NovelToon NovelToon
Mantan Pacarku Ternyata CEO Kaya

Mantan Pacarku Ternyata CEO Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kaya Raya / Fantasi Wanita
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Prolog:

Dulu, aku selalu menganggapnya pria biasa miskin, sederhana, bahkan sedikit pemalu. Setelah putus, aku melanjutkan hidup, menganggapnya hanya bagian dari masa lalu. Tapi lima tahun kemudian, aku bertemu dengannya lagi di sebuah acara gala mewah, mengenakan jas rapi dan memimpin perusahaan besar. Ternyata, mantan pacarku yang dulu pura-pura miskin, kini adalah CEO dari perusahaan teknologi ternama. Semua yang aku tahu tentang dia ternyata hanya kebohongan. Dan kini, dia kembali, membawa rahasia besar yang bisa mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1 Bagian 28 Langkah Pertama

Setelah keputusan pagi itu, Nadia dan Reza sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka dengan hati-hati. Tidak ada janji besar atau ekspektasi tinggi hanya dua orang yang berusaha menemukan kepercayaan satu sama lain.

Kemudian Reza dan Nadia pergi ke sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota. Tempat itu sederhana tetapi nyaman, jauh dari hiruk-pikuk kota, memberikan mereka ruang untuk berbicara dengan tenang.

“Kalau gitu, aku pesanin cappuccino favorit kamu, ya? Masih suka yang itu, kan?”

Nadia mengangguk pelan. “Iya, terima kasih.”

Setelah pesanan datang, mereka mulai menikmati kopi masing-masing. Ada keheningan canggung di antara mereka, tetapi tidak terasa menekan. Reza akhirnya membuka percakapan.

“Aku tahu, aku nggak bisa langsung bikin semua jadi normal lagi. Tapi aku mau bilang makasih karena kamu kasih aku kesempatan, Nad,” ucapnya tulus.

Nadia mengaduk kopinya, mencoba mengatur pikirannya sebelum menjawab. “Aku cuma mau lihat, Rez. Aku mau tahu sejauh mana kamu serius sama hubungan ini. Karena, jujur aja, aku masih belum sepenuhnya yakin.”

Reza mengangguk, menerima keraguan itu tanpa membantah. “Aku ngerti. Dan aku nggak akan maksa kamu buat percaya secepat itu. Tapi aku mau mulai dari sini. Aku mau kamu tahu, aku bener-bener tulus.”

Reza menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Ada sesuatu yang mau aku ceritain. Mungkin ini bisa kasih kamu gambaran kenapa aku nggak selalu terbuka selama ini.”

Nadia menatapnya, menunggu dengan penuh perhatian.

“Aku pernah punya hubungan yang buruk sebelumnya,” kata Reza pelan. “Seseorang yang aku pikir bisa jadi masa depanku ternyata justru menghancurkan kepercayaan aku. Aku nggak bilang ini alasan untuk semua tindakanku, tapi itu bikin aku agak susah buat jujur soal perasaan.”

Nadia memiringkan kepala sedikit, merasa tersentuh oleh pengakuan itu. “Kenapa kamu nggak pernah cerita soal ini sebelumnya?”

“Karena aku takut kamu bakal nilai aku lemah. Aku nggak mau kelihatan nggak kompeten di depan kamu,” jawab Reza sambil menunduk. “Tapi sekarang, aku sadar kalau aku terus menutup diri, aku nggak akan pernah punya hubungan yang sehat sama kamu.”

Nadia menghela napas pelan. “Reza, aku nggak pernah butuh kamu untuk sempurna. Aku cuma butuh kamu untuk jujur. Aku tahu nggak gampang buat buka diri, tapi kalau kita mau coba lagi, itu yang paling penting.”

Reza mengangguk mantap. “Aku ngerti, Nad. Mulai sekarang, aku nggak akan nyembunyiin apa-apa lagi. Aku mau kamu tahu semua tentang aku, baik atau buruknya.”

“Aku hargai itu, Rez,” jawab Nadia dengan senyum tipis. “Tapi aku juga nggak mau kamu pikir aku nggak punya keraguan. Aku masih ada trauma sendiri, dan itu nggak gampang buat aku lewati.”

“Kalau kamu mau cerita, aku di sini,” ucap Reza lembut.

Mereka terus berbicara selama hampir satu jam, membahas masa lalu mereka, kesalahan yang pernah dibuat, dan harapan untuk masa depan.

“Aku nggak mau ngulang kesalahan yang sama,” kata Reza. “Kalau aku bikin kamu ragu lagi, aku harap kamu langsung bilang ke aku.”

“Aku akan coba, Rez. Tapi aku juga perlu kamu sabar. Aku nggak mau ini jadi terlalu berat buat kita berdua.”

Reza tersenyum. “Aku janji akan sabar. Aku tahu perjalanan ini nggak gampang, tapi aku nggak akan menyerah selama kamu masih di samping aku.”

Ketika mereka akhirnya meninggalkan kedai kopi itu, suasana hati Nadia terasa lebih ringan. Reza telah menunjukkan kesungguhannya dengan membuka diri, dan meskipun jalan mereka masih panjang, ini adalah awal yang baik.

Nadia berjalan di samping Reza, merasa sedikit lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa mereka berdua sedang membangun sesuatu yang baru—dengan pondasi yang lebih kuat dan lebih jujur.

Langkah pertama ini, meskipun kecil, adalah tanda bahwa mereka berdua siap untuk berusaha.

Langit senja memancarkan rona jingga yang lembut, memberikan suasana tenang pada jalan kecil yang mereka lewati. Pohon-pohon di sepanjang trotoar menjatuhkan bayangan panjang, dan angin sore menyapu perlahan, membawa aroma daun yang segar.

Nadia berjalan di sisi Reza, tangannya menggenggam erat tas kecil yang disampirkan di bahunya. Suasana di antara mereka lebih santai, meskipun masih ada jejak keheningan yang belum sepenuhnya terisi. Reza melirik ke arahnya, senyumnya kecil namun tulus, seolah ingin memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Langkah mereka melambat ketika Nadia berhenti sejenak, matanya menatap lurus ke depan, lalu beralih kepada Reza.

“Terima kasih, ya,” katanya pelan, suaranya nyaris tertelan oleh angin.

Reza mengangguk, senyumnya semakin melebar. “Kita bisa mulai dari sini, kan?”

Nadia mengangguk kecil, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, dia merasa ada harapan yang tumbuh di antara mereka. Mereka melanjutkan perjalanan, langkah-langkah kecil yang terasa penuh makna, menelusuri jalan yang mulai diterangi lampu-lampu jalan yang redup.

Di bawah langit senja yang semakin gelap, mereka tahu bahwa meskipun perjalanan ini panjang, mereka berdua sedang menuju arah yang sama.

Malam semakin larut ketika Reza dan Nadia tiba di depan gedung apartemen Nadia. Lampu-lampu kota mulai menyala, menciptakan kilauan yang memantul di permukaan jalan basah akibat hujan ringan tadi sore. Udara malam terasa sejuk, membawa keheningan yang nyaman di antara mereka.

Mereka berjalan melewati pos keamanan yang terletak di dekat pintu masuk. Petugas keamanan yang sudah berusia paruh baya, Pak Herman, menyambut mereka dengan senyum ramah.

“Selamat malam, Mbak Nadia, Mas Reza,” sapa Pak Herman sambil menganggukkan kepala.

“Selamat malam, Pak Herman. Hati-hati ya di sini,” balas Nadia dengan senyum kecil, sementara Reza mengangguk sopan.

Setelah melewati pos, beberapa tetangga yang sedang berjalan keluar dari lobi apartemen melirik mereka. Seorang wanita tua dengan tas belanja di tangan melambaikan tangan ke arah Nadia.

“Baru pulang, Nad? Wah, ditemani, nih,” ujar wanita itu dengan nada menggoda.

Nadia tersenyum, sedikit tersipu. “Iya, Tante Sari. Selamat malam.”

Reza menunduk sedikit sambil tersenyum tipis, merasa sedikit canggung tetapi tetap sopan. Setelah menyelesaikan beberapa basa-basi dengan para tetangga, mereka melangkah menuju lift.

Ketika pintu lift terbuka, Nadia masuk terlebih dahulu, diikuti oleh Reza. Di dalam, hanya ada mereka berdua. Suara mesin lift yang bergerak naik mengisi keheningan.

“Terima kasih sudah mengantarku,” kata Nadia pelan, suaranya lembut tapi tulus.

“Tidak masalah,” jawab Reza, menatapnya sebentar sebelum kembali memalingkan pandangan ke angka-angka yang berubah di layar lift. “Aku senang bisa memastikan kamu sampai dengan aman.”

Saat lift berhenti di lantai apartemen Nadia, mereka keluar bersama. Setelah beberapa langkah, mereka tiba di depan pintu unitnya. Nadia mengeluarkan kunci dari tasnya dan berbalik menghadap Reza.

“Reza…” Nadia memanggil namanya dengan nada yang sedikit ragu.

“Ya?”

“Terima kasih sekali lagi… untuk semuanya. Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku benar-benar menghargai usahamu.”

Reza mengangguk, senyumnya hangat. “Kita jalani pelan-pelan, ya.”

Nadia hanya mengangguk, lalu membuka pintu apartemennya. Sebelum masuk, dia melambaikan tangan kecil ke arahnya. “Selamat malam, Reza.”

“Selamat malam, Nadia,” jawab Reza sebelum berbalik dan berjalan kembali ke arah lift, meninggalkan koridor yang perlahan kembali sunyi.

Begitu pintu apartemennya tertutup, Nadia melepaskan tas dari pundaknya dan meletakkannya di atas meja kecil dekat pintu. Dia menghela napas panjang, merasa lega telah melewati hari yang cukup emosional. Sepatu yang ia kenakan dilepas dan disusun rapi di rak, kemudian ia melangkah masuk ke ruang tengah.

Lampu-lampu di apartemennya memberikan cahaya hangat, menciptakan suasana nyaman. Nadia melirik jam dinding sudah cukup malam. Ia memutuskan untuk segera membersihkan diri sebelum bersiap untuk makan malam.

Di dalam kamar mandi, Nadia membiarkan air hangat dari shower mengalir membasahi tubuhnya, membantu menghilangkan sisa-sisa kelelahan dan pikiran yang menumpuk. Aroma sabun lavender memenuhi ruangan, memberikan efek menenangkan. Setelah selesai mandi, ia mengenakan piyama berbahan katun lembut berwarna pastel dengan motif bunga kecil yang simpel namun manis.

Nadia berjalan ke dapur mungilnya, membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan sederhana: telur, sayuran, dan mie instan. Suara air mendidih dan aroma tumisan memenuhi ruangan saat dia memasak makan malam dengan cepat. Tidak butuh waktu lama, semangkuk mie instan hangat lengkap dengan telur dan irisan sayur terhidang di atas meja makan kecil.

Ia duduk di kursi, menikmati makan malamnya dalam kesunyian yang nyaman. Sesekali, pandangannya menerawang, memikirkan percakapannya dengan Reza tadi. Ada banyak hal yang belum selesai, tapi malam ini, hatinya merasa lebih ringan.

Setelah selesai makan, Nadia mencuci piringnya, mengeringkan tangan, lalu berjalan menuju kamar tidur. Ia merapikan tempat tidur yang sudah siap menyambutnya dengan seprai bersih dan bantal empuk.

Lampu kamar dimatikan, dan Nadia berbaring, menyelimutkan tubuhnya hingga ke dada. Sebelum memejamkan mata, ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dalam keheningan malam, dia merasa damai.

Hanya butuh beberapa menit sebelum ia tertidur dengan lelap, membiarkan pikirannya istirahat dari segala kerumitan hari itu. Di luar jendela, lampu kota berkilauan, menjaga malamnya tetap tenteram.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!