mengetahui jika dirinya tadi menguping.
Tanpa pedulikan Weny, pria itu berjalan menuju ke dekat mobil Laura. Dia ingin memastikan keberadaan wanita itu.
Saat dia sampai di depan mobil Laura, pria itu terkejut melihat wanita yang dia taksir berjongkok di samping bodi mobil. Dia memberikan senyum manisnya saat melihat kehadiran Alex.
"Kenapa kamu jongkok, tak masuk ke mobil saja?" tanya Alex dengan nada keheranan.
Laura lalu berdiri dan memegang perutnya. Dia sedikit meringis.
"Tadi perutku terasa sakit. Aku mau pamit tak enak, takut mengganggu kamu yang sedang mengobrol. Jadi karena kamu sudah di sini, aku pamit dulu," ucap Laura.
Laura langsung masuk ke mobil tanpa menunggu jawaban dari pria itu. Dia segera menjalankan mobil meninggalkan halaman kafe. Begitu mobil wanita itu menghilang, dia juga ikut masuk ke mobilnya tak peduli lagi dengan kehadiran Weny.
**
Saat sampai di rumah, ternyata Rasya telah menunggu. Pria itu sedang bermain dengan Darren. Saat ini putranya telah ada yang menjaga, seorang ibu-ibu yang di carikan langsung sama Rasya.
"Sudah lama, Ras?" tanya Laura begitu sampai di dekat pria itu. Dia langsung duduk di sampingnya.
"Hampir satu jam ...," jawab Rasya dengan tersenyum.
"Kenapa tak menghubungi aku?" kembali Laura bertanya.
"Aku tak ingin mengganggumu," jawab Rasya, lagi-lagi dengan tersenyum.
Laura duduk sambil menarik napas. pandangannya kosong entah kemana. Hal itu menarik perhatian Rasya. Dia lalu meminta Bi Asih membawa Darren ke dalam. Pria itu lalu merubah duduknya.
"Apa ada masalah?" tanya Rasya.
"Tadi aku melihat Weny dan Alex bertengkar. Tanpa sengaja aku mendengar mereka mengatakan tentang penjara. Tapi saat aku sudah mendekat, obrolan mereka terhenti. Aku merasa kecelakaan yang aku alami dalangnya mereka berdua. Kenapa Alex begitu tega padaku? Padahal sebagai istri, aku selalu mengabdikan diri. Apa salahku?" tanya Laura dengan suara lirih, tapi dapat di dengar Rasya.
"Ra, semua bukan salahmu. Alex saja yang bodoh, tak bersyukur memiliki kamu. Percayalah Ra, akan ada saatnya kamu dicintai dan diratukan pasanganmu. Kamu akan dihargai seseorang jika dia merasa beruntung memiliki kamu," jawab Rasya.
Kembali Laura menarik napas dalam. Bukannya dia tak bersyukur jika berpikir Tuhan selalu mengujinya. Dari kehilangan kedua orang tua, suami yang baik hingga harus menjalani hidup seperti saat ini.
"Ras, terima kasih karena selalu membantuku. Aku boleh tanya sesuatu yang sedikit pribadi?" tanya Laura.
"Silakan, tanyakan saja apa pun yang ingin kamu ketahui!" seru Rasya.
"Apakah tak ada wanita yang marah jika kamu selalu dekat denganku?" tanya Laura dengan hati-hati. Takut kalau Rasya merasa terganggu dengan pertanyaannya.
"Aku bernasib sama denganmu. Tak memiliki ayah ibu lagi. Mereka meninggal saat aku masih kecil. Aku dibesarkan sama kakek. Dan sekarang juga telah tiada. Mengenai wanita, aku tak pernah memiliki teman dekat wanita," jawab Rasya.
"Padahal kamu pria yang baik, aku yakin siapapun wanitamu, pasti dia orang yang sangat beruntung karena mendapatkan pria sebaik kamu," balas Laura.
"Kalau begitu, jadilah teman wanitaku," ucap Rasya dalam hati. Pria itu tak berani mengungkapkan secara langsung. Dia takut Laura salah sangka. Nanti pasti wanita itu berpikir jika dia menolongnya karena ada mau.
Keduanya terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Laura membuka suara.
"Ras, aku mau secepatnya mendapatkan lagi hakku. Aku mau mendekati Alex lebih intens biar dia cepat masuk ke perangkapku agar semua cepat berakhir. Aku takut lama-lama berada dekatnya, penyamaranku!"
"Apa pun yang menjadi keputusanmu, aku akan dukung jika itu yang terbaik. Jangan sungkan minta bantuanku."
"Baiklah, Ras. Terima kasih. Aku tak akan pernah melupakan semua bantuanmu dan Lina. Aku bersyukur memiliki teman seperti kalian," ucap Laura.
"Aku ingin kamu menganggap aku bukan hanya sebagai teman, Naura!"
Lagi-lagi itu hanya bisa Rasya ucapkan dalam hatinya. Belum ada keberanian untuk mengungkapkan perasaan secara langsung.