Zhafira kiara,gadis berusia 20 tahun yang sudah tidak memiliki sosok seorang ayah.
Kini dia dan ibunya tinggal di rumah heru yang tak lain adalah kakeknya.
Dia harus hidup di bawah tekanan kakeknya yang lebih menyayangi adik sepupunya yang bernama Kinan.
Sampai kenyataan pahit harus di terima oleh zhafira kiara, saat menjelang pernikahannya,tiba-tiba kekasihnya membatalkan pernikahan mereka dan tak di sangka kekasihnya lebih memilih adik sepupunya sebagai istrinya.
Dengan dukungan dari kakeknya sendiri yang selalu membela adik sepupunya,membuat zhafira harus mengalah dan menerima semua keputusan itu.
Demi menghindari cemooh warga yang sudah datang,kakek dan bibinya membawa seorang laki-laki asing yang berpenampilan seperti gelandangan yang tidak diketahui identitasnya.
Mereka memaksa zhafira untuk menikah dengannya.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? apakah zhafira akan menemukan kebahagiaan dengan pernikahannya?
Ikuti kisahnya selajutnya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 30
Sebelum zhafira menjawab, tiba-tiba saja ada orang yang menariknya agak kasar.
Zhafira yang terkejut pun melihat, pada orang yang sudah menariknya.
"Eric! " ucap zhafira terkejut.
Seketika perasaan zhafira menjadi khawatir, takut jika eric akan salah paham.
"Kita pulang." ucap eric dingin. Menarik tangan zhafira.
Zhafira yang takut pun, hanya menurut saja.
"Berhenti! " seru anggara, menatap tajam. "Kamu tidak sopan sekali, eric. Saya sedang bertanya pada zhafira dan kenapa kamu membawanya begitu saja!" sambung anggara, kesal.
Eric tidak menjawab perkataannya anggara, dia hanya menatap tajam ke arahnya, dan setelah itu dia pun pergi membawa zhafira dari sana.
Anggara mendengus kesal, karena kesempatannya mendekati zhafira kini harus gagal karena kehadiran eric.
Dengan perasaan kesal, dia pun pergi dari sana. kini tinggal nadia yang hanya diam mematung, merasa bingung dengan sikap kedua laki-laki yang sepertinya sama-sama menyukai zhafira.
Dia pun segera pergi dari sana, berharap besok dapat menanyakan hal ini pada zhafira.
Di mobil eric terlihat marah, tak ada satu kata yang dia ucapkan.
Zhafira yang melihat hal itu merasa takut, seketika pikirannya teringat pada perkataan nadia, tentang sikap eric.
Zhafira hanya memilin ujung bajunya, ingin bicara tapi dia takut. dia memutuskan untuk, diam saja dan melihat ke arah luar jendela.
Eric melajukan mobilnya, meninggalkan kampus. di sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan di antara mereka.
Sampai di apartemen pun, mereka hanya saling diam. zhafira memutuskan untuk langsung masuk ke kamar saja.
Namun saat hendak melangkahkan kaki, eric mencengkram tangan zhafira.
Zhafira meringis merasakan sakit, pada tangannya. dia melihat tatapan tajam eric, seakan ingin membunuhnya.
"Apa yang kamu lakukan bersama dia, " tanya eric, dingin.
Zhafira menatap eric. "Aku tidak melakukan apapun Eric." jawabnya pelan.
"Bohong!" bentak Eric. "Aku melihat perlakuan laki-laki itu pada mu, zhafira." Mengencangkan cengkeramannya pada tangan zhafira.
"Eric... sakit...!" zhafira meringis kesakitan.
Eric tersenyum miring. "Sudah saya katakan pada mu. Jika saya tidak suka, apa yang menjadi milik saya di sentuh oleh orang lain." ucapnya penuh penekanan.
Zhafira seketika merinding, saat melihat tatapan Eric penuh arti. dia memundurkan langkahnya saat, Eric kini berjalan mendekatinya.
Namun sayang, zhafira tidak bisa menjauh, sebab tangannya masih di pegang oleh Eric.
"Maafkan aku Eric, sungguh tadi pak anggara hanya menolong ku."
"Menolong apa, zhafira. Jangan kamu pikir jika saya tidak tahu!" selanya,penuh penekanan.
Zhafira menggelengkan kepala,air matanya seketika menetes.
"Dengarkan aku Eric. Biarkan aku menjelaskannya. Aku mohon." ucap zhafira menangis.
Eric menghela nafas, hatinya merasa tidak tega saat melihat zhafira menangis.
Dia pun melepaskan cengkeramannya, dengan kasar. kini Eric memojokkan tubuh zhafira, di dinding ruang tamu.
"Sekarang kamu jelaskan. Saya beri waktu lima menit." ucap Eric, dengan nada beratnya.
Zhafira menghela nafas, dan mulai menceritakan apa yang terjadi tadi padanya di kampus.
Eric terdiam, setelah mendengar kebenaran tentang apa yang dia lihat. kini dia tahu, jika dirinya yang sudah bersikap keterlaluan pada zhafira.
Zhafira pun menundukkan kepala, setelah menceritakan semuanya. begitu dengan Eric, yang menjauhkan tubuhnya dari hadapan zhafira.
Tanpa kata Eric pun, pergi menuju ke kamarnya meninggalkan zhafira yang seketika terduduk dan menangis.
"Apa aku terlihat buruk di mata mu, Eric.... " lirih zhafira, dalam isak tangisnya.
Di dalam kamar,Eric terlihat kesal. dia merutuki sikapnya sendiri pada zhafira.
"Apa yang sudah terjadi kepada, ku. Apa aku cemburu?" gumam Eric, melihat bayangan dirinya di cermin.
"Tidak! Aku tidak cemburu. Aku hanya takut jika anggara berbuat jahat pada zhafira." Sambung Eric, membantah perasaannya.
Eric memutuskan untuk kembali keluar, karena bagaimana pun juga dirinya sudah salah paham.
Dia tidak mau sampai zhafira, merasa tidak nyaman dengan sikapnya. karena bagaimana pun juga, dia sudah berjanji akan menjaga zhafira.
Di ruang tamu Eric, mencari keberadaan zhafira di sana. Eric mulai khawatir, karena tidak bisa menemukan keberadaan istrinya.
Saat mencoba mencari ke dapur tanpa sengaja, dia melihat zhafira yang terduduk di lantai.
Eric menghampirinya dan berjongkok di hadapannya. "Zhafira." panggil Eric pelan.
Zhafira mendongakkan kepala, tersenyum saat melihat Eric kini di hadapannya.
"Eric." balas zhafira, lembut.
"Sedang apa kamu di sini? Berdirilah, jangan bersikap seperti ini."
Zhafira tersenyum. "Aku sedang menghukum diri ku sendiri, Eric. Maaf aku salah."
"Tidak zhafira. kamu tidak salah."
Zhafira menatap Eric, merasa aneh dengan sikapnya yang tiba-tiba saja baik.
"Apa maksud mu, Eric, " tanya zhafira, bingung.
Eric tidak menjawab, dia berdiri dan mengulurkan tangannya pada zhafira.
Dengan senang hati zhafira pun, menerima uluran tangan Eric. mereka pun berjalan menuju ke sofa yang berada di ruangan itu.
"Maaf jika sikap ku sudah menyakiti mu, zhafira." ucap Eric, tulus.
Zhafira mematung, melihat sikap Eric yang lembut kepadanya. kemudian dia tersenyum dan memeluk tubuh Eric.
"Aku senang kamu tidak marah lagi pada ku, Eric.Aku mohon jangan marah lagi pada, ku." ucap zhafira, tulus.
Eric pun mengangguk,hatinya kembali tenang saatnya melihat zhafira kembali tersenyum.
Setelah melewati ke salah pahaman antara mereka, zhafira pun memutuskan untuk kembali ke kamar untuk membersihkan diri.
Sementara Eric sedang berada balkon, untuk menerima panggilan yang masuk ke ponselnya.
Zhafira telah selesai dengan kegiatan mandinya, kini dia sedang menyisir rambutnya sambil bercermin.
Eric yang telah selesai menerima panggilan, pun masuk kembali ke dalam kamar.
Dia mematung, saat melihat zhafira yang terlihat cantik, meskipun tanpa make up.
Eric tidak berhenti menatap zhafira, yang tidak menyadari kehadirannya. Eric menelan salivanya kasar, saat merasakan desiran hebat pada tubuhnya.
"Ada apa sebenarnya, dengan ku?" gumam Eric dalam hati.
Eric merasa jika ada sesuatu, yang salah pada dirinya. namun entah apa itu?
"Eric kenapa kamu berdiri di sana?" Zhafira menatap Eric, yang terlihat melamun sambil berdiri.
"Oh saya, tidak apa-apa. Kamu sudah selesai, mandinya?" Eric pun mengalihkan pembicaraan.
"Sudah. Apa kamu juga mau mandi? "
"Ya sebentar lagi."
zhafira mengangguk dan kini tatapannya menatap lekat Eric, yang berjalan menuju sofa.
"Eric...! Apa aku boleh menemui ibu?" tanya zhafira, hati-hati.
Eric yang baru saja mendaratkan pantatnya di sofa, pun menoleh ke arah zhafira.
"Boleh." jawab Eric singkat.
Zhafira tersenyum. "Terima kasih Eric." sahutnya senang.
"Tapi saya yang antar! " ujar Eric tegas.
Zhafira merasa tidak percaya, jika Eric mau mengantarnya. tapi dia senang jika Eric sendiri, yang bersedia mengantarnya.
"Kapan kamu mau, kesana?" Eric menatap zhafira, yang terdiam.
Zhafira pun tersentak. "Oh, rencananya besok, aku mau pergi ke rumah kakek, Eric. Apa kamu keberatan ? " tanyanya memastikan.
"Tidak! Baiklah besok kita pergi untuk menemui ibu mu."
Zhafira yang senang,akhirnya dia bisa bertemu kembali dengan ibunya.